Dokter wanita pertama di RI ini juga dikenal sangat dermawan, ia sering menggratiskan biaya beberapa pasien yang tak mampu membayar perawatan.
JEDA.ID-Google Doodle pada Rabu (17/2/2021) menampilkan sosok dokter wanita pertama di Indonesia. Siapakah dokter wanita pertama di Indonesia?
Dokter wanita pertama di Indonesia adalah Marie Thomas. Marie Thomas hari ini genap berusia 125 tahun. Simak kisahnya di kisah inspiratif ini. Wanita kelahiran desa Likupang, Sulawesi Utara, ini mengukir sejarah dalam bidang spesialis wanita pertama di ginekologi dan kebidanan.
Wanita ini juga dikenal sangat dermawan, ia bahkan sering menggratiskan biaya beberapa pasien yang tak mampu membayar perawatan. Ia tampak sangat jatuh cinta dengan profesi yang ditekuninya, ia juga mendirikan sekolah kebidanan, pertama di Sumatra.
Baca Juga: Ini Daftar Mobil di Bawah 1.500 cc yang Tak Dapat Diskon Pajak
“Selamat ulang tahun, Dr Marie Thomas. Terima kasih atas dedikasi tanpa pamrih Anda untuk kehidupan orang lain yang telah membuka jalan bagi perempuan di Indonesia untuk mengejar kedokteran dan pendidikan tinggi,” demikian ucapan yang tertera di balik perayaan Google Doodle.
Dikutip dari wikipedia, Marie Thomas lahir di Likupang, Minahasa, Sulawesi Utara, 17 Februari 1896. Marie Thomas meninggal di Bukittinggi, Sumatra Barat, 10 Oktober 1966 pada umur 70 tahun. Marie Thomas adalah seorang wanita Indonesia pertama yang menjadi dokter. Dia lulus dari Sekolah Pendidikan Dokter Hindia (STOVIA atau Sekolah tot Opleiding van Indische Artsen) pada 1922. Dia kemudian menjadi spesialis bidang obstetri dan ginekologi dan adalah dokter Indonesia pertama yang menjadi spesialis dalam bidang ini. Dia juga mendirikan sebuah sekolah kebidanan di Bukittinggi.
Ayahnya bernama Adriaan Thomas dan ibunya bernama Nicolina Maramis. Ayahnya memiliki karier di militer sehingga keluarganya harus terus pindah ke berbagai daerah di Indonesia. Namun, ini juga memungkinkan Marie untuk mendapat pengalaman sekolah di berbagai sekolah dari Sulawesi hingga Jawa.
Pada mulanya STOVIA tidak menerima wanita sebagai mahasiswa, tetapi kebijakan tersebut berubah sebagian besar karena usaha Aletta Jacobs (dokter wanita pertama di Belanda). Ketika Jacobs mengunjungi Hindia Belanda pada tahun 1911, dia mendesak masalah ini kepada Gubernur-Jenderal A.W.F. Idenburg. Setelah kemudian wanita diizinkan untuk mendaftar ke STOVIA, terdapat sebuah kendala baru yaitu mereka tidak bisa dipekerjakan oleh Layanan Kesehatan Sipil (Burgerlijke geneeskundige dienst) dan karenanya mereka harus membayar studi mereka sendiri di STOVIA.
Baca Juga: 10 Makanan dan Minuman Ini Dipercaya Bisa Memperbesar Ukuran Payudara, Mau Coba?
Untuk mengatasi masalah ini, saudara perempuan Aletta yaitu Charlotte Jacobs (wanita pertama yang memperoleh gelar dalam bidang farmakologi di Belanda), membantu mendirikan sebuah yayasan untuk mengumpulkan dana bagi siswa perempuan yang belajar STOVIA. Yayasan ini didirikan pada 1 September 1912 dengan bantuan Marie van Zeggelen dan Elisabeth van Deventer.
Yayasan yang mereka bentuk bernama Perkumpulan untuk Membentuk Dana Studi untuk Pendidikan Dokter Hindia Wanita (SOVIA atau Vereeniging tot Vorming van een Studiefonds voor Opleiding van Vrouwelijke Inlandsche Artsen). Marie mulai belajar di STOVIA pada bulan September 1912 dan ia didukung oleh yayasan SOVIA. Pada saat pendaftarannya, Maria adalah satu-satunya siswa perempuan di antara sekitar 200 siswa laki-laki. Hanya dua tahun kemudian barulah sekolahnya menerima siswa perempuan kedua yang bernama Anna Warouw yang juga berasal dari daerah Minahasa.
Marie Thomas menyelesaikan studinya di STOVIA pada 1922 dan ia diakui sebagai lulusan wanita pertama STOVIA. Dia kemudian memulai prakteknya di rumah sakit utama di Batavia bernama Centrale Burgerlijke Ziekeninrichting (CBZ) (sekarang Rumah Sakit Umum Pusat Nasional dr. Cipto Mangunkusumo).
Dia kemudian bekerja di Medan, Manado, dan kembali ke Batavia dan bekerja di Rumah Sakit Budi Kemuliaan yang didirikan oleh yayasan SOVIA. Marie sempat menjadi asisten Nicolaas Boerma, seorang dokter Belanda yang spesialisasi dalam bidang obstetri. Dia adalah salah satu dokter pertama di Indonesia yang memakai alat pengaturan kelahiran dan intrauterine device.
Baca Juga: Lupa EFIN Saat Mau Lapor SPT Pajak? Begini Solusinya
Marie menikah dengan Mohammad Joesoef yang juga adalah seorang dokter pada 16 Maret 1929. Mereka kemudian pindah ke Padang di Sumatra Barat tempat asal Mohammad. Di Padang, Marie mengambil jabatan di Layanan Kesehatan Masyarakat (DVG atau Dienst der Volksgezondheid). Mereka kembali ke Batavia setelah beberapa tahun di Padang. Di Batavia, Marie terlibat dengan partai Persatuan Minahasa di mana Sam Ratulangi juga menjadi anggota. Kemudian Marie dan suaminya kembali ke Sumatra Barat, kali ini menetap di Fort de Kock (sekarang Bukittinggi). Pada 1950, ia mendirikan sekolah kebidanan di Bukittinggi, yang merupakan sekolah kebidanan pertama di Sumatra dan yang kedua di Indonesia.