Berdasar penelitian satu dari 20 orang kemungkinan besar menderita gejala Covid-19 yang berlangsung lebih dari delapan pekan.
JEDA.ID-Ada kelompok rentan mengalami gejala Covid-19 jangka panjang. Lalu siapa saja kelompok yang rentan mengalami gejala Covid-19?
Tips kesehatan kali ini membahas kelompok yang rentan mengalami gejala Covid-19. Peneliti dari King’s College London memetakan kelompok paling berisiko mengalami gejala virus corona dalam jangka panjang.
Adapun sebelumnya menurut analisis yang dilakukan melalui aplikasi Covid Symptom Study dari ZOE menunjukkan bahwa satu dari 20 orang kemungkinan besar menderita gejala Covid-19 yang berlangsung lebih dari delapan pekan.
Umrah Dibuka Lagi, Berapa Biayanya?
Dipimpin oleh Dr Claire Steves dan Prof Tim Spector di King’s College London, penelitian berfokus pada subkelompok data dari 4.182 pengguna aplikasi Covid Symptom Study yang secara konsisten mencatat kesehatan mereka dan dinyatakan positif Covid-19 melalui pengujian swab PCR.
Melansir Express UK, Senin (2/11/2020), para peneliti menggunakan subkelompok ini untuk memastikan bahwa mereka benar-benar menderita penyakit daripada hanya gejala yang mungkin mengganggu hasil.
Hasilnya, para peneliti menemukan bahwa orang tua jauh lebih mungkin untuk mengalami gejala Covid-19 lebih lama daripada kelompok usia lain.
Steves menyebut Covid-19 mempengaruhi sekitar 10 persen orang berusia 18tahun hingga 49 tahun, meningkat menjadi 22 persen di usia lebih dari 70-an tahun.
Selain lansia, berat badan juga berperan mengembangkan gejala Covid-19 yang lebih lama.
Dikutip dari Bisnis.com, Senin (2/11/2020), para peneliti juga menemukan bahwa orang dengan asma lebih mungkin mengembangkan Covid-19, meskipun tidak ada hubungan yang jelas dengan kondisi kesehatan lain yang mendasari. Yang penting, semakin banyak gejala yang dialami seseorang pada minggu pertama, semakin besar kemungkinan mereka mengembangkan Covid-19 jangka panjang.
Sementara itu, tim menemukan bahwa gejala Covid-19 yang lama terbagi dalam dua kelompok besar. Satu didominasi oleh gejala pernapasan seperti batuk dan sesak napas, serta kelelahan dan sakit kepala.
13 Tipe Orang di Grup WhatsApp, Kamu yang Mana?
Kelompok kedua adalah multisistem atau mempengaruhi banyak bagian tubuh termasuk otak, usus dan jantung.
Penderita Covid-19 yang lama juga melaporkan gejala jantung seperti jantung berdebar atau detak jantung cepat, kesemutan atau mati rasa, dan masalah konsentrasi (kabut otak).
Usia Bukan Tolok Ukur Kerentanan
Para ilmuwan menemukan fakta usia bukan tolok ukur kerentanan infeksi SARS-CoV-2 atau virus corona. Namun, perkembangan gejala, perkembangan penyakit, dan kematian tergantung pada usia.
Ada sejumlah besar kematian akibat pandemi Covid-19 yang sedang berlangsung, dan telah terbukti bahwa orang lanjut usia secara tidak proporsional mengembangkan gejala parah dan menunjukkan angka kematian yang lebih tinggi.
Melansir Mdical Xpress dan ditulis Bisnis.com, sebuah tim ilmuwan, termasuk Associate Professor Ryosuke Omori dari Pusat Penelitian untuk Pengendalian Zoonosis di Universitas Hokkaido, telah membuat model data yang tersedia dari Jepang, Spanyol, dan Italia untuk menunjukkan bahwa kerentanan terhadap Covid-19 tidak bergantung pada usia, sementara keparahan dan kematian kemungkinan besar tergantung pada usia.
Sebelumnya disebutkan penyebab kematian pada individu lanjut usia dapat karena dua faktor. Faktor pertama yakni seberapa besar kemungkinan mereka terinfeksi karena usia lanjut (kerentanan yang bergantung pada usia), yang tercermin dalam jumlah kasus. kedua, seberapa besar kemungkinan mereka akan terpengaruh oleh bentuk penyakit yang parah karena usia lanjut mereka (keparahan yang bergantung pada usia), yang tercermin dalam angka kematian. Faktor-faktor ini tidak sepenuhnya dipahami untuk Covid-19.
Bukan Telinga, Laba-laba Ini Dengarnya Pakai Kaki!
Para ilmuwan lantas memilih untuk menganalisis data dari Italia, Spanyol, dan Jepang untuk menentukan apakah ada hubungan antara usia, kerentanan dan tingkat keparahan. Ketiga negara ini dipilih karena memiliki data yang tercatat dan tersedia untuk umum.
Pada Mei 2020, angka kematian (jumlah kematian per 100.000) adalah 382,3 untuk Italia, 507,2 untuk Spanyol dan 13,2 untuk Jepang. Namun, terlepas dari perbedaan besar dalam angka kematian, distribusi usia kematian (jumlah proporsional kematian per kelompok umur) adalah serupa untuk negara-negara ini.
Para ilmuwan mengembangkan model matematika untuk menghitung kerentanan di setiap kelompok umur dalam kondisi berbeda. Mereka juga memperhitungkan perkiraan tingkat kontak manusia-ke-manusia di setiap kelompok usia, serta berbagai tingkat pembatasan untuk aktivitas di luar rumah di tiga negara.
Model tersebut menunjukkan bahwa kerentanan harus berbeda secara realistis antara kelompok usia jika mereka menganggap usia tidak mempengaruhi keparahan dan mortalitas.
Di sisi lain, model menunjukkan usia tidak boleh mempengaruhi kerentanan tetapi harus mempengaruhi keparahan dan mortalitas secara negatif, untuk menjelaskan fakta bahwa distribusi usia kematian adalah serupa antara ketiga negara.
Diketahui, Ryosuke Omori, dari Pusat Penelitian Pengendalian Zoonosis di Universitas Hokkaido, mengkhususkan diri dalam pemodelan epidemiologi yakni menggunaan matematika dan statistik untuk memahami dan memprediksi penyebaran penyakit. Sejak wabah Covid-19, ia telah mengalihkan upayanya untuk memastikan sejauh mana sebenarnya penyebaran pandemi di Jepang dan luar negeri.