Perkembangan teknologi tak terelakan, termasuk pemakaian tenaga robot yang akan menggantikan tenaga manusia.
JEDA.ID— Perkembangan teknologi tak terelakan, termasuk pemakaian tenaga robot yang akan menggantikan tenaga manusia. Hal ini menyusul berubahnya dunia pekerjaan di masa depan seiring meningkatnya adopsi otomatisasi dan kecerdasan buatan. Diperkirakan ada sekitar 23 juta lapangan pekerjaan di Indonesia yang diproyeksi hilang pada masa depan.
Associate Partner McKinsey & Company Southeast Asia, Vivek Lath mengatakan jenis pekerjaan yang bakal digantikan proses otomasi tersebut adalah yang sifatnya harus diulang-ulang atau repetisi.
“Seperti aktivitas data collection, itu adalah bagian dari jenis pekerjaan yang bisa diotomasi dari 23 juta lapangan kerja tadi,” katanya di Ritz Carlton Pacific Place, Jakarta, seperti dilansir detikcom, Rabu (26/9/2019).
Dari laporan tersebut, tipe pekerjaan akan bergeser ke arah layanan dan menjauh dari pekerjaan dengan potensi otomasi yang tinggi, seperti pemrosesan data dan pekerjaan fisik yang dapat diprediksi. Beberapa jenis pekerjaan yang rentan digantikan otomasi di antaranya pemrosesan data atau data entry, petugas payroll, transaction processors, hingga operator mesin.
Managing Partner Indonesia and President-Director, McKinsey Indonesia Phillia Wibowo, mengatakan meningkatnya adopsi otomatisasi dan kecerdasan buatan akan mengubah dunia pekerjaan, termasuk di Indonesia.
“Secara global, McKinsey memperkirakan bahwa 60% dari semua pekerjaan, memiliki sekitar 30% aktivitas pekerjaan yang dapat diotomatisasi,” kata Phillia dalam paparannya di Ritz Carlton Pacific Place, Jakarta, Rabu (25/9/2019) seperti dilansir detikcom.
Namun besarnya peluang ekonomi Indonesia untuk tumbuh di masa depan diproyeksi juga akan menciptakan 27 hingga 46 juta pekerjaan baru pada tahun 2030. Laporan ini memberikan pandangan mengenai potensi dari dampak otomasi terhadap perekonomian Indonesia, dengan didasarkan pada penelitian terobosan yang dilakukan oleh McKinsey Global Institute.
Mereformasi
Belum lama ini, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi (PANRB) Syafruddin mengajak semua pihak untuk lebih peka terhadap perkembangan zaman. Menurutnya, saat ini mulai muncul ancaman robot bakal menggantikan pekerjaan manusia.
Ia mencontohkan, Arab Saudi melalui tangan dingin Putra Mahkota Pangeran Mohammed Bin Salman mereformasi tatanan negara dan arah pembangunan kerajaan Arab Saudi yang tidak lagi bergantung pada pasokan minyak bumi.
Memanfaatkan kemajuan teknologi, Arab Saudi membangun megaproyek Neom di kawasan khusus yang akan mendatangkan investasi dunia.
Sedangkan Jepang memiliki rencana umum pengembangan sains teknologi per lima tahun untuk memanfaatkan teknologi untuk menghadapi perubahan iklim, ketidakstabilan energi, pangan dan air dunia. Jepang berencana menggantikan manusia dengan robot dan memanfaatkan artificial intelligence (AI).
“Tidak ada lagi waktu bagi anak bangsa untuk berpangku tangan, setiap elemen harus bergegas untuk mengembangkan pengetahuan dan teknologi,” kata Menteri PANRB Syafruddin saat pemaparan Minister Lecture dalam Kongres Teknologi Nasional 2019 yang diselenggarakan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi di Jakarta, beberapa waktu lalu seperti dilansir detikcom.
Peneliti dari Institute for Development Economic and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan, terdapat plus minus terkait dengan adanya otomatisasi alias penggunaan robot menggantikan tenaga kerja manusia.
Menurutnya, satu sisi otomatisasi ini bisa mendorong pertumbuhan ekonomi yang tinggi lantaran robot dianggap memberikan efisiensi terhadap produktifitas industri. Di sisi lain, kondisi ini menyimpan risiko terhambatnya penyerapan tenaga kerja mengingat banyak pekerjaan manusia yang bisa digantikan oleh mesin atau robot.
“Menjelang 2030 dimana usia produktif berada dalam jumlah yang besar atau bonus demografi jangan sampai justru terjadi pengangguran massal karena otomatisasi,” kata Bhima belum lama ini.
