Kipas angin sering digunakan untuk mengusir udara panas seperti yang terjadi di wilayah Solo dan sekitarnya beberapa waktu terakhir.
JEDA.ID— Kipas angin sering digunakan untuk mengusir udara panas seperti yang terjadi di wilayah Solo dan sekitarnya beberapa waktu terakhir.
Kipas angin menjadi pilihan warga khususnya bagi mereka yang belum memiliki pendingin udara atau air conditioning (AC) di rumahnya. Seorang ibu rumah tangga di Kecamatan Banjarsari, Solo, Annisa, 43, mengakui jika udara Solo saat ini benar-benar panas dan bikin gerah.
“Saya hampir seharian menyalakan kipas angin, bahkan saat tidur karena nggak kuat panasnya. Biasanya pas bangun jam 4 atau 5 pagi kipas angin baru saya matikan,” ujar Annisa kepada Jeda.ID, Selasa (22/10/2019).
Senada dengan Annisa, warga Solo lain, Agus, 35, mengatakan udara panas yang dirasakan sangat menyengat terutama pada pukul 12.00 WIB hingga pukul 14.00 WIB. “Saya terpaksa pakai topi saat kerja dan minum es terus kalau kepanasan,” ujar Agus yang bekerja sebagai tukang parkir di wilayah Nusukan ini.
Sangat Panas
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memiliki penjelasan mengenai hal tersebut. Kasi Data dan Informasi Stasiun Klimatologi BMKG Jateng, Iis Widya Harmoko, saat dihubungi Solopos.com, Senin (21/10/2019), mengatakan Oktober merupakan puncak musim kemarau panjang tahun ini. Posisi lintasan matahari sama dengan garis lintang Indonesia sehingga membuat suhu udara menjadi sangat panas.
“Saya coba mengecek data pengamatan di Bandara Adi Soemarmo pukul 13.00 WIB tercatat 37,5 derajat Celcius. Data ini jelas pasti dan akurat karena pengamatan itu menggunakan teknologi yang selalu dikalibrasi untuk keselamatan penerbangan. Data handphone kurang akurat, tiap jenis handphone pasti berbeda,” ujarnya seperti dilansir solopos.com. Ia menjelaskan suhu udara panas hanya akan terjadi pada Oktober. Suhu panas juga akan terjadi pada Februari 2020 namun tidak sepanas Oktober.
Saat ini posisi kulminasi utama atau pergerakan matahari tepat di atas pulau Jawa sebagai pertanda memasuki musim penghujan atau pancaroba. Menurutnya, musim penghujan saat ini sedikit terlambat antara 10 hingga 30 hari dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Secara umum, wilayah Soloraya diprediksi baru memasuki penghujan pada pertengahan November. Biasanya awal November Soloraya sudah musim penghujan.
Menurutnya, penyebab musim kemarau panjang saat ini yakni belum adanya perubahan arah angin. Suhu muka laut di Indonesia masih dingin sehingga penguapan belum terlalu banyak. Sementara itu, angin kencang berada di sepanjang pulau Jawa. Angin kencang di lereng Lawu, Karanganyar, merupakan angin lokal yang biasa disebut warga lisus atau puting beliung.
“Suhu panas memicu tekanan udara rendah, angin bergerak pada tekanan udara tinggi ke rendah. Apabila suatu daerah rendah sekali tekanan udaranya akan berpotensi terjadi small tornado atau dikenal puting beliung. Ciri-ciri small tornado ketika cuaca panas tiba-tiba menjadi dingin,” imbuhnya.
Mundur
Senada, hasil monitoring dan analisa dinamika atmosfer Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprediksikan pada 2020 tidak terindikasi akan terjadi El Nino kuat.
“Hal ini menandai tahun 2020 diperkirakan tidak ada potensi anomali iklim yang berdampak pada curah hujan di wilayah Indonesia,” kata Kepala BMKG Dwikorita Karnawati dalam keterangan resmi yang diterima di Jakarta, Selasa.
Hasil prediksi BMKG tersebut juga sama dengan NOAA dan NASA (Amerika) serta JAMSTEC (Jepang) yang memprediksi hasil serupa. Curah hujan akan cenderung sama dengan pola iklim normal (klimatologisnya). Musim kemarau umumnya akan dimulai pada April-Mei hingga Oktober 2020.
Sedangkan wilayah di dekat ekuator, seperti Aceh, Sumatera Utara, dan Riau, musim kemarau pertama akan dimulai pada Februari-Maret 2020, sehingga tetap perlu diwaspadai untuk potensi kondisi kering, yang dapat berdampak kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di awal tahun pada wilayah dekat ekuator tersebut.
Dwikorita menambahkan, untuk 2019, El Nino lemah telah berakhir pada Juli lalu, dan kondisi netral ini masih berlanjut hingga di pengujung tahun. Fenomena yang saat ini sedang terjadi, adalah rendahnya suhu permukaan laut daripada suhu normalnya yang berkisar antara 26-27 derajat celcius di wilayah perairan Indonesia bagian selatan dan barat, sehingga berimplikasi pada kurangnya pembentukan awan di wilayah Indonesia.
“Dengan adanya fenomena tersebut, mengakibatkan awal musim hujan periode 2019/2020 mundur dan sebagian besar wilayah Indonesia akan mulai memasuki musim hujan pada bulan November, kecuali untuk wilayah Sumatera dan Kalimantan yang sudah sejak pertengahan Oktober 2019,” katanya.
