Mitos Nyi Roro Kidul diyakini adalah metafora pernah terjadi gelombang besar di pantai selatan Jawa.
JEDA.ID–Potensi tsunami di selatan Jawa tak bisa dimungkiri. Jejak-jejak tsunami yang terjadi pada masa lampau tergambar jelas dari kesaksian para korban hingga mitos Nyi Roro Kidul.
Adalah Eko Yulianto, peneliti paleotsunami Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang melakukan pelacakan jejak tsunami masa lalu di pantai Selatan Jawa.
Tak sekadar melakukan penelitian melalui penggalian deposit tsunami, Eko melacak keberadaan tsunami pada masa lalu melalui kisah-kisah dongeng dan mitos.
Metode ini dikenal sebagai geomitologi dengan keyakinan bahwa mitos-mitos kerap menyimpan informasi tentang suatu peristiwa pada masa lalu.
”Prinsip yang digunakan adalah bumi mempunyai siklus untuk peristiwa-peristiwa yang ada di dalamnya apakah itu letusan gunung, tsunami, banjir, gempa, dan sebagainya,” ujar Eko sebagaimana dikutip dari laman lipi.go.id, Kamis (25/7/2019).
Eko menjelaskan mitos Nyi Roro Kidul diyakini adalah metafora pernah terjadi gelombang besar di pantai Selatan Jawa.
”Tetapi untuk kebutuhan politik dari Panembahan Senopati yang ingin menjadi raja baru sedangkan dia bukan keturunan langsung raja, perlu legitimasi politik yang dikemas dalam bentuk mitos turun-temurun,” ujar Eko.
Dirinya menjelaskan selama ini keberadaan mitos sudah mengakar kuat di masyarakat hanya saja masyarakat belum paham pesan-pesan yang ada di baliknya.
”Kalau kita bisa membuka isi pesan, bisa jadi medium penyadaran dan kesiapsiagaan bencana secara mudah untuk masyarakat,” ujar Eko. Penelitian Eko tentang tsunami selatan Jawa dituangkan dalam dokumenter The Untold Story of Java Southern Sea yang diputar 25 Juli 2019 di Jakarta.
Selama ini tsunami selatan Jawa yang terdokumentasi dengan baik yaitu pada 1994 di Banyuwangi dan pada 2006 yang menyebabkan tsunami di Pangandaran, Jawa Barat. Pada 1994, warga Banyuwangi menyebut tsunami dengan istilah banyu lampeg.
Tsunami di Banyuwangi yang terjadi pada 2 Juni 1994 itu menyebabkan 229 orang meninggal. “Orang kala itu teriak segarane banjir. Korban berjatuhan,” kenang Yasin, seorang warga Dusun Pancer, Sumberagung, Pesanggrahan, Banyuwangi, yang menjadi saksi hidup tsunami 1994.
Megathrust Selatan Jawa
Berdasarkan penelitian yang dilakukan diyakini pernah terjadi gempa megathrust di selatan Pulau Jawa dengan kekuatan M 9. Pakar tsunami dari Badan Pengkajian Penerapan Teknologi (BPPT) Widjo Kongko mengatakan ada potensi gempa M 8,8 yang menimbulkan tsunami setinggi 20 meter. Gempa bumi M 8,8 itu disebabkan karena ada segmen-segmen megathrust di sepanjang selatan Jawa.
Berdasarkan permodelan, bila gempa itu terjadi, gelombang tsunami memiliki potensi ketinggian 20 meter. Jarak rendaman sekitar tiga hingga empat kilometer. Gelombang tsunami akan tiba dalam waktu sekitar 30 menit seusai terjadi gempa besar.
”Jika Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) membutuhkan waktu lima menit sejak gempa untuk menyampaikan peringatan dini, masyarakat hanya memiliki waktu sekitar 25 menit untuk melakukan evakuasi atau tindakan antisipasi lain,” kata dia, beberapa waktu lalu sebagaimana dikutip dari Antara.
Merespons hal itu, Deputi Bidang Geofisika BMKG Muhamad Sadly mengatakan Indonesia sebagai wilayah yang aktif gempa bumi memiliki potensi gempa bumi yang dapat terjadi kapan saja dan dalam berbagai kekuatan.
Sampai saat ini belum ada teknologi yang dapat memprediksi gempa bumi dengan tepat dan akurat. Sehingga BMKG tidak pernah mengeluarkan informasi prediksi gempa bumi. Dia mengakui berdasarkan kajian para ahli bahwa zona megathrust selatan Jawa memiliki potensi gempa dengan magnitudo maksimum M 8,8.
”Tetapi ini adalah potensi bukan prediksi. Sehingga kapan terjadinya tidak ada yang tahu. Untuk itu kita semua harus melakukan upaya mitigasi struktural dan nonstruktural dengan membangun bangunan aman gempa. Melakukan penataan tata ruang pantai yang aman tsunami, serta membangun kapasitas masyarakat terkait cara selamat saat terjadi gempa bumi dan tsunami,” sebut dia dalam siaran pers pada 21 Juli 2019 lalu.
Dua hari berselang, Presiden Joko Widodo (Jokowi) secara tegas meminta BMKG bicara apa adanya terkait potensi gempa dan megathrust di wilayah Indonesia. Termasuk mengenai potensi tsunami selatan Jawa.
Edukasi dan Mitigasi
Jokowi mengatakan penyampaian yang apa adanya bukan bermaksud untuk meresahkan warga. Menurut dia, penyampaian yang apa adanya dari BMKG terkait potensi gempa dan megathrust untuk mengedukasi masyarakat agar lebih waspada.
”Bukan meresahkan. Sampaikan dan tindakan apa yang akan kita lakukan. Itu edukasi, memberikan pelajaran kepada masyarakat. Lama-lama kita akan terbiasa. Seperti di Jepang yang kita lihat, kalau ada gempa, sirene enggak bunyi, tenang-tenang saja. Tapi begitu sirene bunyi, larinya ke mana, arahnya ke mana, sudah jelas semuanya,” ujar Jokowi sebagaimana dikutip dari Detikcom.
Tantangan besar dari potensi bencana itu adalah mitigasi. BNPB menyebut ada 584 desa/kelurahan di selatan Pulau Jawa yang masuk zona rawan tsunami. Di ratusan desa itu, ribuan orang tinggal sehingga butuh edukasi mengenai tsunami.
Eko mengatakan tim peneliti di Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI tengah menyiapkan peta rendaman tsunami dalam skala detail 1:10.000. Peta tersebut dapat menjadi acuan kuat untuk perencanaan tata ruang wilayah pesisir.
Peta ini ditargetkan akan selesai pada tahun 2020 mendatang dengan tahap awal di 12 daerah yang memiliki kerentannan tinggi seperti Pangandaran, Cilacap, Kebumen, Purworejo, Kebumen, Yogyakarta, dan Pacitan.
”Dari peta tersebut akan bisa dipetakan data dasar ancaman tsunami seperti daerah yang tergenang sehingga bisa dihitung risiko dan direncanakan upaya pengurangan risikonya. Perlu segera dipikirkan strategi pengurangan risiko oleh pemerintah daerah dengan efek pembangunan di jalur Selatan Selatan Jawa,” sebut Eko.