Watu Purbo hanya salah satu dari sabo dam di lereng Gunung Merapi. Setidaknya ada lebih dari 250 sabo dam yang ada di lereng gunung itu.
JEDA.ID–Bendungan atau sabo dam Watu Purbo di Tempel, Sleman, DIY, menjadi tempat wisata kekinian yang banyak didatangi wisatawan di Jogja dan sekitarnya.
Bermula dari pengendalian banjir lahar Gunung Merapi, kini Watu Purbo menjelma menjadi destinasi wisata yang layak dikunjungi.
Sabo dam Watu Purbo terletak Dusun Bangunrejo, Desa Merdikorejo, Tempel, Sleman, DI Yogyakarta. Bendungan ini berada di Sungai Krasak yang menjadi perbatasan Sleman, DIY dengan Magelang, Jawa Tengah.
Sebagaimana dikutip dari Detikcom, Senin (20/1/2020), sabo dam Watu Purbo ini memiliki beberapa tingkat bendungan. Ada banyak bebatuan besar bekas dari erupsi Merapi.
Ketika cuaca cerah, berkunjung di pagi atau sore hari akan disuguhkan view gunung Merapi yang indah. Dikelilingi pepohonan besar yang masih hijau membuat tempat ini menjadi lebih terasa suasana alam yang masih alami.
Bendungan Watu Purbo bisa menjadi pilihan destinasi wisata alam yang murah meriah. Komunitas sepeda gunung di Sleman dan sekitarnya kerap menjadikan Watu Purbo sebagai lokasi untuk bersepeda.
Rahasia Sejarah di Balik Kembarnya Bangunan Solo & Jogja
Jalur menuju sabo dam ini cukup menaik, tidak terlalu terjal, ditambah udara yang masih segar jauh dari polusi menjadikan Watu Purbo kerap menjadi jujugan para pesepeda.
Menurut salah satu pengelola bendunga, Hardi, awal mulanya sabo dam ini menjadi salah satu tempat menambang pasir warga setempat. Setelah habis hanya tersisa bebatuan besar dan air saja, Akhirnya menjadi tempat wisata yang diberi nama Watu Purbo.
Alasannya terdapat bebatuan besar yang sudah ada sejak lama. Tempat wisata ini masih dikelola warga setempat dan sebagian mendapatkan kucuran dana dari pemerintah Provinsi DIY.
250 Sabo Dam di Merapi
Sabo dam ini hanya salah satu dari berbagai sabo dam di sungai-sungai yang berasal dari Gunung Merapi di perbatasan Jateng dan DIY. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mencatat hingga 2018 ada 646 sabo dam di Indonesia.
Jumlah terbanyak ada di kawasan Gunung Merapi yaitu 250 sabo dam, salah satunya adalah Watu Purbo itu. Kemudian ada juga 92 sabo dam di lereng Gunung Agung di Bali.
Menteri PUPR Basuki Hadimuljono menyatakan dalam pengendalian banjir lahar, Jepang dan Indonesia bekerja sama dalam pembangunan sabo dam dan pelatihan kepada insinyur Indonesia menjadi ahli sabo.
”Saat ini teknologi infrastruktur sabo dam di Indonesia menjadi terbaik ke-2 setelah Jepang,” sebut Basuki sebagaimana dikutip dari laman Kementerian PUPR.
Ini Deretan Kebakaran Gunung saat Puncak Kemarau
Dikutip dari laman JICA, sabo adalah istilah yang berasal dari Jepang. Kata ”sa” artinya pasir dan ”bo” artinya penanggulangan. Sehingga sabo dimaknai sebagai penanggulangan bencana yang diakibatkan pergerakan tanah atau sedimen yang dibawa oleh aliran air.
Kata sabo diusulkan oleh seorang ahli konservasi dari Amerika Serikat, Dr. Lowdermilk dalam kunjungannya ke Jepang pada 1951. Banyak negara yang mulai mengembangkan teknologi sabo dam untuk penanggulangan bencana.
Di Jepang, sabo mulai dikembangkan pada zaman Meiji tahun 1873 yang dimulai dengan terbitnya Undang-Undang Sabo di daerah Sungai Yodo di Pulau Honsyu.
Kemudian pada1882 terjadi banjir besar di Austria. Kejadian itu menjadikan pemerintah Austria mulai mengembangkan sabo di daerah pegunungan Alpen dengan istilah Wildbach Verbauung.
Di Prancis, pada 1718 diperkenalkan undang-undang pencegahan perusakan hutan dan gunung dengan istilah Restoration des Montagnes selanjutnya disebut sebagai Correctio et Reboisment. Dari sinilah kegiatan sabo mulai diperkenalkan di Eropa.
Dikenal dengan Istilah Cekdam
Sedangkan di Indonesia, teknik sabo diperkenalkan pertama untuk kali oleh seorang tenaga ahli Jepang, Mr. Tomoaki Yokota pada 1970. Teknik sabo dam untuk menangani masalah banjir lahar di daerah vulkanik, yaitu Gunung Merapi, Gunung Kelut dan Gunung Agung.
Lalu di Gunung Semeru dan Gunung Galunggung yang meletus kemudian. Di samping itu juga untuk menangani masalah erosi dan sedimentasi di daerah non-vulkanik di beberapa daerah di luar Jawa.
Secara teknis sabo mempunyai fungsi menjaga erosi permukaan tanah, menstabilkan dasar dan tebing sungai, mengurangi kecepatan banjir serta menampung aliran sedimen.
Peneliti Menguak Tsunami Selatan Jawa dari Mitos Nyi Roro Kidul
JICA menyebutkan sabo dam atau kerap juga disebut dengan cekdam menjadi dam pengendali sedimen. Dam ini dibuat melintang sungai untuk menahan sedimen yang mengalir dan ada di tempat tersebut, termasuk menahan sedimen dan mengendalikan aliran sedimen dan mengurangi kecepatan banjir lahar.
”Kalau cekdam sudah penuh dan kemudian terjadi banjir lahar maka cekdam akan menahan sementara sebagian material yang mengalir dan pada waktu tidak banjir maka sedimen yang tertahan akan dilepas turun sedikit demi sedikit bersama aliran air.”
Konstruksi sabo dam atau cekdam biasanya terdiri atas maindam, subdam, apron atau lantai dan sidewall atau dinding samping yang keduanya terletak diantara maindam dan subdam.
Inilah yang menjadikan sabo dam Watu Purbo bertingkat dan menjadi menarik dikunjungi.