• Fri, 19 April 2024

Breaking News :

Atasi Limbah Masker, Kemenkes Lakukan Ini

Menanggapi hal ini Kementerian Kesehatan ikut turun tangan atasi limbah masker.

JEDA.ID– Kewajiban menggunakan masker memunculkan masalah baru berupa limbah sampah masker. Perusahaan daur ulang sepertinya sudah kewalahan atasi limbah masker ini.

Menanggapi hal ini Kementerian Kesehatan ikut turun tangan atasi limbah masker. Apa sajakah yang dilakukan Kemenkes untuk atasi limbah masker ini? Simak ulasannya di info sehat dan tips kesehatan kali ini.

Ya, limbah masker medis kini menjadi masalah serius. Bahkan sebanyak 30-40 pabrikan daur ulang plastik menghentikan produksi. Hal ini pernah diramalkan Kementerian Perindustrian dan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 pada awal pandemi Covid-19. Asosiasi Daur Ulang Plastik Indonesia (Adupi) menyatakan penghentian produksi tersebut disebabkan oleh anjloknya ketersediaan skrap plastik. Pasalnya, pemulung enggan mengambil skrap plastik di sekitar masker medis karena takut tertular Covid-19. Alhasil, Adupi meramalkan sekitar 50 persen pengepul skrap plastik gulung tikar. Dengan kata lain, sekitar 2,5 juta pemulung akan terdampak dari limbah masker medis tersebut. “Dari awal Kemenperin telah menyampaikan hal ini akan terjadi pada saat meeting lintas kementerian,” kata Direktur Industri Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki Kemenperin Elis Masitoh kepada Bisnis, Rabu (14/10/2020).

Baca Juga: Waduh! Ancaman Serangan Siber ke UMKM Naik 51 Persen

Seperti diketahui, masker dan APD medis yang digunakan tenaga medis dan sebagian masyarakat terbuat dari kain spunbond dan meltbond. Kedua serat tersebut terbuat dari serat polyester. Walaupun sebagian kain yang terbuat dari serat polyester bisa didaur ulang, hal yang sama tidak bisa dilakukan pada masker dan APD medis. Pasalnya, kedua kain yang terbuat dari polyester tersebut memiliki karakteristik yang beda, alhasil belum dapat didaur ulang sampai saat ini.

Memproduksi 3,1 Miliar Masker Medis

Berdasarkan catatan Asosiasi Industri Olefin, Aromatik, dan Plastik Indonesia (Inaplas), bahan daur ulang berkontribusi sekitar 1 juta ton per tahunnya. Dengan kata lain, plastik daur ulang menopang 20 persen dari konsumsi plastik nasional per tahun. Artinya, masalah limbah masker medis akan meninggalkan skrap plastik setidaknya 500.000 ton di tempat penampungan akhir (TPA) yang tersebar di seluruh negeri. Pasalnya, Adupi meramalkan volume produksi tahun ini setidaknya akan anjlok 50 persen dari realisasi 2019.

Berdasarkan data Kemenperin, saat ini ada 87 pabrikan masker medis degan utilisasi di level 71,69 persen. Adapun, industri masker medis diramalkan akan memproduksi 3,1 miliar masker medis, sedangkan 129,8 juta digunakan konsumen lokal. Sementara itu, ada 146 pabrikan APD medis sekali pakai dengan utilisasi di mencapai 80,4 persen. Sampai akhir tahun, industri APD medis sekali pakai akan memproduksi 556,8 juta unit, sedangkan 11,74 juta unit akan dipasarkan di dalam negeri. “Oleh karena itu, kami memberikan alternatif untuk masker dengan adanya masker kain dan untuk APD adanya coverall yang washable,” ucap Elis.

