• Thu, 28 March 2024

Breaking News :

Kontroversi Mendonorkan Sperma dan Kisah Pria Tersubur di Dunia

Dalam salah satu pasal yang tertuang pada draf RUU tentang Ketahanan Keluarga, ada larangan mendonorkan sperma atau ovum.

JEDA.ID – Dalam salah satu pasal yang tertuang pada draf RUU tentang Ketahanan Keluarga, ada larangan mendonorkan sperma atau ovum.

Dalam draft RUU Ketahanan Keluarga yang dikutip detikcom pada Selasa (18/2/2020), larangan donor sperma dan ovum itu termuat dalam Pasal 31 yang berbunyi:

Pasal 31

(1) Setiap orang dilarang menjualbelikan sperma atau ovum, mendonorkan secara sukarela, menerima donor sperma atau ovum yang dilakukan secara mandiri ataupun melalui lembaga untuk keperluan memperoleh keturunan.
(2) Setiap orang dilarang membujuk, memfasilitasi, memaksa, dan/atau mengancam orang lain menjualbelikan sperma atau ovum, mendonorkan, atau menerima donor sperma atau ovum yang dilakukan secara mandiri ataupun melalui lembaga untuk keperluan memperoleh keturunan.
Barangsiapa yang melanggar ketentuan Pasal 31, maka sanksi pidana sudah menunggu. Mereka yang mendonorkan sperma dan ovumnya, terancam pidana lima tahun penjara hingga denda mencapai Rp500 juta.

Pasal 139

Setiap Orang yang dengan sengaja memperjualbelikan sperma atau ovum, mendonorkan secara sukarela, atau menerima donor sperma atau ovum yang dilakukan secara mandiri ataupun melalui lembaga untuk keperluan memperoleh keturunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Sanksi pidana tak hanya mengancam mereka yang melakukan donor sperma dan ovum. Mereka yang sengaja membujuk hingga menjual sperma dan ovum bisa dipidana tujuh tahun dan denda mencapai Rp500 juta.

Pasal 140

Setiap Orang yang dengan sengaja membujuk, memfasilitasi, memaksa, dan/atau mengancam orang lain menjualbelikan sperma atau ovum, mendonorkan, atau menerima donor sperma atau ovum yang dilakukan secara mandiri ataupun melalui lembaga untuk keperluan memperoleh keturunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Untuk diketahui, RUU Ketahanan Keluarga ini telah masuk prolegnas. Dilihat dari laman resmi DPR Selasa (18/2/2020), update terakhir 13 Februari 2020.

Fakta-Fakta Mendonorkan Sperma

Meskipun mendonorkan sperma sudah menjadi hal yang biasa di luar negeri, namun tidak demikian halnya di Indonesia. Prosedur untuk mendapatkan keturunan ini masih belum bisa diberlakukan di Indonesia lantaran adanya aturan yang ketat mengenai mendapatkan donor sperma dari orang lain yang bukan pasangan yang sah. Berikut sejumlah fakta tentang mendonorkan sperma seperti dilansir dari berbagai sumber.

1. Tidak Sembarang Orang yang Bisa Jadi Pendonor Sperma

Untuk bisa diterima menjadi pendonor sperma, seorang pria harus melewati sejumlah pemeriksaan yang ketat. Hal ini ini untuk meminimalisasi adanya sperma yang bermasalah atau mengandung penyakit. Jadi, sperma yang diambil dan disalurkan ke penerima donor hanyalah sperma yang benar-benar berkualitas tinggi.

2. Donor Sperma Memungkinkan Siapa pun untuk Memiliki Anak

Pada dasarnya, donor sperma adalah pemberian sel sperma pada seorang wanita yang tidak dilakukan dengan cara berhubungan badan, melainkan melalui proses inseminasi buatan. Dengan demikian, cara ini tidak hanya bisa membantu pasangan suami istri saja yang ingin memiliki anak, namun juga bagi pasangan sesama jenis.

Bahkan, seseorang yang belum memiliki pasangan sekalipun bisa memperoleh anak dengan cara melakukan donor sperma. Hal inilah yang mungkin masih menjadi perdebatan di negeri ini.

3. Peluang Kehamilan

Proses pendonoran sperma tidak selalu berhasil membuahkan kehamilan. Mengingat, kualitas sperma yang dibekukan tetap saja tidak sebaik sperma segar. Sebuah studi menyebutkan peluang kehamilan dari sperma yang dibekukan lebih rendah 50 persen dibandingkan sperma segar.

