Pertumbuhan ekonomi RI ini diklaim lebih baik dibandingkan Singapura dan Jerman.
JEDAID-Akibat pandemi Covid-19, pertumbuhan ekonomi RI 2020 minus 2,07. Pertumbuhan ekonomi RI ini sejalan dengan proyeksi pemerintah yang berada di kisaran minus 2,2 persen hingga minus 1,7 persen.
Namun, pertumbuhan ini berada di bawah ekspektasi yang dipasang oleh Bank Dunia dan Asian Development Bank (ADB) yang sama-sama memperkirakan Indonesia akan tumbuh minus 2,2 persen. Ta[i tenang, pertumbuhan ekonomi RI ini lebih baik jika dibandingkan negara tetangga Singapura yang tumbuh minus 5,8 persen ataupun Filipina yang terkontraksi -9,5 persen.
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan produk domestik bruto (PDB) Indonesia pada sepanjang 2020 tumbuh minus 2,07 persen. Realisasi ini anjlok dibandingkan 2019 lalu yang tumbuh 5,02 persen. Kontraksi ekonomi ini dipicu oleh pandemi Covid-19 yang mempengaruhi kegiatan ekonomi masyarakat.
“Indonesia tidak sendiri. Pandemi ini betul-betul menyebabkan kontraksi yang sangat buruk di berbagai negara,” ujar Kepala BPS Suhariyanto seperti dikutip dari Bisnis.com, Jumat (5/2/2021).
Baca Juga: Waspada! Menopause pada Pria Dimulai Usia 40 Tahun, Ini Cirinya
Dari sisi produksi, Suhariyanto mengatakan kontraksi pertumbuhan terdalam terjadi pada Lapangan Usaha Transportasi dan Pergudangan sebesar 15,04 persen.
Sementara itu, dari sisi pengeluaran hampir semua komponen terkontraksi, Komponen Ekspor Barang dan Jasa menjadi komponen dengan kontraksi terdalam sebesar 7,70 persen. Adapun, Impor Barang dan Jasa yang merupakan faktor pengurang terkontraksi sebesar 14,71 persen.
7 Sektor Tumbuh Positif
BPS mencatat pada kuartal IV/2020 minus 2,19 persen secara tahunan atau year on year (yoy) dan kuartalan kontraksi 0,42 persen. Suhariyanto mengatakan bahwa ada 7 sektor yang tumbuh positif. Akan tetapi, pertumbuhannya melambat.
“Terkecuali untuk sektor informasi dan komunikasi serta jasa kesehatan dan kegiatan sosial,” katanya melalui konferensi pers virtual, Jumat (5/2/2021).
Berdasarkan laporan BPS, informasi dan komunikasi pada 2020 tumbuh 10,58 persen. Realisasi tersebut naik dari posisi 2019 yang tumbuh 9,42 persen. Sedangkan jasa kesehatan dan kegiatan sosial tahun lalu tumbuh 11,60 persen, naik dibandingkan 8,69 persen pada 2019.
Sektor lainnya yang tumbuh tahun lalu yaitu pertanian, kehutanan, dan perikanan 1,75 persen, jasa keuangan dan asuransi 3,25 persen, pendidikan 2,63 persen, real estat 2,32 persen, dan pengadaan air 4,94 persen.
10 Sektor Mengalami Kontraksi
Suhariyanto menjelaskan bahwa ada 10 sektor yang mengalami kontraksi pada tahun lalu. Semuanya yaitu industri pengolahan minus 2,93 persen, perdagangan minus 3,72 persen, konstruksi minus 3,26 persen, dan pertambangan serta penggalian minus 1,95 persen.
Selanjutnya administrasi pemerintahan minus 0,03 persen, jasa lainnya minus 4,10 persen, jasa perusahaan minus 5,44 persen, dan pengadan listrik serta gas minus 2,34 persen.
“Dan yang terdalam untuk sektor transportasi dan pergudangan yang pada tahun 2020 karen pandemi mengalami kontraksi 15,04 persen dan satu lagi akomodasi serta makan minuman mengalami kontraksi 10,22 persen,” jelasnya.
