Angka kejadian tertinggi di Indonesia untuk laki laki adalah kanker paru yaitu sebesar 19,4 per 100.000 penduduk dengan rata-rata kematian 10,9 per 100.000 penduduk.
JEDA.ID–Penyakit kanker paru seperti yang dialami Kepala Pusdatin & Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho merupakan salah satu kanker yang sulit dideteksi. Sulitnya deteksi kanker paru menjadikan penyakit ini biasanya akan ketahuan saat tingkat keparahannya sudah tinggi.
Hal ini pula yang dialami Sutopo yang kaget saat divonis menderita kanker paru stadium IVB pada Desember 2017. ”Awalnya shock karena saya tidak merokok, genetik tidak ada dan makan sehat. Tapi saya pikir ya sudahlah. Ini garis hidup saya. Saya jalani saja dengan ikhlas,” ujar Sutopo sebagaimana dikutip dari Liputan6.com.
Berdasarkan data Inacare sebagaimana dikutip dari inacare.org, Minggu (7/7/2019), jumlah penderita kanker paru di Indonesia pada 2009-2019 mencapai 3.731 orang. Jumlah penderita kanker paru berada di urutan keenam dari 10 jenis kanker. Meski begitu, kanker jenis ini yang paling mematikan.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dalam Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Kanker Paru yang dikeluarkan pada Juni 2017 menyatakan kanker paru merupakan penyebab utama keganasan di dunia, mencapai hingga 13 persen dari semua diagnosis kanker.
Selain itu, kanker paru juga menyebabkan 1/3 dari seluruh kematian akibat kanker pada laki-laki. Di Amerika Serikat, diperkirakan terdapat sekitar 213.380 kasus baru pada 2007 dan 160.390 kematian akibat kanker paru pada tahun 2007. Tingginya kematian karena kanker paru ini kian pelik karena deteksi kanker paru sukit dilakukan.
Berdasarkan data WHO, kanker paru merupakan jenis kanker terbanyak pada laki-laki di Indonesia dan terbanyak kelima untuk semua jenis kanker pada perempuan. Kanker paru juga merupakan penyebab kematian akibat kanker terbanyak pada laki-laki dan kedua terbanyak pada perempuan.
”Angka kejadian tertinggi di Indonesia untuk laki laki adalah kanker paru yaitu sebesar 19,4 per 100.000 penduduk dengan rata-rata kematian 10,9 per 100.000 penduduk. Kemudian diikuti dengan kanker hati sebesar 12,4 per 100.000 penduduk dengan rata-rata kematian 7,6 per 100.000 penduduk,” sebut Kemenkes di laman depkes.go.id.
Penyebab Kanker Paru
Kasus kanker paru termasuk rendah pada usia di bawah 40 tahun, namun meningkat sampai dengan usia 70 tahun. Faktor risiko utama kanker paru adalah merokok. Secara umum, rokok menyebabkan 80% kasus kanker paru pada laki-laki dan 50% kasus pada perempuan. Faktor lain adalah kerentanan genetik (genetic susceptibility), polusi udara, pajanan radon, dan pajanan industri (asbestos, silika, dan lain-lain).
Kemenkes menyebut belum ada metode skrining yang sesuai bagi kanker paru secara umum. Metode skrining yang telah direkomendasikan untuk deteksi kanker paru terbatas pada kelompok pasien risiko tinggi.
Gejala kanker paru yang mirip dengan tuberkulosis paru terkadang menyulitkan dokter untuk melakukan perawatan pada pasien. ”Banyak yang sudah diobati TBC, empat bulan, lima bulan tidak sembuh-sembuh, ternyata kanker paru, ” kata Eddy Soeratman, Konsultan Onkologi Paru Rumah Sakit EMC Tangerang sebagaimana dikutip dari Liputan6.com.
Kelompok pasien dengan risiko tinggi kanker paru mencakup pasien usia di atas 40 tahun dengan riwayat merokok lebih dari 30 tahun dan berhenti merokok dalam kurun waktu 15 tahun sebelum pemeriksaan. Atau pasien 50 tahun ke atas dengan riwayat merokok 20 tahun lebih dan adanya minimal satu faktor risiko lainnya.
Kanker paru ini sulit dideteksi sebab tidak memiliki gejala klinis yang khas. Namun, batuk, sesak napas, atau nyeri dada yang muncul lama atau tidak kunjung sembuh dengan pengobatan biasa untuk pasien “kelompok risiko” harus ditindaklanjuti prosedur diagnosis kanker paru.
Selain itu, ada gejala lain yang harus diperhatikan adalah gejala klinis sistemik yang juga kadang menyertai. Seperti penurunan berat badan dalam waktu yang singkat, nafsu makan menurun, dan demam hilang timbul.