Ada kode RW yang berlaku di beberapa daerah, ada pula yang pakai istilah B1.
JEDA.ID–Ada rantai panjang dalam jual-beli anjing untuk kepentingan kuliner daging anjing. ”Industri” daging anjing tetap menggeliat meski rutin banjir protes dan kecaman. Hal ini tidak lepas dari kebiasaan mengonsumsi daging anjing di beberapa daerah di Indonesia.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyebut ada hambatan sosial budaya dalam pengendalian rabies di Indonesia. Anjing memiliki nilai sosial budaya bahkan ekonomis bagi sebagian masyarakat Indonesia.
Di Sumatra Barat, anjing digunakan untuk berburu babi. Ada adu bagong (babi hutan) bagi masyarakat Sunda. Masyarakat Bugis kerap membawa anjing untuk keselamatan pada pelayaran tradisional. Kemudian di Flores, Nusa Tenggara Timur, anjing menjadi mas kawis atau istilah di sana disebut dengan belis.
Selain itu ada kebiasaan mengonsumsi daging anjing bagi masyarakat tertentu di beberapa daerah di Indonesia. Berikut lima daerah di Indonesia yang punya kuliner daging anjing.
Nusa Tenggara Timur
Di wilayah Kupang, NTT, tidak sulit untuk menemukan warung yang menjual daging anjing. Di tempat ini, daging anjing biasa disebut dengan RW. RW kependekkan dari rintek wu’uk atau bulu halus sebagai sebuah penghalusan untuk anjing.
Di daerah ini, daging anjing diolah dengan masakan pedas. Di beberapa tempat makan, menu yang dituliskan biasanya bernama nasi RW. Anggota komunitas Dog Lovers Kupang Krispinus Sehandi mengaku dulu sering mengonsumsi daging anjing.
”Awalnya saya makan daging RW tapi sekarang tidak lagi. Saya pernah melihat proses pembunuhan anjing yang sangat mengerikan yang bertentangan dengan apa yang saya pelajari di kampus. Apallagi ketika saya dapat survei diwarung daging RW, di mana proses pembuatannya sangat tidak higenis bahkan asal usul daging anjingnya tidak tahu dari mana,” jelas dia sebagaimana dikutip dari laman perkumpulanpikul.org.
Sumatra Utara
Tidak sulit menemukan warung yang menjual olahan daging anjing di Medan, Sumatra Utara. Hal yang sama bila berada di Karo. Di Medan, ada Jl. Jamin Ginting yang terkenal sebagai surganya restoran daging anjing.
Untuk menyamarkan penjualan olahan daging anjing, ada istilah B1 untuk menunjukkan makanan daging anjing. B1 berasal dari kata biang yang dalam bahasa Batak artinya anjing. Penggunaan kode B1 ini juga untuk membedakan dengan daging babi yang berkode B2.
Daging anjing merupakan salah satu kuliner Batak sejak berabad-abad lalu. Biasanya olahan daging anjing disajikan di wilayah yang dihuni mayoritas Kristen. Daging anjing dipandang sebagai penambah stamina dan obat beberapa penyakit. Selain itu, harga daging anjing jauh lebih murah dibanding daging babi.
Sulawesi Utara
Di provinsi ini ada Pasar Tomohon yang terkenal karena menjual berbagai daging hewan seperti anjing, kucing, dan lainnya. Perdagangan daging anjing di Sulawesi Utara bukan cerita baru.
Selain Pasar Tomohon, ada Pasar Langowan, Pasar Pinasungkulan di Manado, serta pasar tradisional lain. Lebih dari 100 pasar tradisional dan modern di provinsi ini terang-terangan menjual daging anjing, kucing, kelelawar, dan daging ular.
Banyaknya daging anjing yang dijual karena permintaannya juga tinggi. Banyak restoran di Manado yang menyediakan daging RW. Gubernur Sulawesi Utara Olly Dondokambey mengatakan pasar yang menjual daging anjing melekat dengan budaya kuliner masyarakat Minahasa yang gemar memakan ‘daging unik’. Sehingga kebiasaan itu tidak perlu untuk dihentikan.
“Enggak perlu disetop, mereka yang makan merasa sehat-sehat saja. Malah yang lebih parah orang makan otak kera yang baru dipotong dan langsung dihisap itu di Jakarta, itu enggak diekspos. Ini yang saya herankan, di sini orang sakit asma malah banyak makan daging anjing,” papar Olly pada 25 Januari 2018 sebagaimana dikutip dari Detikcom.
Bali
Perdagangan daging anjing di Bali sudah mencuat sejak lama. Sebagian besar perdagangan anjing di Bali untuk kebutuhan konsumsi. Tidak sedikit warung yang menyajikan daging anjing di Bali. Tidak sedikit wisatawan tertipu makan daging anjing yang dijajakan pedagang asongan dalam bentuk sate.
Namun, kini gerakan untuk menghentikan perdagangan daging anjing kian gencar disuarakan. Gerakan melalui adat dilakukan seperti di Desa Sanur Kaja. Di desa ini ada peraturan desa yang melarang setiap orang menganiaya dan atau membunuh dan mencuri anjing.
Dilarang mengedarkan makanan yang berbahan daging anjing. Perdes tersebut juga melarang daging anjing untuk disimpan, diperjualbelikan, maupun dikonsumsi, serta melarang membuang anjing dalam keadaan hidup atau mati di wilayah desa tersebut.
Soloraya
Peredaran daging anjing di Kota Solo dan sekitarnya (Soloraya) sudha lama terdengar. Di tempat ini, warung yang menjual olahan daging anjing dulu disebut dengan rica-rica jamu. Banyak orang luar daerah yang tertipu. Tidak lama kemudian, pemerintah daerah setempat meminta nama diubah menjadi warung sate atau rica-rica gukguk.
Di Soloraya ada lebih dari 100 warung yang menjual olahan daging anjing. Koalisi Dog Meat Free Indonesia (DMFI) menyebut ada 13.000 anjing dipasok adri luar daerah untuk memenuhi kuliner daging anjing di Soloraya.
Pemkab Karanganyar mengawali gerakan untuk menghentikan perdagangan daging anjing. Pedagang warung sate gukguk diberi modal untuk beralih usaha.