Banyak peneliti mengatakan jika orang ngaret memiliki usia lebih panjang. Tidak hanya memengaruhi kesehatan tubuh, orang telat lebih optimistis.
JEDA.ID–Bagi sebagian orang Indonesia, ngaret atau telat sudah jadi kebiasaan mendarah daging. Namun, kebiasaan ngaret tidak hanya berdampak negatif, namun ada dampak positifnya juga.
Setiap orang pasti pernah terlambat menghadiri acara atau kegiatan. Tapi jika ngaret terus menerus, hal ini bisa saja dipengaruhi oleh Time-Based Prospective Memory (TBPM).
Pada 2016, Emily Waldun dan Mark McDaniel dari Washington University, melakukan riset terhadap 11 pria dan 13 perempuan, dengan rentang usia 19-36 tahun.
Kedua psikolog ini meriset tentang pengaruh TBPM pada kebiasaan ngaret. Partisipan diberi batas waktu untuk menyelesaikan tugas mereka. Selain itu, partisipan diberi kesempatan untuk mengecek waktu beberapa kali.
Walau diberi peluang untuk memeriksa batas waktu, peneliti sengaja membuat partisipan asyik dengan tugas masing-masing. Hasilnya, hanya sedikit orang yang memeriksa jumlah waktu tersisa. Sedangkan, lebih banyak partisipan yang tidak mengecek sisa waktu, lantaran asyik mengerjakan tugas.
Orang yang memiliki TBPM baik, sering mengecek jumlah waktu tersisa. Tidak hanya itu, usia juga memengaruhi TBPM seseorang. Dalam penelitian ini, anak muda lebih sering mengecek sisa waktu, dibanding orang dewasa.
Penelitian ini serupa dengan analogi orang yang bermain media sosial. Orang merasa baru menghabiskan lima menit waktunya untuk berselancar di media sosial.
Padahal kenyataannya, waktu 20 menit sudah terlewat ketika bermain media sosial. Akibatnya, semua jadwal yang sudah ditentukan harus mundur atau terlambat.
Orang cenderung asyik menghabiskan waktunya dalam mengerjakan sesuatu. Ketika lupa memeriksa sisa waktu, maka akan ada perubahan jadwal.
Salah perkiraan waktu juga jadi penyebab utama seseorang terlambat alias ngaret. Selain itu, orang yang mudah gelisah dan cenderung rendah diri, juga jadi penyebab orang kerap terlambat.
Rendahnya rasa percaya diri membuat orang sering memeriksa pekerjaannya sendiri. Walau begitu, kebiasaan terlambat turut menimbulkan rasa tidak nyaman. Contohnya, ketika terlambat naik pesawat. Hal ini tentu membuat individu merasa gelisah bahkan tidak nyaman.
Karakter Ikut Beri Pengaruh
Ternyata karakter juga memengaruhi kebiasaan ngaret. Hal ini sesuai dengan penelitian dari Jeff Conte, profesor di San Diego State University. Pada 2001, Conte melakukan riset terkait pengaruh karakter terhadap kebiasaan telat. Partisipan riset dibagi jadi dua tipe.
Tipe A adalah kumpulan orang ambisius dan kompetitif. Sedangkan, tipe B adalah kumpulan orang kreatif, reflektif, serta eksploratif. Conte meneliti tentang persepsi waktu dari dua tipe partisipan ini. Hasilnya perbedaan karakter memengaruhi persepsi waktu.
Tipe A mempersepsikan waktu satu menit setara dengan 58 detik. Sedangkan, tipe B mempersepsikan waktu satu menit setara dengan 77 detik.
Hal ini menunjukkan jika perbedaan karakter turut memengaruhi persepsi waktu tiap individu. Orang yang anti-ngaret atau tepat waktu, lebih rutin melihat jam.
Maka tidak mengherankan jika kaum anti-ngaret bisa menyelesaikan pekerjaan sesuai tenggat waktu. Tidak hanya itu, mereka juga punya perkiraan waktu yang tepat.
Contohnya perkiraan waktu untuk pergi ke suatu tempat. Perkiraan waktu ini menentukan kapan mereka harus memulai dan mengakhiri pekerjaan. Walau begitu, karakter bukan satu-satunya pengaruh orang mudah terlambat. Ternyata, lingkungan sekitar turut memengaruhi.
Josh Klapow seorang psikolog menjelaskan jika lingkungan terdekat bisa memengaruhi kebiasaan telat. Salah satunya lingkungan keluarga. Orang tua yang mengerjakan segala sesuatu tepat waktu, berpengaruh pada orang di sekitarnya.
Selama ini banyak orang menganggap jika ngaret selalu bersifat negatif. Namun ternyata, anggapan ini tidaklah 100 persen benar. Dikutip dari Southern Living, Selasa (15/10/2019), orang yang sering terlambat cenderung jarang stres dan lebih rileks.
Tidak hanya itu, tekanan darah pada orang yang sering terlambat, cenderung lebih rendah. Hal ini turut menurunkan risiko penyakit jantung, stroke, dan depresi.
