Belakangan ini tengah viral video seorang pria yang mengaku dosen dan melakukan pelecehan seksual dengan kedok riset swinger
JEDA.ID – Belakangan ini tengah viral video seorang pria yang mengaku dosen dan melakukan pelecehan seksual dengan kedok riset swinger. Pria ini mengaku dibayangi fantasi swinger dan selalu ingin memuaskan fantasinya tersebut.
Dalam video tersebut, pria bernama Bambang Ariyanto mengaku telah melakukan pelecehan seksual, yang berkedok penelitian terkait ‘swinger’.
“Saya Bambang Ariyanto ingin menjelaskan bahwa pernyataan saya mengenai rencana penelitian tentang swinger kepada banyak perempuan adalah bohong, karena sesungguhnya saya lebih ingin berfantasi swinger secara virtual semata. Hal itu dikarenakan kata swinger sering menghantui saya di setiap waktu,” kata Bambang dikutip dari Detik.com, Selasa (04/07/2020).
Seorang perempuan yang mengaku menjadi korban Bambang angkat bicara. Menurutnya, sudah ada ratusan korban aksi bejat pelaku yang sudah dilakukan sejak tahun 2014. Dia pun sempat bertemu dengan Bambang dan menanyakan jumlah keseluruhan korban yang ternyata mencapai ratusan.
“Kemarin sempat ketemu lalu saya tanya korbannya berapa. Bambang ini sudah melakukan aksinya sejak 2014. Setiap minggu katanya ada yang baru, kalau dikalikan jumlahnya ada 300-an dan Bambang mengiyakan,” kata korban saat dihubungi wartawan, seperti dilansir detikcom, Senin (3/8/2020).
Bunda, Ini 10 Mainan Edukasi Anak Usia 4-6 Tahun
Apa itu Swinger?
Swinger atau perilaku seks bertukar pasangan adalah kecenderungan untuk mendapatkan kepuasan seksual saat bertukar pasangan. Swinger ini mendapatkan kepuasannya saat melihat atau melakukan seks bersama pasangan lain.
“]Pelaku swinger] menyukai intimidasi yang diciptakan dengan pasangan lain atau orang lain,” jelas Matty Silver, seorang terapis seks, dilansir dari Detik.com.
1. Pelaku tidak puas hanya dengan satu pasangan
Adapun alasan lain yang membuat seseorang menjadi pelaku swinger, yaitu ketidakpuasan dalam hal seksual. Pelaku swinger merasa tidak mendapat kepuasan seksual dari pasangan resminya sendiri.
2. Berisiko tinggi mengalami penyakit seksual
Perilaku seksual yang tidak wajar ini pun tentunya bisa menimbulkan risiko kesehatan pada pelakunya. Berdasarkan penelitian di Belanda, para pelaku swinger sangat berisiko mengalami penyakit seksual, seperti herpes, HIV, dan klamidia.
3. Termasuk kelainan atau tindakan kriminal?
Dilansir dari Detik.com, menurut seksolog dari RS Siloam Kebon Jeruk, dr Heru Oentoeng, M. Repro, SpAnd, fantasi seks ada dua jenis, yaitu fantasi yang normal dan penyimpangan atau parafilia. Fantasi bisa dikatakan parafilia jika orang tersebut mendapat kepuasan dengan cara aneh atau polanya sama, misalnya mendapat gairah saat melakukan kekerasan pada pasangannya.
Pada kasus ini, menurut Heru perilaku seseorang tidak dikategorikan kelainan jika masih berhubungan seks secara wajar dengan pasangannya. Jika hanya sekedar wawancara untuk menambah fantasi seksual tanpa terpaku dengan pola tertentu lebih tepat disebut kenakalan hingga kriminal.
4. Fantasi seks tak selalu karena gangguan seksual
Fantasi seksual memiliki dua kategori: wajar dan penyimpangan (parafilia). Menurut Heru Oentoeng, fantasi seksual dikatakan normal apabila hanya mempengaruhi perubahan suasana, posisi, dan sentuhan-sentuhan saja..
5. Gangguan seksual punya pola tertentu
Pengidap gangguan seks memiliki pola tertentu untuk mendapatkan gairah seksual. Misalnya, dengan mencium celana dalam, menyiksa pasangan, adanya ketertarikan seksual dengan binatang, benda-benda tertentu, dan bahkan anak-anak. Oleh sebab itu, seseorang tidak bisa langsung dinilai mengidap gangguan seksual jika mereka tidak memiliki objek yang berpola sama untuk mendapatkan puncak kenikmatan.
Awas! Punya Rekan Kerja Doyan Ngemil, Anda Bisa Ketularan!
6. Banyak faktor penyebab
Heru mengungkapkan bahwa cukup sulit untuk mengetahui penyebab asli dari gangguan seksual. Akan tetapi ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi seseorang mengidap gangguan seksual. Faktor yang paling dicurigai adalah psikologi dan pengalaman. Ketika seseorang pernah dilecehkan dan membekas dalam batinnya, kejadian itu bisa berubah menjadi kenikmatan tersendiri baginya.
Faktor lainnya bisa dikarenakan genetik. Namun, Heru mengatakan bahwa belum bisa dipastikan sepenuhnya bahwa genetik bisa mempengaruhi gangguan seksual seseorang. Ada juga faktor hormonal, tetapi tidak semua kasus bisa disebabkan oleh faktor ini.
7. Bisa disembuhkan
Seseorang yang mengalami gangguan seksual, sebaiknya segera berkonsultasi pada psikiater untuk diperiksa tingkat keparahannya. Jika ada gangguan aktivitas seksual tertentu yang menggebu-gebu, sehingga membuatnya out of control yang akhirnya merugikan banyak orang (memperkosa, dan lainnya), maka bisa diberikan obat psikologis.
Bahkan, bisa juga dikebiri kimia. Upaya ini dilakukan untuk menekan faktor hormonal, sehingga menekan gairah seksual orang itu.