Elis mengatakan pihaknya bersama tim pakar Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) masih terus mencari alternatif bahan baku. Adapun, bahan baku tersebut akan menggantikan bahan baku masker dan APD agar lebih ramah lingkungan. Namun demikian, kementerian teknis yang bertanggung jawab atas masalah ini adalah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Walakin, Kemenperin masih mencari cara apakah limbah masker dan APD medis bisa didaur ulang. Sementara itu, Elis menyatakan masker berbahan kain pun sudah diproduksi berbarengan dengan masker medis sejak awal pandemi. Oleh karena itu, Kemenperin menggodok SNI Masker Kain yang telah terbit awal kuartal IV/2020. Pada akhir semester I/2020, Elis mendata ada 16 pabrikan masker kain dengan kapasitas produksi per bulan mencapai 394,8 juta unit. Adapun, industri masker kain nasional diramalkan akan memproduksi 2,08 miliar unit hingga akhir tahun. Dalam SNI 8914:2020, masker dari kain diklasifikasikan dalam tiga tipe, yaitu tipe A untuk penggunaan umum, tipe B untuk penggunaan filtrasi bakteri, dan tipe C untuk penggunaan filtrasi partikel.

Baca Juga: Buah Ciplukan dari Tanaman Liar Hingga Masuk Supermarket

SNI tersebut mengatur beberapa parameter krusial sebagai proteksi, antara lain daya tembus udara bagi Tipe A di ambang 15-65 cm3/cm2/detik, daya serap sebesar ≤ 60 detik untuk semua tipe, dan kadar formaldehida bebas hingga 75 mg/kg untuk semua tipe. Selanjutnya, ketahanan luntur warna terhadap pencucian, keringat asam dan basa, serta saliva. SNI 8914:2020 juga menetapkan kadar logam terekstraksi maksimum, ketahanan terhadap pembahasan permukaan minimum melalui uji siram, kadar PFOS dan PFOA pada masker kain yang menggunakan anti air, serta nilai aktivitas antibakteri minimum pada masker kain yang menggunakan antibakteri. SNI ini menjadi pedoman bagi industri dalam negeri yang menentukan capaian minimum kualitas hasil produksinya sekaligus menjadi standar minimum bagi produk impor. “Semua orang tidak siap dengan adanya pandemi ini. Jadi, banyak sampah masker yang menumpuk sejak awal pandemi di mana-mana dan orang buangnya dicampur dengan sampah-sampah lain,” Kata Ketua Umum Adupi Christine Halim.

Pengumpulan bahan baku selama pandemi turun lebih dari 50 persen pada periode yang sama tahun lalu. Alhasil, Christine meramalkan volume produksi pada 2020 akan anjlok setidaknya 50 persen dibandingkan realisasi 2019. Masalah limbah masker medis tersebut turut berkontribusi membuat sebagian besar pengepul sampah plastik gulung tikar. Sementara itu, sekitar 30-40 persen pabrikan daur ulang plastik menghentikan produksinya per September 2020. Pihaknya telah mencoba menyurati Kemenperin mengenai masalah tersebut. “Sudah mencoba [memulai] diskusi, tapi masih tidak ada respon,” kata Christine.

Untuk atasi limbah masker, terhitung sejak April hingga pertengahan Desember 2020, Dinas Lingkungan Hidup (LH) Provinsi DKI Jakarta telah memusnahkan 1.231 kilogram (1,2 ton) limbah masker bekas selama pandemi Covid-19.

Direktur Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Kementerian Kesehatan Imran Agus Nurali mengatakan Kemenkes sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya telah membantu pengolahan limbah medis di fasilitas layanan kesehatan, rumah sakit, dan puskesmas.

“Dalam DAK [dana alokasi khusus] rumah sakiit juga sudah disediakan, untuk mengambil dan mengolah limbah medis menggunakan microwave atau autoclave. Kalau incinerator, ke depan kita tidak menyarankan itu lagi. Karena tidak mudah karena perlu kemampuan teknis,” kata dia seperti dikutip dari Bisnis.com, Senin (22/2/2021).

Kemenkes juga sudah memberikan pedoman teknis serta terus melakukan sosialisasi dan pemantauan pada fasilitas layanan kesehatan apakah sudah melakukan pengelolaan sampah medis sesuai standar.

“Kita sudah cukup banyak melakukan pendekatan persuasif untuk melakukan sesuai standar, dengan kejadian limbah masker ini, kalau memang masih kurang mungkin perlu ada law enforcement. Tapi, itu kan usaha terakhir, apakah harus ada law enforcement baru masyarakat mau disiplin?” imbuh Imran. Imran berharap pengolahan limbah masker tak hanya jadi tugas pemerintah. Masyarakat, termasuk dunia usaha diharapkan ikut membantu mengedukasi dan memberi informasi. “Dunia usaha, seperti produsen masker, juga bisa melakukan produksi masker untuk kemudian menyelipkan tata cara pengelolaan limbah masker, jadi yang beli bisa belajar,” tambahnya.

