• Thu, 21 November 2024

Breaking News :

Tren Kuliner Boleh Berganti, Wader dan Uceng Tetap di Hati

Jejak wader sebagai salah satu kuliner orang Jawa terekam jelas dalam Kitab Centhini. Wader menjadi hidangan lauk seperti halnya ikan gurame atau lele.

JEDA.ID–Tak bisa dimungkiri tren kuliner berkembang pesat seiring dengan berkembangnya wisata kuliner. Namun, kuliner lawas dengan olahan ikan wader dan uceng tak lekang oleh waktu.

Di Kota Pekalongan misalnya kuliner sega megana selalu menyertakan wader. Begitu pula di Blitar ada rumah makan bernama Jeng Sus yang menyediakan wader goreng dalam paket nasi pecel.

Resto elite di kawasan Tanjung Benoa, Nusa Dua, Bali tidak melupakan ikan wader pepes atau goreng siap tersaji dalam paket nasi rames khas Bali untuk suguhan kuliner para tamu.

Cerita Orang Terkaya dan Kuliner Sederhana Mereka

Seni kuliner yang berkembang pesat dalam beberapa waktu terakhir ini tidak mampu menyingkirkan ikan wader. Dilansir dari indonesia.go.id, beberapa waktu lalu, wader yang umumnya berukuran panjang 10 cm dan berat 10 gram–meski kadang bisa mencapai panjang 17 cm.

Ikan wader sebagai kuliner lokal sudah mengakar cukup lama di masyarakat Pulau Jawa. Warga Betawi menyebutnya ikan cere, orang Sunda menyebutnya ikan paray, sedangkan wader umum digunakan di Jawa Tengah dan Timur.

Seiring perkembangan waktu, ikan cere praktis punah dari perairan Jakarta. Di Jawa Barat, ikan paray sudah tidak terlalu populer. Namun, ikan wader masih menjadi kuliner yang banyak disediakan di beberapa tempat makan di Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, dan belakangan di Bali.

Air Jernih

Ikan wader

Ikan wader (Istimewa)

Ikan wader secara alamiah hidup di parit-parit yang airnya jernih mengalir, di saluran irigasi, di sawah, di sungai kecil-menenggah, hingga ke tepian danau atau waduk.

Ikan mungil ini tersebar di mulai dari daratan Asia Tenggara, Filipina, dan di Indonesia ada di air tawar Sumatra, Jawa-Bali, dan Kalimantan. Namun, di Sumatra dan Kalimantan, populasinya terbatas, dan warga setempat menyukai ikan seluang atau ikan bilih yang bentuknya mirip.

Jejak wader sebagai salah satu kuliner orang Jawa terekam jelas dalam Kitab Centhini yang ditulis Yosodipura II (1814). Di Kitab Centhini disebutkan wader menjadi hidangan lauk seperti halnya ikan gurame, tambra (sejenis ikan mas), dan lele.

Ketika itu, orang Jawa juga menyantap ikan tengiri, wagal, dan kalarung dari laut. Ikan wader termasuk dalam famili Cypridae bersama ikan mas, ikan tambra, ikan seluang dan ikan bilih.

Dari banyak spesies ikan wader yang pernah hidup, yang hingga kini masih banyak ditemui di alam bebas hanya wader pari atau lunjar padi (Rasbora argyrotaenia) dan wader bintik (Barbus maculatus).

Tubuh wader pari punya warna kuning keemasan pada bagian atas dan berwarna putih keperakan di bagian bawah. Sedangkan wader bintik dicirikan oleh empat sungut kecil di ujung moncong.

Budaya Kuliner Daging Anjing di 5 Daerah

Sensasi rasa asin biasanya terasa dari kuliner wader. Biasanya wader bukan lauk tunggal. Wader goeng biasanya dihidangkan bersama tahu/tempe bacem, sayur atau lalap, dan sambel.

Pesona kuliner wader yang tidak meredup dan tangkapan wader di alam bebas yang menyusut menjadikan budi daya ikan ini kian mengilap. Budi daya wader tumbuh di banyak tempat di Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Bali.

Tidak jauh berbeda dengan wader, uceng juga memiliki keunikan sebagai kuliner sejak lawas. Biasanya para pemburu wader yang menggunakan jaring, jala atau peranggkap ikan (bubu) sering mendapat bonus ikan uceng.

Dua ikan ini memang memiliki habitat yang mirip yaitu perairan yang mengalir deras, bening, berbatu, dan berpasir. Uceng, ada sebagian yang menyebutnya ikan jeler, juga sering hadir di meja makan berrsama wader.

Isi Perut Tak Dibuang

Ikan Uceng

Ikan Uceng (Istimewa)

Uceng (Nemacheilus fasciatus) dikenal sebagai ikan endemik yang hidup di parit, sungai-sungai kecil hingga sedang, atau saluran irigasi, terbatas di Kawasan Priangan Timur, Banyumas, sekitar Magelang, hingga Solo dan Jogja.

Di tempat lain, populasinya terbatas. Uceng berukuran kecil, dengan panjang maksimum 10 cm. Bentuknya bulat lonjong berwarna kuning-cokelat bergaris-garis, mirip daun tua yang gugur.

Masyarakat Jawa Tengah juga biasa menyantap ikan jeler kecil atau uceng ini tanpa harus membuang isi perutnya. Dengan reputasi hidup bersih di perairan bening, hewan pemakan serangga dan dedaunan ini bisa langsung masuk pengggorengan.

Buah Sukun: Dulu untuk Budak Kini Jadi Makanan Masa Depan

Seperti wader, uceng juga digoreng kering dan kadang dibungkus tepung. Belakangan uceng juga mulai dibudidayakan. Dibanding wader, harga uceng lebih tinggi. Tulang dan durinya sangat lunak sehingga rontok pada proses penggorengan. Rasanya tak kalah gurih dari wader.

Di Jogja, sekilo uceng goreng harganya bisa sampai Rp150.000-Rp200.000, dua kali lipat dari wader goreng yang harganya berkisar Rp75.000-Rp100.000.

Bila Kitab Centhini mencatat wader sebagai salah satu suguhan kuliner sejak era itu, kini wader dan juga uceng masih menjadi suguhan dari warung makan pinggiran hingga restoran elite.

Ditulis oleh : Danang Nur Ihsan

Sign up for the Newsletter

Join our newsletter and get updates in your inbox. We won’t spam you and we respect your privacy.