Lebih Optimistis
Maka tidak mengherankan banyak peneliti mengatakan jika orang ngaret memiliki usia lebih panjang. Tidak hanya memengaruhi kesehatan tubuh. Ternyata orang telat lebih optimistis dan realistis. Hal ini dikatakan oleh Diana DeLonzor, selaku penulis Never Late Again.
Orang terlambat dianggap lebih optimistis lantaran bisa mengerjakan banyak hal. Namun, tugas utama tetap terlaksana, walau tidak sesuai jadwal.
Walau terkesan ngaret, mereka cenderung percaya semua tugas bisa diselesaikan. Hal ini menandakan mereka berpikir lebih optimis. Walau kenyataannya berbeda dengan ekspetasi.
Lantaran memiliki pemikiran lebih optimistis kaum ngaret cenderung punya kesehatan lebih baik. Hal ini diungkapkan oleh peneliti di Harvard Medical School. Selalu optimistis bisa memperpanjang usia harapan hidup sehingga menurunkan risiko kematian dini.
Walau terbukti baik bagi kesehatan. Kebiasaan terlambat juga memiliki dampak negatif. Dilansir dari Daring to Live Fully, berikut empat dampak negatifnya:
- Sering terlambat berarti punya kontrol diri yang rendah
- Sering terlambat menimbulkan kesan tidak sopan bagi orang lain
- Sering terlambat bisa menyebabkan dipecat
- Sering terlambat membuat hubungan renggang
Lantas bagaimana cara mengurangi kebiasaan terlambat? Salah satu caranya adalah mengestimasi waktu, dalam mengerjakan segala hal.
Jika merasa kesulitan mengestimasi waktu, pada tahap awal bisa menggunakan timer. Selain itu, ada dua cara lain yang bisa dilakukan untuk menghilangkan kebiasaan ngaret.
Dikutip dari Psychology Today, berikut dua cara menghilangkan kebiasaan ngaret. Pertama rutin mengecek jam. Mungkin terlihat kasar dan menimbulkan kesan tidak sopan bagi orang lain. Namun dengan rutin mengecek jam, membuat perkiraan waktu lebih tepat.
Kemudian kerjakan tugas satu demi satu. Banyak pekerjaan cenderung membuat orang ingin menyelesaikan semuanya. Namun, hal ini tidak disarankan. Lebih baik mengerjakan satu demi satu tugas hingga selesai, dibanding menyelesaikan semuanya secara langsung.
Ngaret di Indonesia
Selama ini ada anggapan jika penduduk Indonesia paling ngaret sedunia, tapi anggapan ini benar adanya. Dilansir dari CEO World, Indonesia adalah negara tersantai sedunia.
Namun, Indonesia tidak sendiri. Pasalnya masih ada 14 negara lainnya yang mendapat predikat negara tersantai. Berikut datanya:
- Indonesia
- Australia
- Islandia
- Selandia Baru
- Sri Lanka
- Siprus
- Filipina
- Yunani
- India
- Pulau Maritius
- Kosta Rika
- Portugal
- Bulgaria
- Kroasia
- Spanyol
Dalam penelitian ini, ada beberapa indikator yang digunakan seperti jumlah hari libur dalam satu tahun, tingkat polusi udara, kualitas lingkungan, tempat bersantai, dan hak tiap warga negara
Kebiasaan terlambat bukan hal baru lagi bagi penduduk Indonesia. Kebiasaan ngaret di Indonesia tidak hanya pada individu, melainkan juga pada transportasi publiknya.
Tidak mengherankan jika acara sering dimulai terlambat, atau transportasi publik cenderung terlambat karena macet. Tapi Indonesia bukan satu-satunya negara yang punya kebiasaan terlambat. Negara Brasil adalah contoh lainnya.
Penduduk negara Brasil cenderung santai dan punya hobi telat. Hobi ini sudah jadi candu bagi mereka, rasanya ada yang kurang kalau tidak ngaret.
Bagi orang Brasil khususnya Rio de Janeiro, kebiasaan telat membuat mereka lebih optimistis. Berbeda dengan Indonesia dan Brasil, Jepang terkenal akan budaya ketepatan waktunya.
Orang Jepang menganut prinsip Kaizen. Prinsip ini menjadikan komitmen akan ketepatan waktu, serta kesopanan jadi hal utama. Orang Jepang dituntut untuk menyelesaikan pekerjaan tepat waktu. Jika melanggar prinsip ini, mereka menganggap sudah merugikan perusahaan, konsumen, serta diri sendiri.
Prinsip ini juga ditekankan pada transportasi publik, contohnya kereta. Transportasi publik di Jepang selalu datang dan sampai tepat waktu. Hal ini yang juga menyebabkan orang Jepang jarang terlambat bekerja atau sekolah.
Penyebab ngaret ini pun dipengahi banyak faktor. Namun, jika bisa tepat waktu, mengapa harus ngaret?