Kegiatan belajar-mengajar secara tatap muka ternyata lebih efektif dibandingkan dilakukan secara online atau daring.
JEDA.ID– Kegiatan belajar-mengajar secara tatap muka ternyata lebih efektif dibandingkan dilakukan secara online atau daring.
Proses pembelajaran yang dilakukan selama pandemi Covid-19 memang terpaksa harus dilakukan secara daring.
Pengamat pendidikan dari Universitas Brawijaya (UB) Aulia Luqman Aziz mengatakan selamanya profesi guru tidak akan tergantikan oleh teknologi. Pembelajaran penuh secara daring akhir-akhir ini banyak menimbulkan keluhan dari peserta didik maupun orang tua.
“Tidak hanya di Indonesia, tapi juga di negara maju seperti Amerika Serikat. Bagaimana pun, pembelajaran terbaik adalah bertatap muka dan berinteraksi dengan guru dan teman-teman,” kata Luqman di Malang, Sabtu (2/5/2020).
Luqman mengatakan dalam proses belajar-mengajar secara tatap muka ada nilai yang bisa diambil oleh siswa, seperti proses pendewasaan sosial, budaya, etika, dan moral yang hanya bisa didapatkan dengan interaksi sosial di suatu area pendidikan.
Pentingnya Peran Orang Tua
Perubahan sosial yang tiba-tiba terjadi sebagai akibat merebaknya penyebaran Covid-19 menyebabkan kegagapan dalam proses penyesuaian kegiatan belajar mengajar. Itu sebabnya tidak mungkin jika sebuah pembelajaran ideal dicapai di masa pandemi seperti saat ini.
“Oleh karena itu, guru dan dosen harus cepat menyesuaikan keadaan dengan mengubah target capaian, dan kemudian metode pembelajarannya. Jangan sampai guru dan dosen membebani siswa dengan pembelajaran di saat siswa mengalami keterbatasan sosial dan ekonomi,” kata dosen di Fakultas Ilmu Administrasi UB itu.
Penyesuaian metode belajar-mengajar seharusnya bisa secara efektif dilakukan jika pemerintah mengantisipasi penyebaran Covid-19 di Indonesia sejak awal.
Dia mengatakan seharusnya pemerintah memberikan kelonggaran target yang dituju.
Siswa tidak dapat fasilitas akademik dan sosial yang memadai untuk belajar, tapi targetnya tetap. Gambarannya seperti pemain bola yang cedera kakinya, maka latihan-latihan yang ditargetkan untuk dia otomatis dikurangi dulu hingga kondisinya normal kembali.
“Yang awalnya harus bisa nendang bola sejauh 100 meter, sekarang yang penting bisa lari-lari kecil dulu,” kata Luqman.
Meskipun masih banyak kelemahan dalam proses pembelajaran, Luqman mengaku bahwa pelajaran positif yang bisa diambil dari pendidikan di masa Covid-19 ini adalah kembalinya peran orang tua sebagai madrasah belajar anak.
“Fondasi penting dari segala pendidikan adalah waktu berkualitas yang dihabiskan oleh orang tua bersama anak-anaknya. Bimbingan, aturan, ilmu, dan wawasan yang dibagikan orang tua akan banyak bermanfaat bagi sang anak,” kata Luqman.
Bermacam Penyakit Lambung yang Disebut Renggut Nyawa Erwin Eks Bassist Dewa 19
Mengakui Tak Efektif
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tak menampik bahwa pembelajaran jarak jauh yang dilakukan akibat pandemi Covid-19 tak sepenuhnya efektif.
Pelaksana Tugas (Plt) Dirjen Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah Kemendikbud Hamid Muhammad mengatakan masih banyak sekolah yang belum terbiasa menggunakan program pembelajaran daring atau belajar online yang sifatnya interaktif.
Alih-alih menggunakan program tersebut, banyak sekolah yang hanya mengandalkan layanan pesan instan untuk mendukung pembelajaran jarak jauh.
“Sekolah-sekolah yang terbiasa menggunakan program [pembelajaran] online seperti Ruang Belajar atau Ruang Guru tentunya tidak kesulitan. Tetapi masih banyak yang semi online karena tidak terbiasa, tugas-tugas masih dikirim lewat Whatsapp saja. Jadi, [pembelajaran] tidak interaktif,” katanya di Jakarta, Sabtu (2/5/2020).
Namun, menurut Hamid permasalahan terbesar sebenarnya datang dari murid-murid yang berasal di daerah tertinggal, terdepan dan terluar. Keterbatasan akses internet atau bahkan listrik membuat mereka kesulitan untuk mengikuti pembelajaran jarak jauh.
Alhasil, satu-satunya cara yang dilakukan adalah melibatkan Radio Republik Indonesia (RRI) atau radio komunitas yang jangkauannya lebih luas dibandingkan dengan internet maupun televisi.
