Konon kesenian Lais berasal dari kebiasaan warga yang suka memanjat pohon kelapa sambil bergelantungan dari dahan ke dahan.
JEDA.ID–Keberanian dan ketangkasan menjadi modal utama pemain kesenian Lais, meski unsur magis tak dapat disisihkan. Atraksi kesenian Lais ini bisa membuat penontonnya senam jantung karena berbagai atraksi yang ditampilkan sangat mendebarkan.
Kesenian Lais atau ada yang menyebut dengan Laes adalah permainan tradisional berupa atraksi di bentangan tambang. Atraksi ini terdapat di berbagai daerah di Jawa Barat, seperti di Garut, Indramayu, Cirebon, Majalengka, Sukabumi, dan lain-lain.
Di Cirebon dan sekitarnya, kesenian Lais biasanya merupakan salah satu bagian dari pertunjukan Genjring Akrobat. Pemain Lais adalah orang yang tidak takut pada ketinggian.
Sebagaimana dikutip dari laman Pemprov Jawa Barat, beberapa waktu lalu, kesenian ini menggunakan dua batang bambu surat atau gombong setinggi ± 15 meter dipancangkan dengan kedalaman sekitar 70 cm.
Loloh Cemcem, Minuman 6 Rasa dari Desa Adat Terbersih Sedunia
Di kedua ujungnya diberi pasak untuk mengikatkan tambang. Agar tidak licin, tambang yang dipergunakan biasanya dipilih tambang yang terbuat dari serat kayu yang biasa dipakai untuk karung goni. Gulungan tambang itu kira-kira sebesar ibu jari kaki dan panjangnya sekitar 50 meter.
Kesenian Lais merupakan hiburan masyarakat yang dapat disaksikan pada berbagai acara, seperti hajat khitanan, perkawinan, upacara adat, festival, dan lain-lain. ”Penampilannya senantiasa diiringi oleh tetabuhan atau musik, seperti terebang atau genjring, angklung, tanji, dan sebagainya.”
Pemain Lais biasanya naik ke atas pancangan bambu tanpa memakai bantuan alat pengaman. Kemudian bergelantungan dengan kepala ke bawah, berjumpalitan, dan sebagainya.
Pada tali itulah para pemain lais melakukan atraksi menegangkan tanpa alat pengaman, seperti berayun-ayun, tiduran, atau bergelantungan dengan kaki.
Ketika pemain akan mengakhiri atraksinya, ia merayapi tambang menuju salah satu ujung pancangan dan turun dengan kepala mengarah ke bawah.
Sebagaimana dilansir dari laman Ditjen Kebudayaan Kemendikbud, konon kesenian Lais berasal dari kebiasaan warga yang suka memanjat pohon kelapa sambil bergelantungan dari dahan ke dahan. Kebiasaanya inilah yang kemudian dikembangkan menjadi Lais.
Pemain Lais Belia
Menurut pemain Lais, tidak ada ilmu khusus untuk bisa memainkan lais, kecuali kekuatan fisik dan latihan yang teratur, serta melatih keseimbangan. Dadang, salah satu pelatih kesenian Lais di Garut mengatakan perkembangan seni ini sudah berlangsung lama di masyarakat.
”Awalnya di Sukaweing sejak tahun 1925. Kunci utamanya ya belajar dan kerja keras,” ujar dia beberapa waktu lalu sebagaimana dikutip dari Liputan6.com.
Menurut dia, seni Lais merupakan perpaduan seni olah fisik dengan kekuatan supranatural yang diperoleh dengan cara belajar. Ketahanan fisik dan keberanian yang dimiliki pemain Lais sangat dibutuhkan.
Ia mencontohkan Ferdi yang baru berusia 12 tahun mampu menampikan atraksi yang mengundang decak kagum dengan dukungan fisik dan keberanian yang mumpuni.
Saat aksi berlangsung, kedua tangan dan kaki Ferdi terlihat lihai memanjat layaknya seekor kera yang tengah mengejar mangsa. Tidak terlihat rasa takut yang ditunjukkan pemain Lais belia ini.
Mi Lethek: Karena Rasa Mengalahkan Rupa
Dia berada di pucuk batang bambu tanpa pengaman sedikit pun. Dengan penuh keseimbangan, Ferdi mulai menjalankan sejumlah aksi berbahaya.
Terlihat sejumlah aksi berbahaya mulai tiduran dengan santai, gelantungan, memutar tubuh yang terlilit seutas tali tambang, hingga berjalan tanpa pengamanan.
Dia pertontonkan kesenian Lais dengan penuh suka cita laiknya anak kecil yang tengah mengekspresikan kegembiraan diri tanpa beban. Sayangnya kesenian Lais sudah sangat langka dan grup-grup yang masih ada hanya tinggal beberapa saja.