• Thu, 25 April 2024

Breaking News :

Warning WHO dan Menakar Ketahanan Indonesia dari Virus Covid-19

World Health Organization (WHO) meningkatkan kesiagaan level risiko penularan dan risiko dampak dari virus corona (Covid-19) untuk skala global menjadi sangat tinggi

JEDA.ID— World Health Organization (WHO) meningkatkan kesiagaan level risiko penularan dan risiko dampak dari virus corona (Covid-19) untuk skala global menjadi sangat tinggi. Hal itu menyusul menyebarnya virus tersebut ke Sub-Sahara Afrika dan merosotnya pasar keuangan.

Dilansir detik dari AFP, Sabtu (29/2/2020), virus corona telah merajalela ke seluruh dunia selama sepekan terakhir dan muncul di setiap benua kecuali Antartika. Virus itu bahkan memaksa banyak pemerintah dan bisnis menghentikan orang dari bepergian atau berkumpul di tempat-tempat ramai.

Virus corona saat ini juga telah menewaskan lebih dari 2.800 orang dan menginfeksi lebih dari 84.000 orang — yang mayoritas berada di China — sejak kemunculannya di pasar hewan di pusat Kota Wuhan di China pada akhir Desember.

Tetapi penyebarannya yang cepat ke zona-zona baru itulah yang menjadi perhatian pihak berwenang. Dalam 24 jam terakhir, virus tersebut telah memengaruhi sembilan negara baru, dari Azerbaijan ke Meksiko ke Selandia Baru.

“Kami sekarang telah meningkatkan penilaian kami tentang risiko penyebaran dan risiko dampak Covid-19 hingga sangat tinggi di tingkat global,” kata Ketua WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus kepada wartawan.

Ketua Federal Reserve AS, Jerome Powell, mengatakan Bank Sentral siap untuk melakukan intervensi jika diperlukan, mengingat risiko ‘berkembang’ untuk ekonomi terbesar di dunia yang ditimbulkan oleh wabah mematikan.

Bahkan, langkah-langkah drastis baru diberlakukan: Swiss membatalkan semua pertemuan lebih dari 1.000 orang, dan Arab Saudi menghentikan layanan ibadah umrah.  “Ini bukan saatnya untuk panik. Ini saatnya untuk bersiap-siap sepenuhnya,” kata Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres.

Kesalahan Fatal

WHO juga memperingatkan bahwa pada tahap ini, akan menjadi kesalahan fatal bagi negara manapun untuk beranggapan tidak akan terkena virus corona. WHO mengimbau negara-negara bertindak agresif untuk mencegah wabah ini sebelum terlambat.

Seperti dilansir Reuters dan AFP, Jumat (28/2/2020), Direktur Jenderal (Dirjen) WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, menyatakan bahwa negara-negara kaya yang berpikir mereka aman dari virus ini, seharusnya memperkirakan adanya kejutan.
“Tidak ada negara yang seharusnya beranggapan tidak akan mendapatkan kasus-kasus [virus corona], itu akan menjadi sebuah kesalahan fatal, secara harfiah,” tegas Tedros memperingatkan.

“Virus ini memiliki potensi pandemi,” tegasnya. “Ini bukan saatnya untuk takut. Inilah saatnya untuk mengambil tindakan untuk mencegah penularan dan menyelamatkan banyak nyawa,” kata Tedros.

Mengganas

Otoritas kesehatan China melaporkan 427 kasus baru virus corona, dengan 47 kematian baru di wilayahnya. Secara global, jumlah korban meninggal akibat virus corona melebihi 2.900 orang.

Seperti dilansir Channel News Asia dan kantor berita China, Xinhua News Agency, Sabtu (29/2/2020), Komisi Kesehatan Nasional China (NHC) melaporkan adanya 427 kasus baru di wilayah China daratan, dengan 423 kasus di antaranya ada di Provinsi Hubei, yang menjadi pusat wabah ini.

