Konsep narsisme tidaklah sesempit itu. Meski tak bisa dimungkiri mengunggah foto selfie adalah sebagian kecil dari bentuk narsis di media sosial.
JEDA.ID–Ketika ada orang yang kerap mengunggah foto selfie atau swafoto, secara umum akan disebut narsis. Nyatanya, tidak semua orang yang rajin mengunggah foto selfie selalu narsis, meski media sosial bisa meningkatkan sifat narsisme.
Istilah narsis berawal dari Narcissus, seorang tokoh mitos Yunani. Ia sangat mencintai dirinya sendiri melebihi orang lain. Akibatnya, ia dikutuk mencintai bayangannya sendiri di kolam.
Rasa cinta yang besar membuat dirinya ingin menyentuh sendiri bayangannya. Akhirnya Narcissus tewas tenggelam. Narsisme atau narsis adalah bentuk mencintai diri sendiri secara berlebihan.
Tingkat narsisme yang tinggi adalah gejala dari narcissistic personality disorder (NPD). Pengidap NPD cenderung punya rasa arogan, minim empati dan ingin selalu dipuji.
Tak hanya itu, penderita NPD juga cenderung egois, manipulatif, dan suka menuntut segala sesuatu. Mereka merasa pantas mendapat perlakuan khusus dari orang lain.
Banyak orang menganggap jika hobi foto swafoto atau selfie adalah bentuk narsisme. Benarkah anggapan tersebut? Riset pernah dilakukan pada ratusan orang Amerika. Tujuannya adalah meneliti hubungan sifat narsisme dengan hobi mengunggah swafoto ke media sosial.
Riset dilakukan dua kali dengan jumlah partisipan yang berbeda. Riset pertama berfokus pada frekuensi pengambilan swafoto yang diunggah ke media sosial. Jumlah partisipannya 748 orang.
Sedangkan riset kedua berfokus pada jumlah foto selfie yang diunggah ke Facebook. Jumlah partisipannya sebanyak 548 orang. Dibanding pria, perempuan lebih sering mengunggah swafotonya ke media sosial. Tak hanya itu, mengunggah swafoto ke media sosial ternyata tak selalu berarti narsis.
Alasannya, sifat narsisme harus dipahami dari berbagai hal. Dalam riset ini peneliti membagi empat aspek narsisme. Pertama mandiri yang artinya orang narsisme merasa bisa melakukan segala halnya sendiri dan tidak butuh pertolongan.
Kemudian angkuh. Ini dimaknai punya rasa kagum yang berlebihan, akibatnya orang narsisme cenderung memperhatikan penampilannya. Ada juga jiwa kepemimpinan.
Eksploitasi Orang Lain
Orang narsisme merasa punya otoritas yang berlebih atas orang lain. Terkadang mereka juga merasa sah bila mengeksploitasi orang lain.
Terakhir ingin dikagumi. Orang narsisme merasa pantas mendapat hak atau status istimewa. Alasannya, mereka merasa lebih unggul dibanding orang lain.
Hasil dari penelitian itu menyebutkan ada korelasi positif ketika pria mengunggah swafotonya. Pria yang mengunggah foto selfie cenderung ingin dikagumi, memiliki jiwa kepemimpinan serta rasa angkuh.
Sebaliknya, perempuan yang mengunggah swafotonya tak selalu berarti narsis. Sebabnya, mereka ingin tetap terhubung dengan teman media sosialnya. Tujuan mengunggah swafoto tak selalu ingin pamer. Namun juga ingin tetap terhubung dengan teman media sosial mereka.
Penelitian ini ingin menunjukkan jika konsep narsisme tidaklah sesempit itu. Mengunggah foto selfie adalah sebagian kecil dari bentuk narsisme di media sosial.
Riset lainnya pernah dilakukan oleh peneliti dari Swansea University dan Milan University. Riset ini dilakukan pada 74 orang dengan rentang usia 18 hingga 34 tahun.
Tujuannya ingin melihat pengaruh pengunaan media sosial berbasis visual, terhadap tingkat narsisme. Ternyata pengaruhnya positif.
Penggunaan media sosial berbasis visual seperti Instagram, Facebook dan Snapchat, meningkatkan sifat narsisme sebesar 25 persen. Sedangkan media sosial berbasis teks seperti Twitter, tak berpengaruh apa pun.
Selain urusan di media sosial, banyak orang menganggap jika narsisme sama dengan percaya diri (PD). Padahal narsisme dan percaya diri punya perbedaan konsep. Narsisme mengarah pada rasa takut gagal, sehingga memberi perhatian lebih pada dirinya.
Sedangkan rasa percaya diri muncul, atas keberhasilan dalam meraih pencapaian. Tak hanya itu, orang yang percaya diri cenderung punya kepedulian terhadap orang lain.
Lantas apa perbedaan mendasar antara narsisme dan rasa percaya diri?
Narsisme
Karakter orang yang narsis cenderung cemburu dan angkuh. Adanya persaingan tak sehat dan dominasi dalam segala hal. Orang narsis tidak bisa menerima kritik dari orang lain. Selain itu, orang narsis rela melakukan apa saja untuk menjatuhkan lawannya.
Percaya Diri
Orang percaya diri lebih mengutamakan kerja sama dan rendah hati. Ketika menerima kritik akan memperbaiki dirinya. Selain itu, orang percaya diri lebih menghargai lawan serta kawannya.
Dark Triad
Dalam dunia psikologi, narsisme termasuk dark triad (sifat buruk). Selain narsisme, dark triad lainnya adalah psikopat dan machiavellisme. Fox dan Rooney meriset seribu partisipan dengan rentang usia 18 hingga 40 tahun.
Peneliti ingin melihat pengaruh kepribadian seseorang terhadap kebiasaan mengunggah foto selfie. Dalam risetnya, Fox dan Rooney menambahkan ‘objektifikasi diri’ sebagai kepribadian lainnya. Kepribadian ini membuat orang menjadikan tubuhnya sebagai objek visual.
Intensitas melakukan dan mengunggah swafoto jadi satu indikatornya. Selain itu, waktu penggunaan media sosial serta editing foto jadi indikator lainnya. Hasilnya, narsisme dan objektifikasi diri saling berhubungan.
Orang yang sering mengedit foto serta menghabiskan banyak waktu di media sosial, termasuk dalam dua kepribadian ini. Orang dengan objektifikasi diri yang tinggi, cenderung rendah diri.
Maka mereka sering mengedit foto sebelum diunggah ke media sosial. Sebaliknya, orang narsis cenderung punya rasa percaya diri yang tinggi. Sedangkan, orang yang sering mengunggah foto cenderung punya kepribadian narsisme dan psikopat.
Lemahnya kontrol diri dalam mengunggah foto jadi penyebab utamanya. Orang dengan kepribadian psikopat memiliki kontrol diri yang lemah. Mereka jarang menyaring foto apa saja yang akan diunggah.
Namun, Hasil penelitian ini tidak lantas berarti sesuai dengan kepribadian tiap orang. Tergantung pada tipe orang dan tujuan mengunggah foto ke media sosial. Jadi jangan selalu hakimi orang yang rajin selfie itu artinya narsis.