Disebutkan sekali melaut, para nelayan yang memancing ikan dengan menggunakan layang-layang bisa mendapatkan lebih dari 100 ekor tuna.
JEDA.ID–Layang-layang merupakan salah satu permainan yang familier di Indonesia. Bermain layang-layang di tanah lapang, persawahan, sampai pantai mudah dijumpai di berbagai daerah di Indonesia. Namun, di beberapa daerah layang-layang tidak hanya sebatas permainan karena ada menggunakan layang-layang untuk memancing ikan.
Kegunaan layang-layang selain sebagai permainan di tiap daerah berbeda-beda. Misalnya di Jawa Barat ada tradisi menangkap kelelawar mengunakan layang-layang, namun kini sudah tidak dilakukan lagi.
Di Jawa Tengah, layang-layang digunakan oleh petani di sawah-sawah untuk mengusir burung dan serangga, namun kini fungsinya sudah digantikkan oleh orang-orangan sawah.
Di Sumatra Barat, terdapat layang-layang dangung yang mengeluarkan bunyi mendengung dan digunakan untuk mengumpulkan anak-anak muda.
Cerita berbeda datang dari Bali. Di Pulau Dewata ada Pecukan, Bebean dan Janggan yang digunakan dalam festival masyarakat setempat. Kemudian di Sulawesi layangan digunakan dalam upacara selesai panen dan dipercayai sebagai pelindung orang yang sudah meninggal dari sinar matahari.
Senam Jantung Menonton Kesenian Lais, Sirkus ala Garut
Sedangkan di Lampung, layang-layang digunakan untuk memancing ikan oleh para nelayan. Jejak layang-layang digunakan untuk memancing ikan sudah tersaji sejak 1600-an. Selain Lampung, ada beberapa daerah lain di Indonesia yang memiliki tradisi memancing ikan dengan layang-layang.
Sebagaimana dikutip dari Majalah Indonesiana yang diterbitkan Ditjen Kebudayaan Kemendikbud, catatan sejarah paling lama mengenai layang-layang untuk memancing di Nusantara ditemukan di dalam jurnal berjudul Second Voyage yang ditulis oleh J. van Neck dan W. Warwijk tahun 1598- 1600.
Dalam jurnal tersebut terdapat ilustrasi mengenai keadaan Kota Ternate pada 1600-an. Ilustrasi yang diberi nama Panorama of Ternate ini memperlihatkan riuh kehidupan maritim dan pelabuhan Kota Ternate yang ramai.
Di tengah ramainya pelabuhan Kota Ternate tersebut terdapat penggambaran kapal layar ekspedisi Belanda (A), kapal dagang rakyat (B), kapal militer (C), kapal musuh yang sudah tenggelam (D) dan kapal nelayan (T).
Ketika diperhatikan secara mendetail, di ilustrasi kapal nelayan akan terlihat penggunanaan layang-layang untuk menangkap ikan. Ilustrasi inilah menjadi bukti bahwa layang-layang sudah digunakan untuk memancing di awal abad ke 17.
Berikut jejak tradisi memancing ikan dengan layang-layang dari berbagai daerah di Indonesia.
Pelayang Pancing di Teluk Lampung
Pelayang pancing merupakan merupakan sebutan untuk orang yang memancing ikan menggunakan layang-layang di Teluk Lampung. Alat pancingnya terbuat dari bambu, sedangkan layang-layangnya dari plastik berukuran sedang.
Umpan yang digunakan adalah ikan tanjan yang dikaitkan pada benang pancing yang diikat dengan simpul lasso. Sasaran tangkapnya ialah ikan ceracas atau ikan cucut yang memiliki mulut panjang dengan gigi tajam.
Ketika ikan ceracas atau ikan cucut ini memakan umpan, paruhnya yang tajam akan terjerat simpul lasso yang sudah dibuat.
Tangkap Tuna di Buton Utara
Memancing ikan menggunakan layang-layang masih dilakukan oleh nelayan Desa Malalanda, Kecamatan Kulisusu, Kabupaten Buton Utara di Sulawesi Tenggara. Ikan yang ditangkap adalah ikan tuna yang memiliki nilai ekonomis tinggi.
Disebutkan sekali melaut dengan menggunakan layang-layang para nelayan itu bisa mendapatkan lebih dari 100 ekor tuna. Layang-layang yang digunakan berukuran setengah meter terbuat dari plastik dengan tujuan agar ketika jatuh ke laut tidak mudah rusak.
Tali yang digunakan untuk menerbangkan layang-layang adalah tali pancing. Tiga meter dari layang-layang dibuat tali pancing dengan mata kail beserta umpannya yang menjulur ke permukaan air laut.
Raego dari Sulawesi Tengah, Paduan Suara Tertua di Indonesia
Ketika layang-layang mulai diterbangkan, umpan akan meliuk-liuk di permukaan air sehingga mendorong ikan tuna untuk menyambarnya. Bila umpan sudah dimakan dan terpancing, ikan tuna dengan mudah dapat diangkat.
Cara seperti ini, menurut para nelayan Desa Malalanda, akan menghasilkan lebih banyak tangkapan dibandingkan dengan menggunakan cara memancing konvensional.
Ala Talaud
Sebelum pergi melaut, para nelayan di gugusan Kepulauan Talaud akan mencari daun tabang yang tumbuh di pohon besar untuk dibuat layang-layang. Pembuat layang-layang untuk memancing adalah para orang tua.
Setelah daun tabang diukur, pinggiran daun diberi lidi agar dapat mengembang ketika terbang. Selesai membuat layangan, nelayan kemudian mempersiapkan umpannya, yaitu sarang laba-laba.
Umpan ini mempunyai daya rekat yang kuat, sehingga ikan yang terjerat tidak akan terlepas. Umpan dililit dan dibentuk mirip gelang yang diikat dengan benang.
Ikan yang didapat oleh nelayan Talaud dengan cara seperti ini adalah ikan Sako. Cara menangkap ikan seperti ini sudah dilakukan sejak 1930-an.
Itulak keunikan layang-layang yang memiliki beragam fungsi di berbagai daerah. Pastinya, memancing ikan dengan layang-layang ini menjadi salah satu khazanah budaya Indonesia.