Baca Juga: Shinkansen Berubah Jadi Tempat Kerja, Kereta Malam Berhenti Beroperasi
Meski minus, pemerintah mengklaim program pemulihan ekonomi on the track. Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu menegaskan menegaskan arah pemulihan ini akan didorong lebih cepat ke depannya, terutama dengan mulai berjalannya vaksinasi secara terukur dan terencana dengan baik.
“Dukungan kebijakan fiskal yang telah terjadi secara kuat di 2020 akan tetap dilanjutkan dan tetap bersifat countercyclical di 2021. Ini tercermin pada angka defisit 5,7 persen terhadap PDB dalam APBN 2021,” ujar Febrio dalam siaran pers, Jumat (5/2/2021).
Dia melanjutkan pemerintah juga akan tetap fokus melakukan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) di 2021 baik untuk dukungan terhadap rumah tangga maupun sektor usaha, khususnya UMKM. “APBN 2021 terus diarahkan untuk mendorong pemulihan ekonomi Indonesia namun tetap konsolidatif dengan defisit 5,7 persen terhadap PDB,” ujarnya.
Program PEN terus dilanjutkan untuk memastikan penanganan Covid-19 terus berjalan secara efektif, menjaga daya beli masyarakat, serta menstimulasi pemulihan dunia usaha. Febrio juga menekankan Kementerian Keuangan bersama dengan Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dalam Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) juga terus melakukan koordinasi secara erat untuk memastikan bahwa proses pemulihan ekonomi nasional didukung oleh kebijakan yang kondusif, terpadu dan efektif.
Kebijakan fiskal baik dalam bentuk insentif fiskal dan belanja negara, kebijakan moneter, makroprudensial, sistem pembayaran, kebijakan makroprudensial sektor keuangan, dan kebijakan penjaminan simpanan secara terpadu diarahkan selaras dengan reformasi struktural yang terus dilakukan.
Baca Juga: 6 Jenis Kanker Pada Anak, Lakukan Deteksi Dini Sebelum Terlambat!
Koordinasi dan sinergi kebijakan terpadu dalam rangka percepatan pemulihan ekonomi sangat dibutuhkan untuk membantu pelaku ekonomi agar tetap dapat bertahan dan mulai melakukan ekspansi usahanya mengambil momentum pemulihan ekonomi yang sudah semakin nyata. Reformasi struktural untuk menghapus berbagai hambatan iklim usaha dan produktivitas terus dilakukan.
Manfaatnya akan tercermin pada meningkatnya aktivitas ekonomi khususnya investasi yang menciptakan lapangan kerja.
“Momentum reformasi terus diperkuat dalam fase pemulihan ekonomi, sebagaimana tercermin dalam aturan turunan UU Cipta Kerja yang telah dirampungkan dan segera dapat diimplementasikan,” papar Febrio.
Kelanjutan fase pemulihan perekonomian Indonesia tercermin pada angka pertumbuhan PDB kuartal IV/2020 sebesar -2,19 persen (yoy). Hal ini lebih baik dibandingkan kinerja dua triwulan sebelumnya yang mencatat kontraksi -5,32 persen di kuartal II dan -3,49 persen di kuartal III.
Secara keseluruhan, kinerja ekonomi nasional di sepanjang 2020 tercatat tumbuh sebesar -2,07 persen (yoy). Febrio menuturkan realisasi pertumbuhan ekonomi tersebut berada dalam rentang proyeksi pemerintah di kisaran -2,2 persen s.d -1,7 persen.
“Ini lebih baik dibandingkan banyak negara di ASEAN maupun G20 yang mengalami kontraksi cukup dalam,” katanya.
Seperti diketahui, Amerika Serikat mengalai kontraksi -3,5 persen; Jerman sebesar -5,0 persen; Rusia -3,1 persen; Singapura -5,8 persen; dan Filipina – 9,5 persen. Capaian pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya lebih rendah dari pertumbuhan ekonomi Korea -1,0 persen, China 2,3 persen, dan Vietnam 2,9 persen.