Konsep dualisme menyebabkan Jogja dan Solo memiliki corak bangunan yang sama. Selain itu, letak kerajaan Mataram Islam yang berada di Solo juga memengaruhi.
JEDA.ID–Layaknya saudara kembar, bangunan di jantung Kota Solo dan Jogja memiliki banyak kemiripan. Bukan tanpa alasan, ada cerita sejarah yang menjadi jadi latar belakang miripnya dua kota ini.
Akar sejarah Kota Solo dan Jogja berasal dari Dinasti Mataram Islam. Perjanjian Giyanti pada 13 Februari 1755, memecah wilayah kekuasaan Mataram Islam.
Wilayahnya terbagi jadi dua yakni, Kasultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta. Terpecahnya dua wilayah ini berdampak pada gaya bangunan du dua kota yang berjarak sekitar 50 km ini.
Jika menyusuri jantung Kota Solo dan Jogja ada kemiripan tata letak serta corak bangunannya. Contohnya ada corak tradisional Jawa, seperti keraton dan alun-alun (tanah lapang depan keraton).
Tidak hanya itu, di sekitar pusat kota sama-sama memiliki bangunan peninggalan zaman Belanda. Contohnya gedung Bank Indonesia dan kawasan cagar budaya lainnya.
Lantaran memiliki kemiripan, dua kota ini sering dianggap sebagai kota kembar. Ambros, 21, warga asal Mojosongo, Jebres, Solo, mengakui Solo dan Jogja punya banyak kemiripan.
Ano, 20, warga asal Colomadu, Karanganyar, menyebutkan corak bangunan sampai letak bangunan di jantung dua kota ini sangat mirip. ”Kalau bentuk bangunan mirip sedikit, letaknya juga mirip sih, ada keraton sama benteng dekat situ,” katanya.
Di Solo ada Benteng Vastenburg yang lokasinya tidak jauh dari keraton. Begitu pula dengan Jogja yang ada Benteng Vredeburg. Bangunan di sekitarnya juga nyaris memiliki kesamaan fungsi saat ini meski lokasinya tidak sama persis.
Misalnya Gedung Bank Indonesia (BI) sampai kantor pos. Sedangkan posisi alun-alun baik alun-alun utara dan selatan (lor dan kidul) memiliki kemiripan yang nyaris sama.
Selma, 21, warga Banyuanyar, Banjarsari, Solo, menilai Solo lebih modern, namun corak warnanya tidak terlalu banyak. Sedangkan di Jogja, kesannya lebih kuno, namun punya corak warna lebih beragam.
Konsep Dualisme
Ketua Komunitas Solo Societet, Dani Saptoni, menyebut gaya bangunan Solo dan Jogja menganut konsep dualisme. ”Gaya bangunan Solo dan Jogja menganut konsep dualisme. Ada yang bergaya Eropa dan ada juga yang bergaya tradisional,” ujar pria yang akrab disapa Dani kepada jeda.id, beberapa waktu lalu.
Konsep dualisme ini menyebabkan dua kota ini memiliki corak bangunan yang sama. Selain itu, letak kerajaan Mataram Islam yang berada di Solo juga memengaruhi.
Ketika wilayahnya terbagi, Pangeran Mangkubumi (Sultan Hamengkubuwono I) di Kasultanan Yogyakarta, menganut konsep yang sama dengan Kasunanan Surakarta.
”Tata letak dan gaya bangunan Jogja memang diadaptasi dari Solo, makanya ada kemiripan di kedua kota ini,” tutur Dani.
Salah satu contoh kemiripannya adalah adanya Tugu Pemandengan di Solo dan Tugu Pal Putih di Jogja. Dua tugu ini saling berhubungan dan akhirnya membentuk harmonisasi.
Kala itu, Tugu Pemandengan, Solo, berfungsi sebagai satu titik fokus pemandangan raja di singgasana. Begitu pula dengan Tugu Pal Putih di Jogja.
Dua tugu ini memiliki titik imajiner, yang saling berhubungan. Tugu Pemandengan Solo berada di titik imajiner sebelah timur dan barat.
Titik imajiner sebelah timur berada di Gunung Lawu. Sedangkan sebelah barat di Gunung Merapi. Hubungannya semakin nyata, lantaran titik imajiner Tugu Pal Putih Jogja, berada di sebelah utara dan selatan.
Titik imajiner Tugu Pal Putih sebelah utara berada di Gunung Merapi. Sedangkan sebelah selatannya terletak di Pantai Selatan. Berbeda dengan Tugu Pemandengan, Tugu Jogja ini lebih mengandung unsur mistis atau mitologi.
Kampung Kauman
Selain itu, persamaan dua tugu ini berada pada bagian tengah titik imajiner. Keraton Solo dan Jogja sama-sama sebagai titik tengah dua tugu ini. Selain mengadaptasi tata letak dan gaya bangunan. Kesultanan Yogyakarta juga mengadaptasi penamaan kampung.
”Jadi selain tata letak dan gaya bangunannya yang sama, penamaan kampungnya juga mirip. Contohnya kalau di Solo ada Kauman, di Jogja juga ada,” jelas Dani. Kampung Kauman di Solo dan Jogja letaknya juga bersebelahan dengan keraton masing-masing.
Selain itu, banyak orang yang menganggap jika budaya Solo dan Jogja memiliki kemiripan. Salah satunya Sinta, 21, warga asal Sukoharjo. Ia mengatakan jika budaya, adat istiadat, dan tata krama antara Jogja dan Solo punya kemiripan.
Hal ini juga dibenarkan oleh Dani, menurutnya budaya Jogja dan Solo memang sama. Namun, hanya beda bentuk dan coraknya saja.
”Kalau budayanya memang sama, hanya saja punya ciri pembeda. Contohnya warna batik, kalau Jogja lebih cerah. Kalau Solo lebih gelap warna batiknya,” jelas Dani.