Di Indonesia, beberapa tempat dilaporkan mengalami fenomena embun beku yaitu Dataran Tinggi Dieng, Gunung Semeru dan Pegunungan Jayawijaya.
JEDA.ID–Bun upas. Itulah istilah warga Dieng untuk menyebut embun beku yang biasa muncul tiap puncak musim kemarau. Bagi petani di Dataran Tinggi Dieng, munculnya bun upas artinya waspada agar tanaman mereka tidak mati. Sebaliknya, bun upas menjadi pesona wisata yang mendongkrak kunjungan wisatawan di Dieng.
Suhu di Dataran Tinggi Dieng pada Senin, 24 Juni 2019 sempat mencapai minus 9 derajat Celcius. Kondisi ini membuat embun beku atau frost semakin tebal dan luas. Di wilayah Dieng ini embun beku menyelimuti kawasan yang luas. Dieng yang berada di ketinggian 2.000 meter di atas permukaan laut ini diselimuti embun beku, layaknya salju di Eropa.
Fenomena bun upas menawarkan keelokan lanskap alam yang begitu memesona. Tak sedikit wisatawan yang memanfaatkan lanskap Dieng berselimut embun beku sebagai latar foto ala musim dingin. Potensi wisata ini kemudian dikemas dalam acara tahunan Dieng Culture Festival tiap Agustus yang menarik minat wisatawan dari berbagai daerah.
Saat festival ini digelar, musim kemarau berada di puncaknya sekitar Juli hingga Agustus. Bun upas pun menjadi salah satu pesona saat Dieng Culture Festival. Tahun ini, Dieng Culture Festival digelar pada 2-4 Agustus 2019. Event ini merupakan acara tahunan khas Dataran Tinggi Dieng yang menampilkan berbagai kesenian dan budaya dengan inti acara pemotongan rambut gimbal anak-anak Dieng.
Keunikan ritual ini ialah pemotongan rambut dilaksanakan atas permintaan anak dan harus memenuhi permintaan anak yang akan diruwat. Event yang selalu menyedot ribuan pengunjung ini juga dimeriahkan dengan acara jaz di atas awan, pesta lampion dan kembang api , festival film, dll. Event ini pula yang menjadi senjata bagi Pemkab Banjarnegara untuk mendongkrak kunjungan ke Dieng.
Jumlah Wisatawan
Pemkab Banjarnegara mencatat jumlah wisatawan ke Dieng mengalami kenaikan sejak 2013-2017. Pada 2013 ada 154.689 wisatawan yang datang. Tahun berikutnya ada lonjakan menjadi 297.650 wisatawan. Begitu pula pada 2015 dan 2016 yang berada di kisaran 340.000-390.000 wisatawan. Pada 2017, wisatawan yang menikmati beberapa objek wisata di Dieng mencapai 421.394 orang.
Jumlah itu, bertambah dengan gelaran Dieng Culture Festival. Pada 2014, acara ini menyedot 26.000 wisatawan. Tahun 2015, jumlahnya meningkat 100% lebih menjadi 60.000. Pada 2016, wisatawan saat Dieng Culture Festival mencapai 200.000 orang. Sayang tahun berikutnya turun menjadi 148.000 orang.
Ketika Dieng Culture Festival masih akan digelar lebih dari satu bulan, fenomena bun upas sudah menyapa. Bagi warga sekitar, embun beku hal yang lazim terjadi pada Juli, Agustus, hingga awal September. Namun, tahun ini salju di Dieng muncul lebih cepat dari biasanya.
Hingga 25 Juni 2019, embun es telah muncul setidaknya 13 kali. Dua kali pada Mei, sekali pada awal Juni, dan sembilan kali berturut-turut antara Senin (17/6/2019) hingga Selasa (25/6/2019). Salju Dieng ini pun akhirnya menarik minat wisatawan.
Ketua Pokdarwis Pandawa, Desa Dieng Kulon, Batur, Banjarnegara, Jawa Tengah, Alif Fauzi, mengatakan acara Dieng Culture Festival tahun ini kemungkinan juga ada berselimut bun upas. ”Ada kemungkinan Dieng Culture Festival 2019 muncul bun upas. Karena Agustus memang puncak keluarnya,” kata Alif sebagaimana dikutip dari Liputan6.com.
Kondisi Meteorologis
Deputi Bidang Klimatologi BMKG Herizal menyampaikan fenomena suhu dingin malam hari dan embun beku di Dieng lebih disebabkan kondisi meteorologis dan musim kemarau yang saat ini tengah berlangsung. Pada saat puncak kemarau, umumnya suhu udara lebih dingin dan permukaan bumi lebih kering.
Pada kondisi demikian, panas matahari akan lebih banyak terbuang dan hilang ke angkasa. Itu yang menyebabkan suhu udara musim kemarau lebih dingin daripada suhu udara musim hujan. Selain itu, kandungan air di dalam tanah menipis dan uap air di udara pun sangat sedikit jumlahnya yang dibuktikan dengan rendahnya kelembaban udara.
”Pada kondisi puncak kemarau saat ini di Jawa, beberapa tempat yang berada pada ketinggian, terutama di daerah pegunungan, diindikasikan akan berpeluang untuk mengalami kondisi udara permukaan kurang dari titik beku 0 derajat Celsius. Ini disebabkan molekul udara di daerah pegunungan lebih renggang daripada dataran rendah sehingga sangat cepat mengalami pendinginan, lebih lebih pada saat cuaca cerah tidak tertutup awan atau hujan,” ujar dia sebagaimana jeda.id kutip dari laman BMKG.
Uap air di udara akan mengalami kondensasi pada malam hari dan kemudian mengembun untuk menempel jatuh di tanah, dedaunan atau rumput. Air embun yang menempel di pucuk daun atau rumput akan membeku yang disebabkan karena suhu udara yang sangat dingin. ”Di Indonesia, beberapa tempat pernah dilaporkan mengalami fenomena ini yaitu Dataran Tinggi Dieng, Gunung Semeru dan Pegunungan Jayawijaya, Papua,” tambah Herizal.
LIKE di sini untuk lebih banyak informasi terbaru di Jeda ID