Dampak Kipas Angin
Cuaca yang panas membuat banyak orang menggunakan kipas angin untuk menyejukkan ruangan. Kipas angin yang harganya lebih ekonomis selalu diandalkan orang untuk kesejukan di dalam ruangan. Kipas angin kini menjadi perlengkapan rumah tangga yang wajib dimiliki. Bahkan saat tidur pun sebagian orang selalu memakainya semalaman di kamar, supaya tidak gerah saat tidur.
Namun, penggunaan kipas angin yang berlebihan terutama saat tidur bisa berdampak negatif pada tubuh. Berikut dampak kipas angin seperti dilansir dari berbagai sumber.
1. Alergi debu
Kesejukan yang muncul dari kipas angin merupakan efek sirkulasi udara yang hanya diputar di dalam ruangan. Tanpa disadari keberadaan kipas angin tidak ada pergantian udara, sehingga membuatmu menghirup kembali sisa pernapasan sendiri.
Saat kamar tidak dapat menyaring udara dengan baik, kipas angin berpotensi menyebarkan bakteri, kuman bahkan virus lewat udara. Nah, Anda yang mengandalkan kipas angin di saat tidur maka tidak dianjurkan menggunakannya setiap hari.
Jika kipas angin yang terus-terusan menyala, alhasil dapat menyedot debu di ruangan dan mengakibatkan debu-debu tersebut ke arahmu. Hal ini akan membuat tenggorokan terasa sakit, batuk-batuk hingga terserang asma karena alergi debu.
2. Bell palsy
Ketika Anda gerah dan menyalakan kipas angin sampai tertidur, maka akan mengakibatkan dampak buruk seperti sindrom bell palsy. Penyakit ini sebuah kelumpuhan yang menyerang wajah pada seseorang. Kondisi ini bisa terjadi karena wajah selalu terpapar suhu dingin dari angin, sehingga wajah jadi lebih menegang. Ketika terkena penyakit ini, wajah akan terasa tegang terus dan sulit senyum atau berekspresi.
3. Hipertermia
Berlama-lama menggunakan kipas angin di malam hari juga bisa mengakibatkan hipertermia. Kondisi hipertermia adalah ketika suhu tubuh berada di atas normal (36°C) dan terus berada di tingkatan yang lebih saat tubuh tidak mampu menahan suhu panas.
Maka dari itu ketika cuaca sangat panas sebaiknya tidak menyalakan kipas angin di dalam ruangan yang tanpa adanya ventilasi udara. Ketika jendela terbuka tubuh akan merespons dengan mengeluarkan keringat. Tetapi jika suhu ruangan lebih panas dibandingkan suhu tubuh, maka dapat meningkatkan tekanan panas pada tubuh atau terjadi hipertermia.
4. Kekurangan oksigen
Tidur menggunakan kipas angin memang terasa sejuk healty friend. Ternyata bila kipas yang terus berputar kencang akan membuat paru-parumu tidak mendapatkan pasokan oksigen yang cukup. Keluarnya udara dingin dari kipas angin, maka angin tersebut akan mengenai hidung maupun mulut. Hal ini bisa memperparah kondisi, sehingga kamu kekurangan oksigen dan jadi sulit bernapas.
5. Kekurangan cairan dalam tubuh
Ketika semalaman kamu selalu menggunakan kipas angin, maka bisa menurunkan kualitas tidur. Saat tertidur lelap dengan kesejukan dari kipas angin, ternyata udara dingin di ruangan dapat menyerap air dalam tubuh. Hal ini membuat tubuh terasa lemah. Padahal tubuh sangat membutuhkan air.
Saat tubuh kekurangan cairan, organ tubuh maupun kulit jadi tidak dapat berfungsi dengan baik. Apabila tubuh mengalami kekeringan, maka kelembaban tubuh akan menurun dan kamu pun juga merasa kehausan di tengah malam.
Menyangkal
Meski demikian, beberapa ilmuwan menyangkal informasi yang menyebutkan betapa buruknya dampak dari paparan udara kipas angin itu. Mereka menyebut bahwa kenyataannya tak seburuk yang dipikirkan. “Tak ada yang buruk dari menyalakan kipas angin. Tidak ada yang salah dengan sirkulasi udara itu,” ujar ahli pulmonologi New York, Amerika Serikat, dr Len Horovitz, mengutip LiveScience.
Berbanding terbalik dengan pelbagai mitos yang berseliweran, justru Horovitz menilai bahwa penggunaan kipas angin lebih baik ketimbang tidur terganggu karena cuaca panas yang membuat seseorang berkucuran keringat. Tidur yang nyenyak dan berkualitas, kata dia, penting bagi kesehatan.
Kendati demikian, Horovitz tak membantah bahwa kipas angin juga memberikan dampak buruk. Dia membenarkan bahwa kipas angin dapat memicu kekeringan lantaran membuat air dari mulut dan saluran hidung menguap. Selain itu, debu yang disebarkan kipas angin juga berbahaya dan menyebabkan alergi.
Dampak buruk dari kipas angin ini dapat dikurangi dengan penggunaan dan penanganan yang baik. Horovitz menyarankan untuk menyimpan kipas angin agak jauh dari tempat tidur dan tak mengarah langsung ke tubuh.
Untuk mengurangi risiko alergi, gunakan filter udara di kamar tidur dan getol membersihkan atau mencuci hidung setiap hari dengan air garam.
Paparan kipas angin juga disebutkan bisa membuat otot kaku. Soal itu, Horovitz menduga bahwa otot kaku lebih berisiko menyerang seseorang yang tidur sembari menyalakan AC ketimbang kipas angin. Agar tak bermasalah, dia menyarankan untuk mengatur suhu kipas angin tidak di bawah 20 derajat Celcius.