Dengan tambahan kasus tersebut, sejauh ini jumlah kasus virus corona di China daratan mencapai 79.251 kasus. Virus corona diketahui telah menyebar ke sedikitnya 57 negara/wilayah di luar wilayah China daratan. Laporan Channel News Asia mencatat ada lebih dari 5.600 kasus terkonfirmasi di luar China daratan. Dengan demikian, saat ini terkonfirmasi ada 84.854 kasus virus corona secara global.

Indonesia Masih Kebal?

Sementara itu Indonesia dianggap aman dari infeksi virus corona karena adanya perbedaan ras dengan negara-negara yang telah terinfeksi. Masyarakat Indonesia yang termasuk dalam rumpun ras Melayu dianggap punya reseptor berbeda dengan warga di negara-negara yang telah terpapar virus tersebut.

Hal itu disampaikan Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia dan Persatuan Rumah Sakit Seluruh Indonesia, Hermawan Saputra, dalam diskusi bertajuk Mengukur Efek Corona: Siapkah Kita? di Hotel Ibis Tamarin, Jakarta Pusat, Sabtu.

“Paling dahsyat, tak ada tanda-tanda mengkhawatirkan, tiba-tiba ini [corona] terjadi di Italia dan Irak, kalau Korea Selatan wajar karena berdekatan. Nah teori awalnya karena kita ini perbedaan ras, karena kita ini tergolong dalam rumpun ras Melayu, maka reseptornya dianggap berbeda,” kata Hermawan.

Selain itu, Indonesia disebutnya mempunyai banyak tenaga kesehatan yang dianggap dapat melakukan deteksi dini (early detection) virus Corona. Hal itu dinilai dapat mencegah berkembangnya virus Corona.

“Kita cukup luar biasa punya tenaga, kita punya pusat pengendalian menular dan pakar di kabupaten-kota juga punya. Kita juga punya tenaga surveilans tersebar di seluruh Indonesia. Artinya human resource cukup melakukan early detection, tapi apakah sinergitas atau leadership?” katanya.

Belajar dari Sejarah

Menurut Hermawan, sejarah penyebaran virus mematikan, juga tak terlalu signifikan di Indonesia. Hermawan mencontohkan penyebaran virus SARS hingga MERS di Indonesia pada tahun-tahun sebelumnya.

“Tahun 2003 kita dikejutkan adanya SARS. SARS generasi awal itu menginfeksi 800.000 manusia di seluruh dunia, 85 persen di Asia. Di Indonesia tidak siginfikan, hanya 1-2 kasus. Penyebab SARS sendiri virus corona. Tahun 2012 itu muncul MERS, itu flu unta, ini juga cukup serius prosesnya menginfeksi banyak manusia, di Indonesia hampir tidak ditemukan,” ujar Hermawan.

Namun, Hermawan nenyebutkan, masyarakat Indonesia tetap harus waspada soal penyebaran virus Corona. Pasalnya, di negara tetangga Indonesia seperti Malaysia dan Singapura sudah ditemukan kasus-kasus positif virus Corona. Hermawan mengatakan ada tiga kemungkinan teori mengapa sampai saat ini di Indonesia belum ditemukan kasus positif Corona. Menurut Hermawan, banyaknya penduduk Indonesia dan sibuknya mobilisasi masyarakat dan WNA membuat Indonesia punya risiko besar terpapar virus Corona.

“Di internal para pegiat dan analis kesehatan masyarakat, ini punya tiga pendekatan teori, apakah kita menyebutkan under reported, kedua apakah failure detetection, ketiga apakah ada dismatch antara standar WHO dengan program di Indonesia,” kata Hermawan.

“[Sebanyak] 260 juta penduduk kita, ratusan pulau, dan minimal ada 10 bandara international destinasinya langsung dari luar negeri, ini punya risiko besar [terpapar corona]. Di Indonesia sendiri, di bandara kita punya thermal scanner, tapi model asesmen berupa wawancara saja,” ujarnya.

Ditulis oleh : Anik Sulistyawati

Sign up for the Newsletter

Join our newsletter and get updates in your inbox. We won’t spam you and we respect your privacy.