Pemberian tugas pekerjaan rumah (PR) biasa dilakukan guru kepada murid-murid selepas pulang sekolah agar mereka tetap mau belajar.
JEDA.ID—Pemberian tugas pekerjaan rumah (PR) biasa dilakukan guru kepada murid-murid selepas pulang sekolah. Namun terkadang tugas pekerjaan rumah dari sekolah memberikan beban bagi para siswa, sehingga mereka enggan mengerjakannya.
Seperti yang dirasakan RAF, siswa SD kelas 4 salah satu sekolah negeri di Kabupaten Lumajang, Jawa Timur. Alih-alih mengerjakan PR, RAF yang tampaknya enggan mengerjakan PR matematika dari gurunya, justru membaut heboh dengan mengarang kabar penculikan.
Aksi penculikan tersebut sempat menjadi bahan pembicaraan warganet di media sosial. Bocah tersebut menyampaikan aksi heroiknya berhasil kabur dari kawanan pelaku penculikan saat dirinya berangkat ke sekolah.
Bocah tersebut menceritakan kepada orang tuanya, bahwa dia diculik di dekat sawah Batalyon Infantri 527 BY. Ia yang berangkat sekolah dengan berjalan kaki dari rumah, tiba-tiba diadang tiga orang lelaki dewasa dan menyeretnya ke dalam mobil.
Ia juga mengatakan dirinya sempat dipukul pada bagian kepala sebelum ia berhasil meloloskan diri dan bersembunyi di semak-semak. Namun setelah ditelusuri oleh kepala sekolahnya beserta petugas dari Mapolres Lumajang, ternyata kejadian tersebut hanyalah karangan dari sang anak belaka.
Dirinya takut kepada salah satu guru lantaran tak mengerjakan PR Matematika. Orangtua korban yang sudah menceritakan kejadian penculikan anaknya tersebut di Whatsapp Group yang beredar luas di Lumajang, hanya tersipu malu seraya meminta maaf berkali-kali kepada para tetangga maupun ke sesama wali murid. Pemberian tugas di rumah bagi siswa atau dikenal dengan PR (Pekerjaan Rumah) memiliki dua sisi bagi siswa yaitu sisi positif dan sisi negatif.
Dampak Positif
Saat ini ada perbedaan jam belajar di sekolah. Ada sebagian sekolah menerapkan lima hari belajar dengan menerapkan sistem full day. Anak-anak yang bersekolah dengan sistem ini akan pulang sekitar pukul 15.00 WIB atau 16.00 WIB. Biasanya sekolah yang menggunakan sistem ini akan jarang memberikan PR kepada murid-murid. Sementara bagi sekolah yang menggunakan sistem 6 hari belajar akan tetap memberikan tugas PR bagi siswa, karena diharapkan siswa akan tetap belajar sembari mengerjakan PR di rumah. Seorang Psikolog pendidikan dari LPT Universitas Indonesia menyebutkan bahwa jika siswa diberikan PR dengan durasi belajar yang tepat, maka PR tersebut akan memiliki banyak sisi positif. Berikut dampak posistif PR bagi siswa seperti dilansir dari berbagai sumber.
1. Siswa mampu membagi waktu
Adanya PR dapat menjadi pemicu bagi siswa untuk bertanggung jawab dalam mengatur waktu. Ia akan belajar membagi waktu antara waktu bermain dan waktu belajar. Dengan demikian siswa akan menyadari betapa berharganya waktu dan tidak akan menyia-nyiakannya untuk melakukan hal yang kurang bermanfaat.
2. Siswa dapat mereview pelajaran di sekolah
PR juga bisa menjadi bahan review pelajaran di sekolah. Siswa belajar mengingat apa yang sebelumnya ia pelajari di sekolah melalui PR yang diberikan guru, sehingga daya memori siswa akan materi tersebut menjadi kuat.
PR bisa dijadikan sebagai bahan evaluasi siswa untuk mengetahui kemampuannya dalam memahami apa yang sebelumnya ia pelajari di sekolah.
3. Untuk persiapan tes atau ujian
Mengerjakan PR dapat memperluas pengetahuan siswa untuk menggali lebih dalam apa yang ia pelajari sebelumnya. Mengerjakan PR juga bisa menjadi cara untuk melatih kemampuan anak saat ada ulangan atau ujian di sekolah.
Dampak Negatif
Meskipun dinilai memiliki dampak positif, ada juga pendapat menyebut pada kenyatanya praktik di lapangan menunjukkan bahwa saat ini pemberian PR sudah tidak tepat sesuai porsinya. Sebuah studi menyebutkan bahwasanya anak-anak yang berada pada tingkatan Sekolah Dasar saat ini memiliki terlalu banyak PR yang harus mereka kerjakan. Berikut dampak negatif PR pada anak.
