Penyebaran penyakit zoonosis menjadi lebih mungkin karena gaya hidup manusia saat ini dan faktor lain.
JEDA.ID-Kelompok penelitian mengatakan bahwa kucing dan anjing akan membutuhkan vaksin virus Corona (Covid-19) mereka sendiri. Kucing dan anjing butuh vaksin Corona tersendiri untuk mencegah virus Corona berkembang lebih jauh dan kembali melompat ke manusia.
Simak ulasan info sehat kali ini tentang kucing dan anjing butuh vaksin Corona. SARS-CoV-2, virus penyebab pandemi Covid-19, diketahui telah menginfeksi sejumlah hewan selain manusia, termasuk kucing, anjing, cerpelai, harimau, dan gorila. Akan tetapi, sejauh ini ilmuwan tidak menganggap hewan memainkan peran penting dalam penyebaran virus ke manusia.
Namun demikian, penulis editorial yang dirilis baru-baru ini di jurnal Virulence, mengatakan bahwa reservoir hewan ini dapat menimbulkan risiko bagi manusia di masa mendatang, karena ada potensi virus untuk berevolusi pada spesies tersebut dan menyebar ke manusia.
Baca Juga: Inilah Jenis Teh Terlangka Di Dunia
Kavin Tyler, pemimpin redaksi Virulence dan para penulis editorial menyatakan bahwa risikonya selama ada reservoir ini adalah virus akan mulai berpindah dari hewan ke hewan dan kemudian mulai mengembangkan strain khusus hewan.
Selanjutnya, strain dapat menyebar kembali ke populasi manusia dan hal tersebut akan membuat kejadian seperti ini akan kembali terulang. “Dengan demikian, vaksinasi beberapa spesies hewan peliharaan mungkin juga diperlukan untuk mengekang penyebaran infeksi,” catat para penulis.
Namun demikian, penulis tidak menyerukan untuk memvaksinasi anjing dan kucing terkait Covid-19 untuk saat ini, melainkan lebih kepada mengusulkan gagasan tersebut untuk dipertimbangkan di masa depan.
Tyler mengatakan kepada Livescience melalui email, penting ditekankan bahwa mereka tidak melihat penularan selanjutnya pada kucing atau anjing yang terjadi saat ini dan pemilik tidak perlu mempertimbangkan untuk memvaksin hewan peliharaan mereka.
“Akan tetapi, kami harus bersiap untuk hal itu sebagai kemungkinan di beberapa tahap,” katanya seperti dikutip dari Live Science dan dikutip Bisnis.com, Selasa (26/1/2021).
Memang, Departemen Pertanian Amerika Serikat saat ini tidak memberikan persetujuan untuk lisensi vaksin Covid-19 hewan peliharaan, karena saat ini data tidak menunjukkan bahwa vaksin memiliki nilai tersebut.
Joelle Hayden, juru bicara Departemen Pertanian AS mengatakan kepada majalah Science bahwa perusahaan masih bebas untuk melakukan penelitian dan pengembangan vaksin, tapi tanpa lisensi mereka tidak dapat menjual atau mendistribusikannya.
Akan tetapi, vaksin Covid-19 untuk cerpelai – yang telah terbukti terinfeksi virus dalam jumlah besar di peternakan dan menyebarkannya kembali ke manusia dalam beberapa kasus di sejumlah negara – adalah cerita lain.
Menurut New York Times, Departemen Pertanian AS telah menerima aplikasi lisensi vaksin Covid-19 untuk cerpelan dan para peneliti di Amerika Serikat dan Rusia saat ini sedang mengembangkan vaksin untuk hewan tersebut.
Lebih luas lagi, editorial baru menyerukan penggunaan berkelanjutan atas langkah-langkah kesehatan dan keselamatan yang ketat untuk mengurangi transmisi dan evolusi dari varian SARS-CoV-2 yang baru.
“Melanjutkan upaya kesehatan masyarakat untuk mendorong vaksinasi serta terus menggunakan alat pelindung diri yang tepat, seperti penutup wajah yang tepat dan menjaga interaksi sosial yang aman adalah hal paling penting,” kata mereka.
Baca Juga: WHO Keluarkan Pedoman, Pasien Isolasi Mandiri Wajib Punya Oximeter
Sebelumnya, Sarah Gilbert, profesor yang memimpin pengembangan vaksin virus Corona dari University of Oxford memperingatkan peningkatan risiko wabah penyakit yang ditularkan dari hewan kepada manusia.
