Perseteruan muncul dari sindiran saat pidato hingga pergi ke luar negeri tanpa izin.
JEDA.ID–Cerita perseteruan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H. Laoly dan Wali Kota Tangerang Arief Wismansyah mencuat ke publik. Permasalahan menteri vs kepala daerah ini bermula dari sindiran saat pidato dan izin pembangunan merembet ke penghentian layanan publik hingga tidak diangkutnya sampah.
Konflik bermula saat Yasonna meresmikan Politeknik Ilmu Pemasyarakatan (Poltekip) dan Politeknik Imigrasi (Poltekim) di kawasan Pusat Pemerintahan Kota Tangerang, Rabu (10/7/2019).
Yasonna meminta jajarannya untuk tidak mengurus izin yang berkaitan dengan pembangunan dua poltek tersebut ke Pemkot Tangerang. Dia bahkan menyebut Arief Wismansyah kurang ramah dan dituding menghambat pembangunan di lahan milik Kemenkumham.
”Kepala BPSDM Hukum dan HAM supaya tidak mengurus izin-izin yang berkaitan dengan ini, karena Pak Wali Kota agak kurang ramah dengan Kemenkumham,” kata Yasonna kala itu.
Dalam hitungan jam, pernyataan Yasonna langsung direspons Arief. Dia menghentikan sementara layanan publik pada sejumlah sarana milik Kemenkumham.
Pemkot Tangerang melalui surat perintah Nomor 593/2341-Bag.Hukum/2018 yang ditandatangani 10 Juli 2019 oleh Arief memastikan menghentikan layanan umum pengangkutan sampah, perbaikan drainase, perbaikan dan penerangan jalan di permukiman penduduk di lahan Kemenkumham.
Surat tersebut diprotes masyarakat di dua kompleks Pengayoman dan Kehakiman hingga membatalkan kebijakan itu. Akhirnya kebijakan ini hanya menerapkan untuk perkantoran milik Kemenkumham di Tangerang.
Respons dari Wali Kota Tangerang itu juga ”dibalas” Kemenkumham. Menteri vs kepala daerah berbuntut panjang saat kementerian itu melaporkan Arief ke Mabes Polri karena menggunakan lahan milik Kemenkumham tanpa izin. Lahan yang dimaksud adalah lahan yang kini dipakai Pemkot Tangerang.
”Ceritanya itu kan pemerintah Tangerang Kota banyak memakai tanah-tanah kita. Itu kantor wali kota tanah Kumham, tapi sudah diserahkan. Masih banyak tanah Kumham yang dipakai dibangun Pemkot tak ada izin dari kita. Kemudian waktu kita bangun politeknik sampai sekarang tak keluar izinnya. Sudah disurati apa ada kekurangan izin, perlengkapan, tidak ada, tidak dijawab-jawab,” tutur Yasonna kepada wartawan di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (16/7/2019), sebagaimana dikutip dari Detikcom.
Politikus PDIP ini menilai Arief melanggar UU Pelayanan Publik karena fasilitas yang ditutup itu berdampak kepada rakyat. Dia mendengar sudah ada keluhan dari masyarakat dan teguran dari Ombudsman.
Bantah Mempersulit
Versi Humas Pemkot Tangerang, Wali Kota tak berniat mempersulit, namun ingin lahan-lahan milik Kemenkum HAM dimanfaatkan lebih luas untuk kepentingan rakyat Tangerang.
”Intinya Pak Wali berkeinginan fasos fasum itu ada sebagian lahan punya Kemenkum HAM diserahkan ke Pemkot Tangerang untuk dijadikan semacam alun-alun, lahan terbuka hijau untuk kepentingan masyarakat kota Tangerang,” kata Kabag Humas Pemkot Tangerang Achmad Ricky Fauzan.
Yasonna menyebut telah bertemu dengan Arief mengenai hal itu. Pertemuan keduanya terjadi saat mereka menghadiri rapat kabinet terbatas (ratas) pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) yang dipimpin Presiden Jokowi.
Sebagaimana dikutip dari Liputan6.com, Yasonna mengatakan Arief telah meminta waktu bertemu guna membicarakan polemik perizinan lahan yang digunakan Kemenkumham. Pertemuan akan diatur setelah Yasonna selesai melakukan kunjungan ke Batam.
Cerita menteri vs kepala daerah sempat terjadi pada 2018 lalu. Adalah Bupati Kepulauan Talaud Sri Wahyumi Manalip yang terlibat konflik dengan Kemendagri.
Sri sempat memutasi pejabat di Pemkab Talaud tak lama setelah pilkada usai. Ada sekitar 305 pejabat yang dicopot. Kemendagri langsung menegur Sri karena kebijakan mutasi itu melanggar UU.
Sri kembali memantik polemik saat dia melakukan perjalanan ke luar negeri selama hampir satuu bulan pada 13 September 2017 hingga 20 Oktober 2017. Kala itu Sri pergi ke Amerika Serikat dengan biaya sendiri. Masalahnya, Sri pergi ke AS tanpa memiliki izin dari gubernur.
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo pun mengeluarkan surat keputusan untuk menonaktifkan Sri. Kemendagri memutuskan untuk menonaktifkan Sri selama tiga bulan. Cerita Sri berakhir saat KPK menangkapnya pada 30 April 2019 lalu.
Tangan Kanan-Kiri
Sebelum itu ada mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang pernah disindir Tjahjo karena kerap konflik dengan DPRD. Saat Rakornas Tim Terpadu Penanganan Konflik Sosial 2015,Tjahjo meminta para kepala daerah tidak ikut-ikutan gaduh seperti yang terjadi di DKI Jakarta. Kasus ini hanya sebatas sindiran dan tidak berunjung dengan konflik.
Tjahjo menyebut Kemendagri fokus membangun tata kelola pemerintahan pusat dan daerah yang lebih efektif dan efesien. Fokus lainnya, mengoptimalkan percepatan reformasi birokrasi, penguatan otonomi daerah dan lain sebagainya.
Karenanya sekarang pelantikan gubernur bukan oleh Mendagri atas nama Presiden. Tapi langsung oleh Presiden. “Sebab gubernur adalah tangan kanan presiden, tangan kirinya ya menteri-menteri,” kata Tjahjo beberapa waktu lalu.
Menurut dia, tugas pemerintah pusat yang paling penting adalah memastikan program strategis nasional terlaksana di tingkat provinsi, kabupaten dan kota. Tapi ini dilakukan tanpa mengabaikan program prioritas dari kepala daerah.
”Intinya, harus seiring sejalan. Saling melengkapi. Termasuk juga memastikan pembangunan berjalan optimal di tingkat kecamatan, desa, dan kelurahan,” ujar dia.