Berbagai perasaan dan keadaan harus dijalani para dokter yang menangani kasus infeksi virus Corona atau Covid-19. Kisah dokter di Jakarta ini salah satunya.
JEDA.ID – Berbagai perasaan dan keadaan harus dijalani para dokter yang menangani kasus infeksi virus Corona atau Covid-19. Kisah dokter di Jakarta ini salah satunya.
Kami Tetap Bekerja Untuk Kalian, Kalian Tetap di Rumah Untuk Kami
I Stay at Work For You, You Stay at Home For Us
Kalimat-kalimat tersebut belakangan banyak bermunculan di media sosial, menggambarkan apa yang dilakukan dokter dan tenaga kesehatan dalam menghadapi wabah Corona.
Kalimat itu juga ditambahi permintaan agar masyarakat membantu dokter dan tenaga medis lainnya. Cara, masyarakat tinggal mematuhi aturan yang ada: membatasi jarak fisik dan tidak keluar rumah untuk mencegah potensi penyebaran Covid-19 di ruang publik.
Jika aturan jaga jarak dan jaga kesehatan dipenuhi tentu para dokter akan terbantu. Sebaliknya, jika tidak dpenuhi, akan makin banyak pasien yang sakit. Giliran berikutnya, karena pasien membeludak, dokter dan tenaga medis pun akan lebih banyak di rumah sakit bersama para pasien yang juga bertambah.
Risiko Terpapar
Sementara itu, peralatan yang dibutuhkan akan semakin banyak, melebihi ketersediaan yang ada. Tentu itu bukanlah kondisi yang diinginkan siapa pun.
Sebagai garda terdepan, para dokter bertugas memastikan pasien-pasien dapat tertangani dengan baik. Namun, di sisi lain, para dokter juga tetap harus memikirkan kesehatan dan keselamatan dirinya. Jika tidak, para dokter bisa terpapar Corona.
Ada banyak hal yang harus dialami petugas medis saat menangani pasien akibat virus yang menyerang saluran pernapasan itu. Susahnya mendapatkan Alat Pelindung Diri (APD) hingga tidak bisa berkumpul dengan keluarga menjadi bagian dari tugas mereka.
Dokter Alexander Randy, yang bertugas di salah satu rumah sakit rujukan untuk menangani pasien Covid-19 di Jakarta, termasuk yang mengalami kondisi semacam itu.
Saat dihubungi Antara lewat sambungan telepon, suara dokter Alexander Randy terdengar ramah. Tak sedikit pun menyiratkan perasaan lelah meski sempat menjalani masa seminggu tanpa perbantuan.
Pria yang akrab dipanggil dokter Randy itu menceritakan ia tergolong baru. Dokter spesialis penyakit dalam itu baru menangani kasus Covid-19 selama dua minggu terakhir. Itu terjadi usai Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menunjuk tempatnya mengabdi sebagai rumah sakit khusus untuk menangani Covid-19.
“Fasilitas gedungnya kan masih baru, awalnya memang untuk pengembangan. Tapi berhubung dengan Covid-19 ini akhirnya dibuka khusus untuk pasien Covid,” katanya.
Pulih dari Jerat Corona, Wuhan Kembali Siap Sapa Dunia
Sempat Sendiri
Randy menuturkan, fasilitas untuk kegawatdaruratan di rumah sakit itu masih kurang. “Kita pun usahakan meminta bantuan dari Dinkes DKI,” ujar Randy.
Pada pekan pertama, Randy menjadi satu-satunya dokter spesialis dalam yang bertugas di rumah sakit itu. Saat itu beberapa pasien dalam pengawasan (PDP) dan positif Covid-19 sudah dirawat di tempatnya bekerja.
Randy bekerja sendiri karena rekan seprofesi yang juga spesialis penyakit dalam justru menjadi Orang Dalam Pengawasan (ODP).
Meski demikian Randy bersyukur, respons Dinas Kesehatan DKI Jakarta cukup cepat dalam menangani kondisi itu.”Kemarin sempat seminggu saya sendiri [menangani pasien Covid-19]. Lalu Dinkes DKI kasih perbantuan, jadi yang aktif sekarang dua,” ujar Randy.
APD Sulit
Randy berkisah soal kendala mendapatkan APD untuk penanganan pasien Covid-19 yang sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) dari Kementerian Kesehatan RI.
Dengan jumlah petugas yang cukup banyak, baik dokter dan perawat, dalam satu hari rumah sakit tempat Randy bekerja sempat membatasi maksimal hanya 30 pasang APD untuk para petugas.
“APD itu berlapis jadi sebetulnya kita [petugas medis] nggak nyaman. Karena itu kita batasi perawat lewat jangka waktu kerja dengan shift lebih pendek,” kata Randy. Padahal dengan shift pendek artinya APD-nya butuh lebih banyak. “Kita sempat terkendala itu,” kata Randy.
Meski bantuan dari Pemprov DKI sudah tiba, hingga saat ini APD bagi para petugas belum sepenuhnya terjamin karena langkanya barang-barang medis itu. Terutama bagi petugas medis yang merawat pasien rawat jalan.