1. Stres
PR yang terlalu banyak bisa membuat siswa tertekan sehingga menyebabkan mereka tidak penyukai pelajaran tersebut. Hal itu terjadi karena mereka terlalu bosan dengan banyaknya PR yang mereka kerjakan.
Dalam sebuah penelitian yang dipublikasikan dalam Journal of Experimental Education dengan mengambil sampel 4.317 siswa pada 10 sekolah menengah favorit di California menyebutkan bahwa 56% siswa menganggap PR sebagai sumber utama stres.
2. Penurunan Kesehatan
Pedoman National Education Asociation dan National Parent-Teacher Assosiation menetapkan sebuah aturan untuk pengerjaan PR yang dinamakan dengan aturan 10 menit. Maksud dari aturan tersebut adalah waktu pengerjaan PR untuk tiap kelas adalah kelipatan10 menit. Artinya kelas 1 mempunyai waktu 10 menit untuk mengerjaan PR setiap malam, kelas dua 20 menit, sampai kelas 12 120 menit.
Jika pengerjaan PR melebihi jam tersebut dapat memberatkan siswa dan berakibat buruk bagi kesehatan siswa. Mereka menjadi kurang tidur sehingga daya tahan tubuh melemah dan mudah terserang penyakit.
3. Berkurangnya Waktu Sosialisasi
Ketika mereka mempunyai banyak PR, maka semakin berkurang pula interaksi sosial mereka, terlebih kepada keluarga dan teman-teman mereka. Mereka menjadi terlalu fokus pada mengerjakan PR dan tidak menekuni hobi yang mereka senangi.
Mengkaji
Seperti dilansir Kemendikbud, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy pernah mengimbau guru untuk mengkaji lagi fungsi pemberian pekerjaan rumah (PR) kepada siswa. Mendikbud minta agar PR yang diberikan guru tidak menjadi beban bagi siswa. Guru juga harus mengembangkan cara belajar yang tuntas, serta memberikan PR sesuai dengan kebutuhan, dan tidak selalu dikaitkan dengan mata pelajaran.
Mendikbud mengatakan tidak akan memberlakukan kebijakan pelarangan PR. Hal tersebut diserahkan sepenuhnya berdasarkan pertimbangan guru atau sekolah. Menurutnya, jika guru merasa harus memberikan PR untuk siswa, maka PR tersebut harus disesuaikan dengan kebutuhan siswa.
Pemberian PR sebaiknya memang harus disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan anak. Hal ini penting dipahami para guru agar mereka tidak memberikan PR yang terlalu membebani anak, sehingga mereka tidak memiliki waktu lain untuk bersosialisasi dengan teman atau keluarganya. Di sisi lain, peran orang tua juga sangat penting untuk mendampingi anak-anak jika ada tugas PR yang harus dikerjakan.
Berikut sejumlah tips bagi orang tua saat mengetahui anak mendapatkan tugas mengerjakan PR dari sekolah.
1. Memberikan tempat nyaman
Mengerjakan PR bisa menjadi sarana orang tua untuk meminta anak belajar. Namun demikian orang tua sebaiknya memberikan tempat dan waktu khusus agar anak nyaman mengerjakan tugasnya. Saat mengerjakan pekerjaan rumah atau belajar, sebaiknya tidak ada gangguan lain, seperti televisi. Pilihlah tempat yang bebas gangguan dan nyaman untuk anak mengerjakan PR.
2. Rutinitas
Jadikanlah kegiatan mengerjakan PR itu sebagai kegiatan yang rutin, dengan waktu yang sama setiap harinya, misalnya; setelah makan malam atau setelah waktu bermain.
3. Tanamkan pengertian
Berikan pengertian kepada anak bahwa mengerjakan PR atau tugas sekolah bukan sekadar untuk memenuhi kewajibannya sebagai seorang pelajar. Tapi juga untuk kebaikan dirinya sendiri,karena anak dapat memiliki ketrampilan dan kemampuan yang makin terasah.
4. Istirahat
Jika anak marah karena tidak mau atau tidak mampu mengerjakan PR, ajak anak untuk berhenti dan beristirahat sesaat. Pada saat ini orang tua dapat turut campur membantu anak dengan menjelaskan lebih terperinci atau mencarikan jalan keluarnya namun bukan langsung memberikan jawabannya.
5. Jadikan waktu menyenangkan
Membantu anak mengerjakan tugas sekolahnya sebenarnya tidak baik. Sebaiknya orang tua hanya mendampingi dan memberikan saran agar anak bisa mengerjakan tugas sekolah sendiri. Hal ini untuk mengasah kemampuan mereka sekaligus membantu mereka lebih percaya diri.
Usahakan membuat situasi dan kondisi menyenangkan saat anak mengerjakan PR. Karena dengan hati yang tenang dan gembira, anak pasti dapat lebih mengerti dan memahami persoalan dalam tugas sekolahnya. Sehingga juga melatih anak juga untuk menjadi kreatif dalam memecahkan persoalan dengan cara yang baik.