Para peneliti dari Jerman menemukan bahwa pasien Covid-19 yang pulih juga memiliki sel kekebalan 'pembunuh' yang melindungi tubuh bahkan ketika antibodi sulit dideteksi.
JEDA.ID-Kekebalan terhadap Covid-19 dapat bertahan lebih dari 8 bulan, bahkan berpotensi bertahan bertahun-tahun hingga dekade. Penelitian tentang respons kekebalan terhadap Covid-19 itu jadi tinjauan paling komprehensif.
Dilansir dari Metro UK, Kamis (19/11/2020), para peneliti menemukan bahwa tingkat sel B dan T yang penting untuk melawan penyakit, tetap stabil hingga 8 bulan sejak infeksi awal terjadi pada pasien.
Laju penurunan yang lambat juga menunjukkan bahwa sel-sel kekebalan tubuh terhadap Covid-19 ini dapat bertahan di dalam tubuh untuk jangka waktu yang lama.
Namun penelitian tentang kekebalan tubuh terhadap Covid-19 ini belum ditinjau atau dipublikasikan dalam jurnal ilmiah. Shane Crotty, ahli virologi di La Jolla Institute of Immunology yang ikut memimpin penelitian itu, mengatakan bahwa jumlah ingatan kekebalan kemungkinan akan mencegah sebagian besar orang dari penyakit parah selama bertahun-tahun.
Kuasai Soft Skill Ini Agar Sukses
Dikutip dari Bisnis.com, Kamis (19/11/2020), dalam penelitian itu, peneliti mengambil sampel darah dari 185 pasien berusia 19 hingga 81 tahun yang dinyatakan positif terkena virus corona baru pada bulan-bulan pertama pandemi.
im peneliti yang berbasis di Amerika Serikat mengamati empat bagian dari sistem kekebalan untuk membangun gambaran keseluruhan dari tanggapan kekebalan ketimbang komponen individu.
Keempat bagian yang diamati tersebut adalah antibodi virus corona, sel B yang menghasilkan antibodi, dan dua jenis sel T yang membunuh sel yang terinfeksi.
Para ilmuwan menemukan bahwa lima bulan setelah infeksi awal, memori kekebalan yang terdiri dari setidaknya tiga kompartemen imunologi dapat diukur pada sekitar 90 persen subjek.
Memori Kekebalan
Memori kekebalan ini, yang terdiri dari berbagai antibodi, juga ditemukan tahan lama dan menurun sangat lambat – yang konsisten dengan kemungkinan mereka bertahan selama bertahun-tahun atau bahkan puluhan tahun.
Temuan menggembirakan ini telah didukung oleh bukti yang keluar dari kelompok penelitian lain, seperti sel memori kekebalan yang tersisa setidaknya tiga bulan setelah infeksi virus corona awal terjadi.
Pada pekan lalu, para peneliti dari Jerman menemukan bahwa pasien Covid-19 yang pulih juga memiliki sel kekebalan ‘pembunuh’ yang melindungi tubuh bahkan ketika antibodi sulit dideteksi.
Ahli imunologi terkemuka menyarankan bahwa hasil ini semuanya mengarah pada virus corona baru yang bertindak sebagai penyakit ‘konvensional’, setelah beberapa minggu kritis pertama telah berhasil dilalui.
Bantu Pertumbuhan Tinggi Anak Lewat Asupan Nutrisi Ini, Apa Sajakah?
Meskipun sejumlah kecil pasien ditemukan tidak memiliki kekebalan jangka panjang, kemungkinan setelah terpapar virus dalam jumlah yang lebih rendah, vaksin diharapkan dapat bekerja dan melindungi tubuh.
Tingginya jumlah pasien yang menunjukkan kekebalan jangka panjang juga menunjukkan bahwa vaksin mungkin tidak harus diberikan setiap tahun, seperti yang dilakukan pada mekanisme vaksin flu saat ini.
Studi terbaru menemukan bahwa penderita SARS (terkait erat dengan coronavirus 2019) masih membawa sel kekebalan lebih dari 17 tahun setelah infeksi pertama.
Meskipun studi baru-baru ini dari Imperial College London menemukan kekebalan terhadap Covid-19 dapat menurun dari waktu ke waktu, tidak jelas apakah ini akan menyebabkan pasien sangat rentan terhadap infeksi ulang.
Beberapa ahli imunologi menyarankan bahwa perbandingan dengan flu biasa, tidak akurat karena jumlah variasi genetik yang jauh lebih besar dibandingkan dengan virus corona baru.
Sementara yang lain telah mencatat bahwa adalah hal yang wajar ketika tingkat antibodi menurun dari waktu ke waktu, dan mereka hanya membentuk satu bagian dari sistem kekebalan.
Anak Punya Antibodi terhadap Corona
Sementara itu sebuah studi baru-baru ini yang diterbitkan di majalah Science mengatakan kemungkinan anak-anak sudah memiliki antibodi terhadap virus corona yang dapat menyelamatkan anak-anak dari pandemi baru.
Sekelompok peneliti di Francis Crick Institute di London, dipimpin oleh George Kassiotis, yang mengepalai Laboratorium Imunologi Retroviral di institut tersebut, melaporkan bahwa rata-rata, hanya 5% orang dewasa yang memiliki antibodi ini, dibandingkan dengan 43% anak-anak.
Mau Lapor Hoaks Pilkada 2020? Ini Caranya
Kira-kira satu dari lima flu yang menginfeksi anak-anak disebabkan oleh virus dari keluarga ini. Antibodi yang dikembangkan selama pilek ini dapat membantu anak-anak melawan SARS-COV2.
Para peneliti menilai sampel darah yang diambil sebelum pandemi dari lebih dari 300 orang dewasa dan 48 anak-anak serta remaja dan membandingkannya dengan sampel dari lebih dari 170 orang yang telah terinfeksi virus corona baru. Studi tersebut menunjukkan banyak anak-anak, dan beberapa orang dewasa, membawa satu antibodi yang secara khusus dapat mencegah virus corona.
Sekarang, para peneliti berencana memperluas penelitian untuk menelitinya lebih jauh. Sejak dimulainya pandemi Covid-19, berbagai penelitian menunjukkan bahwa infeksi tersebut memengaruhi anak-anak dan orang dewasa secara berbeda.
Jumlah anak yang terinfeksi tampaknya jauh lebih rendah daripada orang dewasa, meskipun anak-anak biasanya merupakan kelompok risiko infeksi saluran pernapasan yang serius. Bahkan dalam kasus di mana anak-anak terinfeksi, penyakit ini biasanya tetap ringan.