• Thu, 28 March 2024

Breaking News :

Penantian 48 Tahun untuk Punya Bandara Antariksa Sendiri

Rencana pembangunan bandara antariksa di Biak Numfor membuka kesempatan bagi Indonesia untuk menyediakan jasa lokasi peluncuran roket satelit luar negeri.

JEDA.ID–8 Juni 1976 menjadi hari yang bersejarah bagi Indonesia. Hari itu, satelit pertama yang dimiliki Indonesia bernama Palapa A1 diluncurkan di Tanjung Canaveral, Amerika Serikat. Puluhan tahun berselang, setidaknya ada 25 satelit terdaftar milik Indonesia. Sayangnya Indonesia belum punya bandara antariksa sendiri untuk meluncurkan satelit.

Terakhir, Telkom meluncurkan satelit Telkom-4 atau Satelit Merah Putih pada 7 Agustus 2018 di Cape Canaveral Air Force Station, Orlando, Florida, Amerika Serikat. Ada juga satelit Nusantara-1 milik PT Pasifik Satelit Nusantara (PSN) yang diluncurkan di lokasi yang sama pada Februari 2019.

Satelit Nusantara-1 ini juga dimanfaatkan pemerintah untuk menyediakan akses Internet bagi daerah-daerah terpencil yang sulit dijangkau kabel optik. Selama ini satelit-satelit milik Indonesia diluncurkan di luar negeri karena tidak ada bandara antariksa yang dimiliki Indonesia.

Penantian panjang sejak 1976 ketika Palapa A1 yang dikelola Perumtel diluncurkan akan berakhir pada 2024 saat bandara antariksa di Biak Numfor, Papua, beroperasi.

Selama ini tempat peluncurkan satelit dunia yang familier di antaranya Cape Canaveral Florida atau Pusat Luar Angkasa Kennedy. Keduanya berada di Florida, Pulau Merrit, Amerika Serikat.

Di Negeri Paman Sam tercatat ada delapan lokasi peluncuran satelit, antara lain, Pangkalan Udara Vandenberg, Kalifornia, Kodiak, Pulau Borough, Alaska, Meadows Field, Bakersfield, California.

Kemudian Rusia memiliki Kosmodrom Boukonur, Kazastan, Kosmodron Plesetsk, Rusia. Ada pula Centre Spatial Guyanais, Kourou, Guyana Prancis, milik Prancis. Terus Alcantara, Maranhao, Brasil.

Di Tiongkok ada Pusat Peluncuran Satelit Taiyuan, Jiuquan, dan Xichang. Di Jepang ada Pusat Peluncuran Tanegashima, Pulau Tanegashima, dan Uchinouru. Lalu India dengan The Satish Dhawan Space Center, Sriharikota, Andhra Pradesh, dan di Pulau Cristmas (Australia).

1.300 Satelit

Sejak peluncuran pertama satelit milik Uni Sovyet pada 4 Oktober 1957, sedikitnya ada 1.300 satelit yang berada di orbit. Mengacu laporan 2017 State of The Satellite Industry Association, ada empat kepentingan dari satelit itu, yakni telekomunikasi, observasi bumi, ilmu pengetahuan, dan keamanan nasional.

Indonesia punya sejarah panjang soal kepemilikan satelit sejak peluncuran satelit Palapa-A1, namun tidak untuk bandara antariksa. Indonesia tidak punya tempat untuk meluncurkan satelit skala besar.

Sebagaimana dikutip dari laman indonesia.go.id, Kamis (21/11/2019), Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) memiliki tempat peluncuran di wilayah Garut. Namun, wilayah itu sudah tidak memungkinkan untuk dikembangkan.

Belum lagi di tempat itu hanya untuk kelas roket 40 cm. Kini Lapan ingin mendirikan tempat pelucuran satelit di Desa Soukobye, Biak Utara, Kabupaten Biak Numfor, Papua. Tidak tanggung-tanggung, lembaga itu menggandeng mitra internasional untuk mewujudkan mimpi itu.

”Sangat mungkin dengan pihak internasional juga. Jadi ini juga sedang diupayakan untuk nantinya bukan bandara antariksa kecil, tetapi bandara antariksa internasional,” kata Kepala Lapan Thomas Djamaluddin sebagaimana dilansir dari Antara.

Lapan saat ini belum menghitung seberapa besar pendanaan yang kemungkinan akan dikeluarkan untuk pembangunan bandara antariksa itu. Dananya akan berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta kemitraan pemerintah dan badan usaha (KPBU).

“Kami juga berharap nantinya ada mitra-mitra internasional yang bersedia untuk berinvestasi untuk Bandara Antariksa tersebut,” kata Thomas.

Keunggulan Biak Numfor

Indonesia dengan keunggulan lokasinya yang berada di garis khatulistiwa atau ekuator bisa memberikan layanan peluncuran roket satelit. Sejauh ini Lapan telah menghubungi beberapa mitra internasional, baik pemerintahan maupun lembaga swasta dari Tiongkok, Jepang, Korea, India, dan Rusia.

Sebagian dari mereka, kata Thomas, telah menyampaikan ketertarikan untuk bekerja sama, tetapi beberapa hal yang lebih terperinci masih dalam proses diskusi. “Semuanya punya peluang. Sekarang tinggal menjajaki, mana yang nantinya dapat mewujudkan (kerja sama) itu,” kata dia.

Terkait perkembangan penjajakan kerja sama dengan Tiongkok, Thomas mengakui Lapan telah melakukan beberapa kali pembicaraan dengan mereka terkait rencana kerja sama tersebut.

“Tinggal pihak kitanya perlu menyiapkan regulasi yang saat ini juga sedang disiapkan terkait dengan peraturan pemerintah, turunan dari Undang-Undang Keantariksaan untuk menjadi pedoman dalam pembangunan dan pengoperasian Bandara Antariksa,” ujar dia.

Menurutnya, dari aspek bisnis, produksi satelit di dunia saat ini semakin meningkat, sementara penyediaan bandara antariksa untuk peluncuran roket satelit menjadi semakin terbatas.

Oleh karena itu, rencana pembangunan bandara antariksa di Biak membuka kesempatan bagi Indonesia untuk menyediakan jasa lokasi peluncuran roket satelit luar negeri.

“Apalagi posisinya di ekuator. [Selain Indonesia] kan hanya di Amerika Selatan, miliknya Prancis dan Brazil. Harapannya bandara antariksa di Asia Pasifik ada satu, di Biak itu. Nantinya, harapannya kita bisa menyediakan jasa peluncuran satelit dengan roket-roket yang disediakan juga oleh mitra-mitra internasional,” kata dia.

Ditulis oleh : Danang Nur Ihsan

Sign up for the Newsletter

Join our newsletter and get updates in your inbox. We won’t spam you and we respect your privacy.