4. Pendonor Sperma Tidak Bertanggung Jawab atas Anaknya

Bila pendonor sperma berhasil membuahkan kehamilan, maka penerima donor lah yang harus bertanggung jawab penuh terhadap anak yang dikandung layaknya orang tua pada umumnya. Pendonor sperma tidak bertanggung jawab sama sekali atas keturunan biologis dari spermanya. Bahkan, perjanjian legal akan menghapuskan hak pendonor sperma sebagai ayah pada anak biologis mereka nantinya.

Pria Tersubur di Dunia

Ed Houben dianggap sebagai pria tersubur di dunia (facebook)

Ed Houben dianggap sebagai pria tersubur di dunia (facebook)

Seorang pria bernama Ed Houben, dijuluki sebagai pria paling subur di Eropa. Ed Houben ini telah mendapatkan julukan “Sperminator” karena ia telah menjadi ayah dari total 106 bayi.  Tidak sedikit wanita dari tempat yang jauh datang dan mencari sosok lelaki yang berasal dari Maastricht di Belanda ini. Ia juga dijuluki “The Babymaker” oleh orang-orang di kotanya, karena tingkat keberhasilan dan reputasinya yang luar biasa dalam ‘mencetak’ bayi.

Dilansir suara.com dari stayathomemum.com.au, Ed mempunyai ‘pekerjaan’ sebagai seorang pendonor sperma kepada mereka yang ingin mempunyai anak. Maastricht Belanda itu merupakan pendonor sperma yang paling produktif di Eropa. Ia memulainya dengan mendonorkan sperma melalui bank sperma dan kini beralih dengan cara alami dengan melakukan hubungan intim dengan para kliennya. Jadi, lelaki ini mulai membuat iklan di situs web dan mengatakan bahwa dirinya bisa membawa sperma ke pasangan yang mencoba ingin hamil.

Anak-anak Houben tersebar di seluruh dunia. Ada yang di Australia, Israel, Kanada, Austria, Jerman, Belgia, Prancis, uksemburg, Italia, dan Inggris. Salah satu yang konsisten dari Houben adalah ia selalu siap memberikan spermanya.

Tingkat keberhasilannya sekitar 80% dan hingga saat ini, sejak ia mulai menyumbangkan sperma 14 tahun lalu, Ia telah menjadi ayah dari 106 anak, dan itupun yang ia ketahui.

Ingin Punya Keluarga

Sekitar dua pertiga anak-anak Ed dikandung “secara alami”, sedangkan lainnya melalui inseminasi buatan.
Dia mengatakan, rata-rata, inseminasi buatan bisa memakan waktu satu sampai 12 bulan, tetapi dengan cara alami, dapat memakan waktu satu hingga tiga siklus.

Dia memiliki tes STD setiap enam bulan dan sekarang mulai menjadi lebih selektif terhadap perempuan yang akan dia bantu.
“Saya memiliki anak-anak di Australia, Israel, Kanada, Austria, Jerman, Belgia, Prancis, Luksemburg, Italia, Inggris … kemungkinan ada juga,” ungkapnya dalam sebuah wawancara dengan New York Post beberapa waktu lalu. Ia mengatakan perempuan yang pernah memakai jasanya tidak pernah terdengar lagi kabarnya.

Dia mengatakan alasan utama dia tidak berkontak dengan beberapa pasangan untuk mengetahui apakah tindakan itu berhasil atau tidak. Karena pasangan tersebut takut Ed menginginkan untuk terlibat dalam kehidupan anak-anak mereka.
Selama ini tidak ada tanda tangan kontrak untuk hal-hal seperti hak asuh anak atau tuntutan lainnya. Sehingga sampai saat ini tidak ada yang menggugatnya untuk tunjangan anak. Houben tidak memiliki dokumen resmi atas tindakan yang dilakukannya. Dia merasa cukup dilindungi oleh hukum Belanda dan orang-orang berkualitas yang telah memilihnya.

Meskipun sudah memiliki begitu banyak anak (dan jumlahnya akan terus meningkat ketika dia terus menyumbangkan spermanya), Ed memiliki harapan untuk menetap dan memiliki keluarga sendiri suatu hari nanti.

Ditulis oleh : Anik Sulistyawati

Sign up for the Newsletter

Join our newsletter and get updates in your inbox. We won’t spam you and we respect your privacy.