Jika ada yang menjual pun, harganya terlalu tinggi. Contohnya masker N95 yang diperuntukan untuk menyaring partikel berukuran kecil di udara.
“Masker N95 itu sekarang sudah mahal banget. Kita masih berusaha nyari. Kalau ada yang mau nyumbang dan mau membantu kita berharap yang seperti itu ada,” ujar Randy.
Untuk rumah sakit rujukan tempat Randy bertugas, Pemprov DKI Jakarta memastikan ada 200 tempat tidur khusus untuk kasus Covid-19.
Sudjiatmi Notomiharjo, Sosok Sederhana Nan Tangguh Penyayang Keluarga
Bertahan di Rumah Sakit
Randy mengatakan soal kemungkinan pasien dapat terus bertambah. Dia pun sudah mempersiapkan skenario terburuk yaitu bertahan di Rumah Sakit dan tidak kembali ke rumah.
Hal serupa pernah dialami para petugas medis di Wuhan saat lockdown diterapkan di tempat penyebaran pertama virus Corona.
“Kalau sampai [Covid-19] banyak dan meluas, kita [petugas medis] mau nggak mau akan tetap tinggal di rumah sakit, kalau misalnya ini menjadi sebuah outbreak yang besar,” ujar Randy.
Selain mempersiapkan diri untuk skenario terburuk, hal terberat yang harus dijalani para petugas medis adalah sulitnya bertemu dengan orang-orang terkasih, terutama keluarga dan sahabat.
Tidak sedikit petugas medis yang akhirnya memilih membatasi diri, tidak bertemu dengan orang-orang yang dikasihinya. Semua itu demi menjaga agar tidak terjadi penyebaran penyakit.
“Karena saya dokter dan kerja di rumah sakit. Saya ga tau apakah di badan saya kumannya ada atau ngga,” kata Randy.
Kalaupun petugas medis sudah berusaha melindungi diri, tidak ada yang tahu apakah kuman dari lingkungan rumah sakit terbawa atau tidak.
“Jadi rata-rata petugas medis termasuk saya,membatasi diri dengan orang lain,” kata Randy dengan nada serius.
Untungnya di tempat Randy bekerja tugas berjaga tidak beruntun, Hal itu dapat mengurangi potensi terpapar Covid-19.
Di sisi lain, dokter berusia 29 tahun itu mengaku merasa beruntung bisa memberikan kontribusi bagi masyarakat di masa-masa sulit akibat Covid-19.
“Lewat hal ini peran dokter benar-benar dirasakan manfaatnya. Bagi saya sendiri, saya bisa bantu menenangkan keluarga, teman-teman saya,” kata Randy.
Meski saat ini terlihat sudah siap, Randy berharap nantinya ada tenaga medis tambahan baik dari Dinas Kesehatan maupun tenaga sukarela.
Baca juga : Masing-Masing Punya Keistimewaan, Ini Fakta Menarik Seputar Golongan Darah
Pasien Sembunyikan Penyakit
Selama dua pekan menangani pasien Covid-19, satu hal disadari Randy bahwa masyarakat Jakarta masih memiliki ketakutan sosial yang tinggi menghadapi Covid-19.
Beberapa pasien yang dirawatnya bahkan tidak ingin keluarga apalagi tetangga mengetahui kondisi kesehatan pasien dan terkesan menutupi kondisi itu.
“Harusnya tidak hanya memikirkan diri sendiri, karena hal itu [menutup-nutupi riwayat kesehatan] berdampak pada lingkungan sekitar,” kata Randy.
Dengan menutupi riwayat kesehatan, para petugas medis khawatir masyarakat sekitar yang berinteraksi dengan pasien Covid-19 terutama yang berusia lanjut dan rentan akan tertular.
“Misalnya pasien adalah orang yang muda. Lalu kita tahu orang muda diharapkan manifestasinya ringan,” kata Randy.
“Dia mungkin saja tidak sadar, dia akan membawa virus itu pulang ke rumah. Hal itu yang dapat berbahaya bagi orang tuanya atau tetangganya. Nah itu yang nanti jadi masalah,” ujar Randy.
Masyarakat Diminta Tak Asal Beli Obat
Randy pun meminta masyarakat tidak menimbun obat-obatan seperti Chloroquin, Aluvia dan Azithromycin agar kelangkaan barang-barang medis, seperti kasus kelangkaan masker, tidak terulang.
Selain itu, tambah Randy, ketiga jenis obat itu tidak hanya untuk mengobati Covid-19 melainkan berguna bagi para pemilik gangguan autoimun.
“Kalau misalnya ada yang nimbun padahal yang masih perlu ya penderita lupus, itu nyeri yang mereka rasakan itinggi. Ya, para penderita lupus akan menderita,” kata Randy.
Randy berharap masyarakat Indonesia dapat menanggapi dengan bijak pandemi Covid-19 ini dengan mengikuti anjuran-anjuran pemerintah seperti physical distancing.
“Kami [petugas medis] sadari mereka [pasien[ pasti cemas, tapi ya mereka harus mengetahui ini pandemi dan ini adalah masalah bersama,” kata Randy.