Dia percaya bahwa penyebaran penyakit zoonosis menjadi lebih mungkin karena gaya hidup manusia saat ini dan faktor lain, seperti peningkatan kepadatan populasi, peningkatan perjalanan internasional, dan deforestasi.
Hingga kini, asal usul patogen virus Corona baru masih menjadi misteri. Kendati sebagian besar peneliti dari berbagai negara percaya bahwa virus tersebut muncul pada hewan kelelawar sebelum masuk ke populasi manusia melalui inang hewan lain.
Penyakit lain yang telah menyebar ke seluruh dunia juga berasal dari hewan, seperti Ebola, SARS, dan virus West Nile. Adapun, Covid-19 merupakan virus yang paling menyebar sejauh ini dan telah menginfeksi lebih dari 25 juta orang di dunia.
Sejumlah pihak telah menyerukan upaya internasional untuk menekan perdagangan ilegal hewan liar, yang tetap menjadi salah satu ancaman terbesar bagi keanekaragaman hayati di masa depan, selain juga menjadi sarana penularan virus dari hewan ke hewan atau dari hewan ke manusia.
Perpindahan dari Hewan ke Manusia
Menurut World Health Organization (WHO), sekitar 1 miliar kasus penyakit dan jutaan kematian terjadi setiap tahun akibat zoonosis. Sementara sekitar 60 persen penyakit menular baru yang dilaporkan secara global berkaitan dengan perpindahan dari hewan ke manusia.
Gilbert menyatakan bahwa ancaman yang ditimbulkan oleh penyakit-penyakit ini tidak akan berkurang di masa mendatang, karena dunia saat ini semakin mengglobal, “Karena hal-hal yang terjadi di dunia, kemungkinan kita akan mengalami infeksi zoonosis yang menyebabkan wabah di masa depan,” katanya seperti dikutip The Independent, Senin (31/8/2020).
Dia melanjutkan kepadatan populasi yang lebih besar, perjalanan yang lebih masif, dan penggundulan hutan di berbagai penjuru dunia membuat kemungkinan terjadinya wabah penyakit lebih besar, dan kemungkinan persebarannya juga tinggi.
Bulan lalu, para ahli dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations/UN) juga telah memperingatkan bahwa jumlah penyakit zoonosis akan terus meningkat kecuali ada tindakan yang diambil guna melindungi satwa liar dan melestarikan lingkungan.
Menurut laporan dari UN Environment Programme and the International Livestock Research Institute, transfer patogen dari hewan ke manusia didorong oleh kerusakan lingkungan alam, termasuk melalui degradasi lahan, eksploitasi satwa liar, ekstraksi sumber daya, dan perubahan iklim.
Di luar ancaman yang ditimbulkan oleh penyakit ini, Gilbert, yang terlibat dalam pengembangan dan pengujian vaksin flu universal, juga yakin akan ada wabah jenis influenza lain yang kuat di masa mendatang, serupa dengan yang terlihat selama musim 2017-2018.
Baca Juga: Virus Corona Butuh Kolesterol untuk Menyerang Sel, Ini Penjelasannya
Di Amerika Serikat, menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC), influenza menewaskan sekitar 80.000 orang sepanjang musim dingin 2017-2018, menjadikannya salah satu wabah paling mematikan dalam beberapa dekade.
“Akan ada pandemi flu lain di masa depan. Ini akan muncul lagi, [tetapi] kami tidak tahu subtipe flu apa itu. Saya sedang mengerjakan vaksin flu universal yang akan bekerja melawan semua jenis flu, apakah itu H1N1, H3N3, atau H7N7,” tandasnya.
Sejauh ini belum ada vaksin flu universal yang disetujui untuk penggunaan umum. Dia menuturkan bahwa berdasarkan pengalaman dan penelitian, ada begitu banyak virus flu yang beredar di luar sana dan itu berbahaya karena bersifat musiman dan penyebarannya bisa melalui hewan.
Dia menyebut bahwa ilmuwan telah memberantas cacar air, karena penyakit itu tidak ada pada hewan. Begitu juga dengan polio yang hampir dihilangkan dari muka bumi. Penyakit lain adalah campak yang secara teori dapat diberantas karena tidak ada reservoir hewan.
“Akan tetapi, itu tidak berlaku untuk flu. Penyakit itu ada pada banyak burung liar yang bermigrasi dan kita tidak dapat menyingkirkan reservoir itu. Ini akan terus menginfeksi orang dan kemudian akan ada pandemi lain dengan jenis flu berbeda yang belum pernah kita lihat,” ujarnya.