JEDA.ID – Dunia telah melewati hari-hari terpanas sepanjang sejarah di tahun 2019 lalu. Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) dari PBB mengklaim cuaca ekstrem menjadikan 2019 sebagai tahun terpanas melampaui rekor sebelumnya pada 2016.
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mencatat cuaca panas ekstrem terjadi hampir satu tahun mulai awal 2019 hingga akhir November 2019. Cuaca panas berganti pada Desember dan mencapai puncaknya pada Januari 2020.
BMKG melalui laman resminya, sejak jauh-jauh hari sudah menghimbau bakal ada perubahan cuaca yang cukup ekstrem di awal tahun. Terbukti, sejumlah tempat di Indonesia termasuk Jakarta mengalami hujan dengan curah hujan tinggi.
Hasil pantauan BMKG di Lanud TNI AU Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, curah hujan mencapai 377 milimeter. Di TMII curah hujan 335 mimimeter.
Curah hujan ini terbilang ekstrem dan memecahkan rekor hasil pengukuran curah hujan di Taman Mini, Jakarta Timur, 2007. Saat itu curah hujan tercatat 340 milimeter.
Fenomena ini sudah diwanti-wanti BMKG sejak lama. Kepala Bidang Diseminasi Informasi Iklim dan Kualitas Udara BMKG Hary Tirto Djatmiko menjelaskan peringatan dini sudah dilakukan sejak 27 Desember 2019. Mulai dari tanggal tersebut, BMKG telah menangkap adanya dominasi hujan sedang, lebat bahkan sangat lebat.
“Tiga jam sebelumnya kami akan keluarkan peringatan dini melalui WAG broadcast dan sms. Seluruh stakeholder,” kata Hary dalam diskusi bertajuk “Banjir Bukan Takdir?” di Jalan Baiduri Bulan Bidara Cina, Jakarta Timur, dilansir Detik.com, Sabtu (4/1/2020).
Kondisi ini terjadi usai melewati masa di mana suhu panas ekstrem selama kurun waktu hampir setahun. Periode suhu panas terjadi hingga akhir 2019.
“Sejak 1980-an, setiap dekade selanjutnya selalu lebih hangat dari sebelumnya dan hal ini diperkirakan akan terus berlanjut,” ungkap WMO.
Ulah Manusia Bikin Jadwal Kiamat Maju
Perubahan Iklim
Temuan WMO ini didasarkan pada set data dari seluruh dunia. Pencatatan cuaca modern dimulai pada tahun 1850.
“Kami menduga cuaca akan bertambah buruk pada 2020 dan tahun-tahun selanjutnya, didorong oleh tingkat gas rumah kaca yang semakin tinggi di atmosfer,” jelas Petteri Taalas, Kepala WMO.
Petteri Taalas juga menunjuk secara khusus pada kebakaran hutan yang sedang terjadi di Australia. Kebakaran itu telah menewaskan sedikitnya 28 orang, menelantarkan puluhan ribu dan membunuh hingga 1 miliar hewan di Australia.
Berdasarkan perjanjian yang telah ditandatangi oleh berbagai negara dalam Paris climate agreement, PBB mengatakan bahwa gas emisi yang dihasilkan manusia harus turun 7,6% per tahun sampai 2030. Ini dilakukan demi membatasi kenaikan suhu menjadi 1,5 derajat celsius.
Menurut Taalas, suhu global rata-rata telah meningkat sebesar 1,1 derajat Celcius sejak 1850. Karena sebagian besar panas dunia di simpan di lautan, kehidupan laut dan ekosistemnya adalah yang paling menerima risikonya, dibuktikan dengan kematian massal ikan dan pemutihan karang yang meluas.
Cuaca Sangat Panas, Ini Cara Menjaga Kelembaban Kulit Agar Tetap Cantik