Baca Juga: Emas Aman Dimakan, Ini 5 Fakta Menarik Edible Gold

Imran mengharapkan Kementerian PUPR yang bertanggung jawab menyediakan tempat pembuangan akhir juga menambahkan tempat untuk memisahkan untuk limbah medis. “Selama ini kendalanya masyarakat kekurangan lahan sehingga limbah masker disatukan dengan limbah domestik. Jadi perlu ada intervensi untuk hal ini,” ujar Imran.

Sediakan Tempat Pembuangan Khusus

Sementara itu, pada kesempatan yang sama, Ketua Subbidang Penanganan Limbah Medis Bidang Penanganan Kesehatan Satgas Covid-19 Lia G. Partakusuma berharap RT/RW, kantor, apartemen, rusun menyediakan tempat pembuangan khusus masker bekas pakai.

“Nanti bisa dikoordinasikan dengan dinas kesehatan agar diangkut petugas kebersihan. Kalau berasal dari tempat isoman, tolong dibungkus dulu secara terpisah dan beri tanda infeksius. Ini akan membantu pengangkut sampah agar diproses selanjutnya. Tolong bantu mencegah Covid-19 agar tidak terus bertambah banyak,” tambah Lia.

Sediakan tempat khusus untuk atasi limbah masker (ilustrasi Freepik)

Sediakan tempat khusus untuk atasi limbah masker (ilustrasi Freepik)

Sementara itu, Pemerintah Inggris mengimbau warganya memakai masker reusable menyusul tingginya pemakaian masker sekali pakai. Menurut data mereka, sebanyak 102 juta masker sekali pakai terbuang setiap pekannya. Menurut penelitian untuk Otoritas Sampah London Utara (NLWA) hampir 70% dari mereka yang memakai masker sekali pakai tidak menyadari bahwa mereka adalah sampah sekali pakai.

Dalam upaya untuk mengatasi darurat sampah, NLWA telah meluncurkan kampanye baru untuk mendorong warga beralih ke penutup wajah yang dapat digunakan kembali. Jumlah masker 102 juta per pekan itu, cukup untuk menutupi lapangan di Stadion Wembley 232 kali lipat.

“Kemajuan yang kita semua buat dalam mengurangi ketergantungan pada plastik sekali pakai berisiko hilang selama pandemi, dan masker wajah sekali pakai adalah penyebab utamanya. Mereka tidak terbuat dari kertas, tidak dapat didaur ulang dan jika dibuang atau dikotori akan merusak lingkungan.” ujar Ketua NLWA, Cllr Clyde Loakes dilansir dari Channel News Asia.

Baca Juga: 20 Februari Hari Soto Nasional, Berikut Ini Sejarah Soto

Manajer Komersial Nasional di Biffa Waste Services Ltd, Steve Oulds, mengatakan kontaminasi adalah salah satu tantangan terbesar yang kami hadapi, dan kami sekarang melihat banyak masker wajah sekali pakai masuk ke fasilitas mereka setiap hari. Dia mengatakan fasilitas pemulihan material juga menangani lebih banyak jaringan dan tisu daripada biasanya, dan bahkan alat uji Covid-19. “Tak satu pun dari barang-barang ini yang dapat didaur ulang dan harus dibuang ke tempat sampah umum,” katanya seperti dikutip dari Bisnis.com.

Bukan hanya masker wajah yang memicu masalah plastik sekali pakai, karena 16% responden mengakui penggunaan plastik sekali pakai lainnya telah meningkat selama pandemi. Kemasan pengiriman adalah item teratas yang mengalami peningkatan penggunaan (15%), diikuti oleh kemasan takeaway (12%) dan kemasan makanan supermarket (12%). Namun, lebih dari satu dari lima mengatakan meskipun mereka prihatin dengan polusi plastik, kesehatan saat ini lebih penting dan mereka senang untuk terus menggunakan plastik sekali pakai untuk saat ini.

 

 

 

Ditulis oleh : Astrid Prihatini WD

Sign up for the Newsletter

Join our newsletter and get updates in your inbox. We won’t spam you and we respect your privacy.