Menteri ATR/Kepala BPN Sofyan Djalil menyebut mafia tanah telah meyebabkan investasi triliunan rupiah ke Indonesia terhambat.
JEDA.ID— Menteri ATR/Kepala BPN Sofyan Djalil menyebut mafia tanah telah meyebabkan investasi triliunan rupiah ke Indonesia terhambat. Hal itu menyusul langkah Kementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) bersama Polri membongkar kasus mafia tanah.
Dia mencontohkan, akibat ulah mafia tanah, invetasi dari perusahaan Korea Selatan, Lotte Chemical senilai US$ 4 miliar atau setara Rp56 triliun (kurs Rp 14.000/US$) menjadi terhambat. “Di Banten itu Lotte Chemical mau invetasi hampir US$4 miliar dolar untuk pengembangan petrochemical,” kata dia dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Jumat (11/10/2019) seperti dilansir detikcom.
Tak heran bila akhirnya perusahaan yang relokasi pabrik dari China tidak memilih Indonesia sebagai lokasi baru. Ada 33 perusahaan yang hengkang dari Tiongkok memilih Vietnam, Thailand hingga Malaysia. “Sebanyak 33 perusahaan keluar dari China karena perang dagang mencari tempat yang baru tapi sayangnya tidak masuk ke Indonesia. Salah satu itu masalahnya ketidakpastian hukum terutama masalah tanah,” jelasnya.
Tak hanya merugikan perusahaan, tapi mafia tanah juga merugikan masyarakat umum. Bahkan dia mengungkap ada yang rugi hingga Rp200 miliar karena ditipu sindikat mafia tanah. “Kasus yang diekspos adalah bagaimana mafia pertanahan dengan sedemikian rupa semua abal-abal berhasil menipu masyarakat sampai Rp200 miliar. Saya tidak tahu apakah ini puncak dari gunung es,” ujarnya. Para mafia tanah itu saat ini sudah ditangkap oleh pihak kepolisian. Dan diproses secara hukum.
Masih Kalah
Tampaknya Indonesia perlu secara serius membuka diri untuk masuknya investasi baik asing maupun lokal. Tanpa investasi, ekonomi akan jalan di tempat. Untuk itu pemerintah perlu memperbaiki diri agar para investor mau menanamkan modalnya di Indonesia.
Dibanding dengan negara-negara tetangga, investasi asing di Indonesia masih kalah. Vietnam, misalnya, pada 2018 nilai investasi asing yang masuk mencapai 7% dari PDB-nya. Angka itu meningkat dibanding sebelumnya yang hanya 6,7% dari PDB.
Sementara itu, pada 2016 nilai investasi Indonesia hanya 0,4% dari PDB. Angka ini naik pada 2017 menjadi 2,2% PDB, lalu turun lagi tahun berikutnya menjadi 1,7%. Padahal pada 2018, Thailand dan Filipina sudah memasukkan investasi asing 2,9% dari PDB-nya. Berikut sejumlah faktor yang menghambat aliran investor ke Indonesia seperti dilansir dari berbagai sumber.
1. Banyak Peraturan yang Menghambat
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, Thomas Lembong, mengungkapkan banyaknya peraturan yang menghambat datangnya penanam modal. “Regulasi, peraturan yang berlebihan, kualitas konsistensi regulasi,” kata dia seperti dilansir detikcom belum lama ini.
Ketiadaan kepastian hukum tetap membuat penanam modal ragu untuk mengembangkan usahanya di Indonesia, maka dibutuhkan upaya merampingkan peraturan. Untuk mengurus izin usaha, kadang dibutuhkan dokumen hingga dua koper dan proses perizinan hingga bertahun-tahun.
2. Perpajakan
Perpajakan juga dinilai kurang ramah bagi investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Akibatnya, penanam modal memilih untuk berinvestasi di negara lain yang memberikan kemudahan perpajakan. Berdasarkan keterangan dari menteri keuangan total penerimaan pajak industri, 70 persen di antaranya berasal dari industri manufaktur.
“Beban pajak manufaktur terlalu besar. Bagaimana industri manufaktur kita maju, padahal negara lain memberikan insentif,” ujar Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, Thomas Lembong pada suatu kesempatan. Bank Dunia juga menyebut jika Indonesia tak dilirik oleh investor karena lamanya proses perizinan dan investor lebih memilih negara tetangga seperti Vietnam, Malaysia hingga Filipina. Hal ini menyebabkan foreign direct investment (FDI) sulit masuk ke Indonesia.
3. Kualitas SDM Rendah
Peringkat daya saing Indonesia tahun ini turun. Menteri Keuangan Sri Mulyani menilai turunnya peringkat daya saing RI karena kualitas SDM yang masih rendah. Posisi daya saing Indonesia saat ini berada di tingkat 50, turun 5 angka dibandingkan tahun 2018 lalu yang berada di posisi ke-45.
“Masalah fundamental struktural di Indonesia yang memang selama ini pemerintah dan presiden menyampaikan yaitu SDM, di mana mayoritas hanya lulusan SD dan SMP. Dan juga dari kualitas pendidikan yaitu hasil skor kalau dilihat entah tes, talent management memang menunjukkan kemampuan kita perlu ditingkatkan,” kata dia, saat ditemui di Pantai Tanjung Pasir, Tangerang, Jumat (11/10/2019) seperti dilansir Liputan6.com.