Oleh karena itu, kata Bhima pemerintah perlu cepat merespons perkembangan teknologi dengan meningkatkan kualitas pendidikan agar bisa memenuhi kebutuhan industri yang semakin maju.
Tak Terpengaruh
Namun demikian di tengah kemajuan teknologi dan perkembangan kecerdasan buatan, sejumlah pekerjaan ini tampaknya akan sulit tergantikan.
1. Penulis
Meski AI diyakini dapat mengenal pola dalam bahasa dan menyusun kalimat, diyakini bahwa kemampuan AI belum dapat membuat tulisan buku yang menceritakan kisah spektakuler.
Sebut saja kisah Harry Potter karya JK Rowling dan petualangan, The Lord of the Rings karya JRR Tolkien atau di dalam negeri ada Laskar Pelangi karya Andrea Hirata. Robot akan susah membuat karya-karya semacam itu karena robot tidak memiliki perasaan dan naluri.
2. Desainer
Mesin memang bisa menjahit pola-pola tertentu. Namun, dalam menciptakan hal yang butuh rasa dan keindangan, baru manusia lah yang bisa melakukannya. Para desainer merupakan manusia-manusia yang biasanya terlahir dengan bakat alamiah. Bakat ini akan berkembang dengan pesat bila terus diasah berdasar pengalaman, pendidikan, bahkan perasaan. Robot akan susah menirukannya.
3. Psikolog
Meski bisa melakukan sejumlah pekerja rumit, robot tak bisa merasakan empati dan memahami perasaan manusia. Meski robot Alexa dan Siri dapat menimpali pertanyaan kita, namun mereka tidak dapat kita andalkan jika kita ingin curhat. Sejauh ini robot yang dikenal pintar, Sophia pun masih harus diprogram untuk bisa menjawab pertanyaan.
4. Dokter
Kecerdasan buatan memang memiliki banyak kemajuan di bidang medis. Misalnya saja sekarang kita bisa mendiagnosis sejumlah penyakit dengan menggunakan ponsel. Namun, hal tersebut tak berarti AI akan dapat menggantikan tugas dokter sepenuhnya.
5. Musikus
Sejumlah robot memang ada yang dapat membuat musik, mulai dari lagu-lagu tradisional Irlandia hingga Marimba yang dikenal di Amerika Selatan. Namun, hingga kini tak ada perkiraan bahwa foto robot akan menggantikan foto musikus idola yang kerap ditempel di dinding kamar penggemarnya.
6. Petugas Kepolisian
Sebuah program yang dilahirkan dari Shanghai Hiao Tong University mengklaim dapat mengetahui bahwa seseorang dapat berbuat jahat atau tidak. Mereka menilai seseorang dari sejumlah ciri di wajahnya, mulai dari ekspresi wajah hingga lengkungan bibir. Namun, program itu telah mendapat kiritik luas. Pasalnya, tak semua orang bermuka jahat memiliki niatan jahat pula.
7. Hakim
Pada 2015, University College London membuat sebuah algoritma yang mempu memprediksi hasil sebuah kasus dengan tingkat hasil yang benar sebesar 79 persen. Namun, hal tersebut tak membuat posisi hakim dapat terganti. Dengan tingkat keakuratan kurang dari 100 persen, bisa-bisa seseorang yang tak bersalah bisa dijebloskan ke penjara karena ulah robot ini.
8. Guru Seni
Untungnya saja, tangan robot konon diklaim hanya memiliki kemampuan seperti anak berusia 4 tahun. Mereka juga punya kemampuan yang buruk dalam mengidentifikasi sebuah karya seni.
9. Atlet Profesional
Dalam Olimpiade Musim Dingin 2018, untuk kali pertama diadakan kompetisi ski robot. Namun, para pemilik harus kerepotan mengejar robot mereka karena banyak yang terguling di bukit yang sangat landai. Mengingat mahalnya biaya pembuatan robot dan risiko kerusakan saat mengikuti kompetisi, tampaknya robot belum bisa menggantikan atlet profesional.
10. Pemuka Agama
Salah satu pekerjaan yang tak dapat diambil alih oleh robot adalah pemuka agama. Robot hanya berfungsi berdasarkan data dan fakta, dan mereka tak mengenal konsep soal kepercayaan. Studi yang dilakukan oleh The Future of Employment mengklaim bahwa hanya ada kemungkinan kurang dari satu persen bahwa pemuka agama akan tergantikan oleh robot.