• Mon, 25 November 2024

Breaking News :

Kratom: Obat Segala Penyakit Atau Candu Narkotika

Kratom selama ini banyak digunakan sebagai obat tradisional yang manjur untuk berbagai penyakit, namun UNODC sudah menggolongkan kratom sebagai narkotika.

JEDA.ID–Di Kalimantan, khususnya Kalimantan Barat, Mitragyna speciosa atau kratom menghidup ribuan keluarga. Tiap bulannya, berton-ton kratom diekspor ke luar negeri, khususnya ke Amerika Serikat. Kini bayang-bayang kratom dimasukkan kategori narkotika mengemuka.

Di Kalimantan, daun ini sering digunakan sebagai obat tradisional dalam bentuk suplemen makanan, serbuk atau rokok. Selama ini kratom diyakini bisa menyembuhkan beberapa penyakit seperti menjadi obat diare, lelah, nyeri otot, dan batuk.

Selain itu, tanaman yang banyak di Asia Tenggara ini dapat mengobati tekanan darah tinggi, meningkatkan daya tahan tubuh, menambah energi, antidepresi, antidiabetes, dan stimulan seksual.

Tingginya permintaan ini membuka peluang usaha bagi masyarakat,. Misalnya sebagian masyarakat di daerah wilayah kerja Kesatuan Pengelola Hutan Lindung Gerbang Barito, Kalimantan Tengah, menggantungkan nasibnya dengan usaha ini.

Harga jual per kilogram untuk daun basah berkisar Rp1.500 sampai Rp3.500. Sedangkan daun keringnya berkisar Rp17.000 hingga Rp27.000. Komoditas daun kering berupa remahan dikumpulkan dan dikirim ke Kalimantan Barat (Kalbar) untuk diolah menjadi tepung.

Pemerintah Kapuas Hulu, Kalbar, juga mendorong masyarakat untuk menanam daun ajaib ini. Hal ini disebabkan terpuruknya harga tanaman karet. Tepung daun telah menembus pasar Amerika Serikat, Kanada, Arab Saudi, India, dan Eropa.

Menurut data Pengusaha Kratom Indonesia, sepanjang 2015-2018 jumlah total ekspor dari Kalbar mencapai 4.800 ton. Berdasarkan hasil perhitungan ekonomi, dalam waktu empat tahun masyarakat petani kratom bisa mendapat penghasilan mencapai Rp49,2 miliar.

Di kantor pos utama di Pontianak, kota yang menjadi pos perdagangan utama produk ini, bisa terlihat bagaimana tepung ini menembus pasar internasional.

”Sekitar 90 persen dari pengiriman kami dari Provinsi Kalimantan Barat adalah kratom yang dijual ke Amerika Serikat,” kata kepala kantor pos Zaenal Hamid sebagaimana dikutip dari Liputan6.com.

AS Dorong Pembatasan

Di AS, kratom legal di 43 negara bagian. Namun, FDA (Badan Pengawasan Obat dan Makanan AS) mendorong pembatasan yang lebih besar dan telah memberlakukan peringatan impor. Ini artinya pengiriman yang memasuki AS dapat disita.

”Khawatir bahwa kratom memiliki zat yang membuat pengguna berisiko terhadap kecanduan, penyalahgunaan, dan ketergantungan,” sebut FDA

Sementara itu, di Austria konsumsi Mitragyna speciosa 100 persen legal. Para ilmuwan mengatakan meski tanaman ini mungkin memiliki atribut positif, sangat sedikit penelitian yang dilakukan terhadap obat tersebut.

kratom

Ilustrasi Mitragyna speciosa (Freepik)

Ketika kratom diyakini manjur untuk pengobatan, daun ini disebut memiliki efek serupa dengan narkotika. Efek yang ditimbulkan tergantung dari dosis dan cara pemakaian.

Dirangkum dari Badan Penelitian Pengembangan dan Inovasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Rabu (11/9/2019), pada dosis rendah, kratom mempunyai senyawa aktif Mitragynin dan 7-hidroksimitragyinin. Senyawa aktif tersebut mempunyai efek stimulasi. Pada dosis tinggi, efeknya hampir sama seperti senyawa opiat.

United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) dalam World Drug Report 2013, menggolongkan kratom sebagai new psychoactive subtances (NPS) dalam kelompok yang sama dengan khat atau teh Arab yang berefek psikoaktif.

Berdasarkan penelitian Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kesehatan, daun ini mengandung lebih dari 40 jenis alkaloid dan beberapa jenis glikosida. Kandungan utama tumbuhan ini yakni mitraginin. Gugus hidroksil pada kratom meningkatkan potensi analgetik sekitar 13 kali lebih tinggi dari morfin.

Berdasarkan pengalaman pemakai, dosis rendah hingga sedang atau 1 gram-5 gram serbuk kratom memiliki efek stimulan ringan yang menyenangkan. Efek euforia berlangsung singkat, hanya sekitar 5 menit-10 menit setelah dikonsumsi lewat mulut dan berakhir setelah satu jam.

Pada dosis lebih tinggi atau 5 gram-15 gram, bisa memberikan gejala seperti senyawa opiat yaitu berefek analgesik dan sedasi. Selain itu, juga memiliki efek antiinflamasi. Mengonsumsinya akan menimbulkan gejala-gejala tertentu. Hal ini tergantung pada jangka penggunaan.

Usulan Masuk Kategori Narkoba

Kondisi ini menjadikan Badan Narkotika Nasional (BNN) merekomendasikan kratom masuk dalam kategori narkotika kelompok NPS jenis plant-based substances.

Namun, dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 7 Tahun 2018 tentang perubahan golongan narkotika, kratom belum dimasukkan ke dalam daftar golongan narkotika.

Hal berbeda diambil Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang mengeluarkan larangan penggunaan daun ini sebagai obat dan suplemen makanan sejak lama.

Larangan lain juga dikeluarkan BPOM melalui Peraturan Kepala BPOM. Namun, aturan ini bersifat mengikat hanya pada produk olahan bermerek yang akan didaftarkan ke BPOM.

Hingga saat ini kratom masih legal ditanam serta diperjualbelikan. Belum ada regulasi yang jelas tentang larangan usaha tersebut. Petani kratom di Kalimantan pun ketakutan akan legalitas merejka.

“Nenek moyang kita sejak dulu mengonsumsi kratom Kalimantan dan baik-baik saja. Bahkan ini dapat membantu menghilangkan kecanduan narkoba dan membantu orang melakukan detoksifikasi,” kata Faizal seorang warga yang rutin mengonsumsi daun ajaib ini.

Tantangan besar dari isu pelarangan “obat segala penyakit ini” adalah aspek sosial ekonomi dan lingkungan. KLHK butuh kajian mengenai alternatif komoditas pengganti apabila nantinya kratom masuk dalam narkotika golongan I dan harus dimusnahkan

Tak bisa dimungkiri, kratom telah menjadi tumpuan hidup sebagian petani di Borneo.

 

Ditulis oleh : Atina Firdausa Qisthi/Danang Nur Ihsan

Sign up for the Newsletter

Join our newsletter and get updates in your inbox. We won’t spam you and we respect your privacy.