Dia menjelaskan, memperbaiki kondisi tersebut butuh waktu yang tidak sebentar. Selain itu, untuk jangka pendeknya, perbaikan kualitas SDM dapat dilakukan dengan penambahan program vokasi dan training.
4. Masalah Pertanahan
Hambatan investasi selanjutnya adalah masalah pertanahan di pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Penanam modal yang tertarik untuk berinvestasi terkendala masalah sertifikasi, izin bangunan serta zonasi lahan. Pada kenyataannya banyak mafia-mafia tanah yang membuat para investor berpikir ulang untuk menanamkan modalnya.
5. Hambatan masalah infrastruktur
Industri membutuhkan pendukung infrastruktur mulai dari jalan, bandara, pelabuhan, ketersediaan listrik, sarana angkut, air bersih, dan pengumpulan sampah.
Langkah Perbaikan
Melihat sejumlah hambatan dalam investasi, pemerintah harus terus memperbaiki diri agar para investor melirik dan menanamkan modalnya. Berikut sejumlah langkah yang telah dan harus ditingkatkan pemerintah seperti dilansir dari berbagai sumber.
1. Bidang Infrastruktur
Pemerintah telah mencanangkan pembangunan pembangkit listrik mencapai 35 ribu MW. Meski angka itu belum tercapai, setidaknya usaha untuk membenahi sektor energi yang dibutuhkan investor bisa terpenuhi. Langkah yang diambil pemerintah, misalnya, dengan mendahulukan penggunaan energi baru terbarukan dibanding pembangkit listrik yang menggunakan energi fosil.
2. Menyederhanakan Perizinan
Sejak awal masa pemerintahan, Presiden Jokowi telah memerintahkan BKPM untuk melakukan kerja sama dengan Kementerian Dalam Negeri untuk menyesuaikan berbagai aturan daerah yang dianggap menjadi penghalang masuknya investasi. Bahkan Mendagri pernah mencabut 3.000 Peraturan Daerah yang dianggap menjadi penghambat investasi.
Sayangnya Asosiasi Pimpinan Daerah menggugat keputusan Mendagri tersebut dan memenangkannya. Kini pemerintah pusat agak kesulitan mensinkronkan aturan-aturan daerah dengan aturan di pusat untuk memudahkan investasi. Reformasi perizinan sudah mulai dilakukan dengan penerapan izin secara online yang dapat memudahkan investor mencari kepastian. Menurut saran Bank Dunia pemerintah harus menciptakan kepastian terkait aturanm, sehingga prosesnya dapat diprediksi.
3. Memperbaiki Kinerja Birokrasi
Kendala perizinan dan lambannya birokrasi juga menjadi keluhan banyak pihak. Presiden Jokowi acap kali menyoroti kinerja birokrasi ini. Bukan hanya membenahi orang-orang di birokras, melainkan juga sampai pada tahap melakukan pemangkasan apabila ada lembaga negara yang ternyata fungsinya tidak signifikan.
4. Memperbaiki kualitas SDM
Masalah kualitas tenaga kerja atau SDM juga kendala yang cukup serius dalam meningkatkan daya saing. Pemerintah memang pada periode ini akan fokus membangun kualitas SDM yang disesuaikan dengan kebutuhan industri. Salah satunya dengan mendorong berbagai sekolah kejuruan dan vokasi. Anggaran yang digelontorkan di sektor pendidikan pun tidak sedikit.
Tahun ini sektor pendidikan mendapat alokasi anggaran sebesar Rp505 triliun, dan Rp508 triliun di tahun depan. Disebutkan Indonesia harus memberikan kejutan untuk investor dengan reformasi yang berani. Misalnya menyatakan jika Indonesia kredibel dan terbuka untuk model bisnis apapun.
5. Memperbaiki Kredibiltas
Masih menurut Bank Duni, dari sisi kredibilitas, Indonesia harus terintegrasi dengan rantai pasok global. Lalu menghilangkan surat rekomendasi untuk impor industri. Menghilangkan pemeriksaan sebelum pengiriman. Selain itu juga harus dilakukan konversi verifikasi standar nasional Indonesia (SNI). Kemudian dari sisi kesehatan dan keselamatan harus dilakukan sertifikasi. Bank Dunia juga memberi saran pemerintah harus menghilangkan tarif impor pada bahan utama untuk manufaktur.
6. Tinjau Peraturan Lama
Pihak terkait juga disarankan untuk meninjau kembali peraturan-peraturan lama dan harus mempertimbangkan dengan perkembangan yang baru. Misalnya mempertimbangkan biaya dan manfaat untuk bisnis bagi warga negara dan pemerintah, konsistensi dengan kebijakan hingga peraturan terkait investasi untuk meningkatkan kapasitas produksi.
“Hapus kontradiksi, inkonsistensi dalam undang-undang terkait pendaftaran dan perizinan bisnis. Untuk pemerintah daerah jangan mengeluarkan peraturan yang bertentangan dengan pemerintah pusat,” imbuh pernyataan Bank Dunia seperti dilansir detikcom, belum lama ini.
7. Peraturan yang Seragam
Hal yang tak kalah penting adalah kepatuhan dengan kebijakan presiden. Bank Dunia menilai investor banyak menjumpai aturan di tingkat bawah yang bertentangan dengan aturan pemerintah. Ini sangat mempengaruhi minat investor dan harus ada konsekuensi bagi pejabat yang merusak kebijakan tersebut.