“Persoalan ini anak-anak yang tidak punya akses internet, listrik, atau televisi. Pembelajaran dilakukan secara manual dengan bantuan radio komunitas. Guru-guru menyesuaikan dengan kondisi masing-masing murid,” tuturnya.
Kisah Guru di Perbatasan
Apa yang dilakukan oleh Titis Kartikawati, seorang guru SD di Sanggau, Kalimantan Barat menjadi gambaran betapa sulitnya melakukan belajar online atau pembelajaran jarak jauh di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar.
Titik menyebutkan masih banyak blank spot atau daerah yang belum terjangkau jaringan telekomunikasi di Sanggau sehingga pembelajaran jarak jauh tidak bisa dilakukan secara daring.
“Pembelajaran daring tidak bisa dilaksanakan di sini. Kami berkolaborasi dengan RRI Sanggau, Komunitas Guru Belajar mengajar lewat siaran RRI selama satu jam setiap harinya dari Senin-Jumat secara bergantian,” katanya.
Materi pembelajaran yang diberikan menurut Titis tidak mengikuti kurikulum. Para guru dipersilakan untuk memberikan materi yang sekiranya mereka kuasai dengan baik dan mudah dipahami oleh murid-murid.
Lebih lanjut, pembelajaran jarak jauh secara daring juga tidak dipilih dengan pertimbangan kemampuan dari orang tua murid.
“Lewat RRI lebih terjangkau semuanya dan irit biaya. Di sini banyak oran tua yang bekerja sebagai buruh tani, pekerja perkebunan kelapa sawit, penjual sayuran, tentunya jika mengandalkan internet dengan biaya kuota (paket data) akan sangat memberatkan mereka,” paparnya.
Dari Laboraturium hingga Luar Angkasa, Ini 9 Teori Konspirasi Corona
Tugas-Tugas yang Membebani
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menilai murid-murid di rumah masih terbebani tugas-tugas yang diberikan guru. Para siswa belajar di rumah sesuai anjuran untuk menghindari penularan virus Corona.
“Keluhan [murid-murid] ini tugas-tugas bertumpuk, di SD [tugas] hanya satu guru, [tetapi] di SMP dan SMA itu bisa sampai empat guru setiap harinya. Tentunya sangat memberatkan karena harus dikirimkan sore harinya,” kata Pelaksana Tugas (Plt) Dirjen Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah Kemendikbud Hamid Muhammad, di Jakarta Sabtu (2/5/2020).
Hamid menyebut sudah sepatutnya dilakukan inovasi pembelajaran jarak jauh yang disesuaikan dengan kondisi masing-masing murid. Hal tersebut, menurut Hamid, dapat terwujud melalui komunikasi yang baik antara guru, murid, dan orang tua atau wali murid.
Hamid juga menekankan agar para guru tidak menyamakan materi pembelajaran jarak jauh dengan pembelajaran tatap muka di sekolah.
Mereka diminta memilah-milah mana materi yang paling tepat untuk diberikan kepada murid-murid di rumah.
“Jangan memindahkan sekolah ke rumah. Jadi, pilihlah materi yang esensial. Utamakan pendidikan kecakapan hidup yang sifatnya kontekstual sesuai dengan kondisi rumah masing-masing [murid]. Jelaskan bagaimana Covid-19 itu, seperti apa cara menghindarinya agar tidak terjangkit,” tutunya.
Hamid menambahkan penilaian tugas yang diberikan guru kepada murid-murid di rumah juga sebaiknya tidak dilakukan seperti biasanya. Para guru diminta memberikan penilaian secara kualitatif yang memberikan motivasi kepada murid-murid agar semangat belajarnya tidak hilang.
Inovasi Pembelajaran
Contoh dari inovasi pembelajaran jarak jauh adalah penggunaan media sosial. Hal tersebut dilakukan Guru SD Muhammadiyah 1 Muntilan, Jawa Tengah Titik Nur Istiqomah.
Titik menggunakan TikTok sebagai media pembelajaran agar murid-muridnya menganggap belajar di rumah sebagai sesuatu yang menyenangkan.
“Kita kasih pemahaman bahwa belajar itu sesuatu yang menyenangkan. Kita menggunakan berbagai media, termasuk lewat TikTok. Anak-anak suka pakai [TikTok] tidak ada salahnya dipakai untuk media pembelajaran,” katanya.
Menurut Titik, kondisi seperti saat ini membuat dirinya sadar pentingnya peran teknologi untuk mendukung kegiatan belajar mengajar. Alih-alih menjauhkan gawai dari anak-anak, kini baik guru maupun orang tua diminta memanfaatkan gawai untuk mendukung pembelajaran jarak jauh.
“Saat ini adalah the new normal, [pembelajaran] mengandalkan teknologi tidak bisa dipisahkan. Dulu kita menjauhkan gadget dari anak-anak. Sekarang malah ditantang memajukan pendidikan lewat teknologi atau gadget tadi. Kolaborasi antara guru, orang tua, dan anak-anak sangat penting dalam hal ini,” tuturnya.