Albertina Ho dikenal sebagai sosok hakim yang tegas dan sangat percaya diri, tak sedikit masyarakat yang mengapresiasi ketika ia menangani perkara Gayus.
JEDA.ID – Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi melantik lima anggota Dewan Pengawas KPK pada Jumat (20/12/2019). Salah satu nama yang menjadi pusat perhatian adalah Albertina Ho. Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) ini dikenal sebagai hakim yang memvonis Gayus Tambunan.
Dewan Pengawas KPK berisi orang-orang yang ditunjuk oleh Presiden Jokowi berdasarkan UU KPK yang telah direvisi. Pada periode berikutnya, Dewan Pengawas KPK tidak lagi dipilih langsung oleh Jokowi, melainkan oleh DPR dan Presiden.
Alexander Marwata: Mantan ”Wakil Tuhan” yang Dua Kali Jadi Pimpinan KPK
Dewan Pengawas (Dewas) merupakan produk UU KPK versi revisi. Kelima anggota Dewas itu memiliki wewenang mengawasi tugas dan fungsi KPK, menangani dugaan pelanggaran kode etik pimpinan dan pegawai KPK, hingga memberikan izin atau tidak terhadap penggeledahan, penyitaan, dan penyadapan.
Salah satu nama yang ditunjuk adalah Albertina Ho. Nama Albertina Ho mulai dikenal publik saat mengadili kasus mantan PNS Ditjen Pajak, Gayus Tambunan, pada 2011 silam. Gayus divonis 7 tahun penjara, lebih ringan dari tuntutan Jaksa 20 tahun penjara. Karena dorongan publik, Gayus akhirnya kembali diadili dengan dakwaan baru dan dihukum penjara total 30 tahun.
Kisah Artidjo Alkostar: Sidang Pak Harto, Sandal Jepit, dan ”Jagal” Koruptor
Sosok Albertina Ho
Albertina Ho dikenal sebagai sosok hakim yang tegas dan sangat percaya diri. Sehingga, tak sedikit masyarakat yang memberikan apresiasi ketika ia menangani perkara Gayus.
Namun, usai memvonis Gayus, Albertina dimutasi dari hakim Pengadilan Negeri Kelas 1A Jakarta Selatan menjadi Wakil Ketua Pengadilan Negeri Kelas 1B Sungailiat, Bangka Belitung.
Albertina Ho adalah anak pertama dari tujuh bersaudara. Ia tinggal di Dobo hingga kelas lima SD kemudian pindah ke Ambon untuk melanjutkan pendidikannya. Dengan kondisi ekonomi yang sederhana, Albertina pun tinggal menumpang di rumah saudara dan sehari-hari ikut membantu menjaga toko kelontong.
Ketika masuk SMA, ia pindah menumpang tinggal di tempat saudara yang lain yang memiliki warung kopi. Setelah pulang sekolah hingga pukul 19.00, Albertina ikut membantu di warung kopi.
Meski banyak kesibukan di rumah, Albertina termasuk siswa yang berprestasi. Nilai-nilai mata pelajaran eksaktanya cemerlang. Namun, ia memilih masuk ke jurusan sosial.
Setelah lulus SMA, Albertina diterima di Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada (UGM). Ia meraih gelar sarjana hukum pada 1985. Gelar magister hukum diraihnya dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), setelah ia bekerja sebagai hakim pada 2004.
Kepala Daerah Korupsi, Monopoli Kekuasaan Sampai Diskres
Karier Hakim
Albertina mendaftar sebagai calon hakim setelah lulus dari UGM. Setelah mengikuti pendidikan calon hakim, ia ditugaskan di Pengadilan Negeri Yogyakarta pada 1986-1990.
Kemudian, ia beberapa kali pindah tugas di lingkungan Pengadilan Negeri di Jawa Tengah. Pada 2005, Albertina Ho ditugaskan di Mahkamah Agung sebagai sekretaris Wakil Ketua Mahkamah Agung Bidang Yudisial.
Albertina lantas menjadi hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mulai 2008. Saat itu, ia menangani sejumlah perkara yang menjadi perhatian publik, seperti kasus Gayus, Romli Atmasasmita, hingga kasus pembunuhan Direktur PT Rajawali Putra Banjaran Nasrudin Zulkarnaen dengan terdakwa Sigid Haryo Wibisono.
Usai menjatuhkan vonis kepada Gayus, tiba-tiba Albertina dimutasi ke Pengadilan Negeri Sungailiat, Bangka Belitung. Ia didapuk sebagai wakil ketua pengadilan dan kemudian ketua pada 2012.
Albertina kemudian menjadi wakil ketua Pengadilan Negeri Palembang, Sumatera Selatan pada 2014. Masih di tahun yang sama, ia diangkat sebagai ketua Pengadilan Negeri Bekasi, Jawa Barat.
Dua tahun berselang, Albertina lantas promosi menjadi hakim tinggi di Pengadilan Tinggi Medan, Sumatera Utara. Kini, ia menjabat wakil ketua Pengadilan Tinggi Kupang, NTT.
Korupsi ”Receh” Berujung 214 Kepala Desa Jadi Tersangka
Kasus Cirus
Selain Gayus Tambunan, jaksa Cirus juga harus mendekam di penjara setelah diputus bersalah oleh Albertina Ho. Cirus yang sebelumnya dipanggil sebagai kasus di perkara Gayus meningkat statusnya.
Jaksa bagian intelijen Kejaksaan Agung nonaktif itu dihukum penjara lima tahun penjara dan denda Rp 150 juta subside tiga bulan kurungan. Putusan ini lebih ringan dari tuntutan jaksa yaitu enam tahun penjara dan denda Rp 150 juta subside tiga bulan kurungan.
Cirus dianggap merekayasa berkas perkara mafia pajak PT SAT untuk terdakwa Gayus Tambunan yang semula disidangkan di PN Tangerang. Tindakan yang dilakukan Cirus dianggap menghalang-halangi penyidikan karena menambah secara sepihak pasal yang menjerat Gayus Tambunan.
Sebagai pejabat negara, Albertina tentu wajib melaporkan harta kekayaannya (LHKPN) ke KPK.
Terakhir kali Albertina melaporkan LHKPN pada 4 April 2019 dalam jabatan sebagai Wakil Ketua PT Kupang.
Dalam LHKPN itu, Albertina memiliki kekayaan Rp 1.179.725.534 setelah dikurangi utang Rp 894.371.484. Berikut rinciannya sebagaimana dikutip dari elhkpn.kpk.go.id:
- Tanah dan bangunan di Yogyakarta, Sleman, dan Tangerang senilai Rp1.009.699.050.
- Kendaraan berupa sepeda motor Honda Grand, mobil Nissan Livina, dan mobil Toyota Avanza senilai Rp171.500.000.
- Harta bergerak lainnya senilai Rp4.155.000.
- Kas dan Setara Kas senilai Rp894.371.484.