Di Indonesia, rokok eletrik beserta turunan lainnya seperti liquid vape dan lainnya belum diatur.
JEDA.ID–Pemerintah Amerika Serikat (AS) mengambil tindakan tegas setelah ada enam kasus kematian dari ratusan penyakit paru akibat rokok elektrik alias vape. Cairan atau liquid vape rasa buah-buahan, mint, dan mentol akan dilarang.
Namun, vape rasa tembakau tetap boleh beredar dengan kewajiban mendaftarkan produk.
”Pemerintahan Trump memperjelas bahwa kami bermaksud untuk membersihkan pasar rokok elektrik dengan rasa-rasa untuk membalikkan epidemi yang mendalam tentang penggunaan rokok oleh pemuda yang berdampak pada anak-anak, keluarga, sekolah dan masyarakat,” kata Sekretaris Layanan Kesehatan dan Kemanusiaan Alex Azar dalam sebuah pernyataan sebagaimana dikutip dari Detikcom, Jumat (13/9/2019).
Kebijakan pelarangan liquid vape rasa buah-buahan sampai mint itu akan berlaku dalam beberapa pekan mendatang seiring penghapusan vape dengan rasa-rasa pada 30 hari.
Perusahaan vape yang ingin tetap memasarkan produk mereka yaitu liquid rasa tembakau harus medaftarkan produk mereka ke Food and Drug Administration (FDA) untuk mendapatkan izin edar.
Perusahaan-perusahaan vape harus membuktikan bahwa produk mereka tidak membahayakan kesehatan jika digunakan oleh remaja. Jika tidak lolos, produk vape termasuk liquid tidak diizinkan beredar di pasaran.
Laporan terbaru, The Center for Disease Control and Prevention (CDC) menyebut lebih dari 450 kasus penyakit paru terkait vape saat ini tengah diinvestigasi.
Sebagian besar dari 58 kasus yang sudah diperiksa melibatkan minyak THC (Tetrahydrocannabinol), salah satu kandungan dalam ganja. Dalam beberapa pekan terakhir, ratusan kasus penyakit paru terkait vape melanda AS.
Mayoritas Remaja
Puluhan remaja di negeri Paman Sam dilarikan ke AS karena penggunaan vape. Banyak spekulasi yang bermunculan dari kasus ini misal faktor liquid vape sampai komponen lain di rokok elektrik itu.
Kemungkinan paling mendekati adalah kimia beracun dalam rokok elektrik menyebabkan respons inflamasi yang cukup reaktif pada paru-paru mereka. Pendapat itu disampaikan Michael Siegel, dosen kesehatan masyarakat di Boston University’s School of Public Health.
Jika benar, maka cedera paru yang diakibatkan senyawa kimia bisa mengakibatkan kondisi paru-paru yang cukup parah, misalnya sindrom distres pernafasan akut (ARDS). ARDS telah lama dikaitkan akibat menghirup asap beracun.
Kondisi lainnya adalah chemical pneumonitis atau inflamasi paru yang disebabkan menghirup irritant (bahan kimia penyebab iritasi).
Di AS, sebagian besar pengguna rokok elektrik adalah remaja. Kondisi yang sama terjadi di Indonesia. Dalam Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 disebutkan ada penguna vape di Indonesia sekitar 2,8% dari total populasi perokok di Tanah Air.
Vape familier bagi kalangan muda yang berusia 10-19 tahun. Di kalangan perokok usia 10-14 tahun, ada 10,6% yang menggunakan vape. Sedangkan di usia 15-19 tahun berselisih tipis yaitu 10,5%. Untuk usia di atas mereka, pengguna vape kian mengecil.
Di Indonesia, rokok eletrik beserta turunan lainnya sepertu liquid vape dan lainnya belum diatur. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sedang mendorong regulasi vape atau rokok elektrik masuk dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2012.
“PP itu akan disempurnakan dengan memasukkan sekaligus mengakomodasi, apakah vape masuk kategori rokok sintetis atau kimia,” ungkap Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kemenkes Anung Sugihantono sebagaimana dikutip dari Liputan6.com.
Perluasan Produk Rokok
Selama ini produk vape dijual bebas. Termasuk pula berbagai komponen pendukungnya seperti liquid vape. Anung menyebut Kemenkes mengusulkan adanya tiga aspek yang direvisi pada PP Nomor 109 Tahun 2012 untuk memasukkan regulasi vape dan produk tembakau turunannya.
Pertama, perluasan batasan rokok dan produk rokok. Kedua, ukuran gambar peringatan kesehatan atau pictorial health warning (PHW) yang diperbesar. Ketiga, pengaturan tentang iklan atau promosi rokok.
Kasus penyakit paru terkait liquid vape di Amerika tidak terlalu memengaruhi sikap pengguna rokok elektrik di Indonesia. Pengguna rokok elektrik Nugraha mengatakan kurang lebih 3 tahun memakai vape ia mengklaim kondisinya sehat-sehat saja dan tidak ada gangguan pernapasan.
Dia menyatakan ada banyak faktor yang memengaruhi mengenai vape misalnya device atau vaporizer-nya, pemakaian atomizer yang kotor, samopai tidak rajin mengganti kapas dan coil.
Senada dengan Nugraha, pengguna vape lainnya Ridwan mengatakan bahwa aman atau tidaknya vape tergantung apakah si pengguna paham dan mengerti cara menggunakannya. Sementara, untuk produknya sendiri menurutnya bisa dikategorikan aman.
“Liquid vape yang dijual sekarang 100 persen sudah aman banget, karena sudah legal dan sudah melalui bea cukai. Setiap liquid mempunyai pita cukai, otomatis sudah dalam pengawasan negara,” kata dia sebagaimana dikutip dari Detikcom.
Ketua Perhimpunan Dokter Paru Indonesia Dr dr Agus Dwi Susanto SpP(K) mengingatkan soal anggapan vape lebih aman dibanding rokok konvensional. Anggapan tersebut dinilai menyesatkan karena dalam kenyataannya tetap ada potensi bahaya yang perlu diwaspadai.
“Jadi istilah less harmful ini dipakai oleh pembuat rokok elektrik supaya menyamarkan bahwa rokok elektrik tidak berbahaya tapi less. Tapi bukan berarti tidak berbahaya, dia tetap berbahaya,” ujar dia.