DPR memberi lampu hijau untuk pembentukan lembaga pemerintahan baru, meskipun beberapa waktu lalu sejumlah lembaga pemerintahan telah dihapus.
JEDA.ID-DPR memberi lampu hijau untuk pembentukan lembaga pemerintahan baru, meskipun beberapa waktu lalu sejumlah lembaga pemerintahan telah dihapus.
Badan Legislasi (Baleg) DPR dan pemerintah menyepakati beberapa Perubahan atas UU No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (PPP). Salah satunya adalah kementerian/lembaga setingkat menteri yang mengurusi soal regulasi.
“Ini juga ada penyesuaian kelembagaan. Rencana presiden mau bentuk sebuah badan khusus yang mau menangani Per-UU-an. Kita selipkan di situ kementerian atau lembaga,” kata Menteri Hukum dan HAM (Menkum HAM) Yasonna H. Laoly di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, seperti dilansir detikcom, Rabu (18/9/2019).
Kementerian baru/lembaga baru itu akan melakukan penyusunan Prolegnas di lingkungan pemerintah dan bertanggung jawab di bidang pembentukan Per-UU-an. Revisi UU No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (PPP) ini juga akan mengantisipasi review peraturan. Apakah harus ke pengadilan, DPR, atau cukup di lingkaran eksekutif. Perubahan ini akan disahkan dalam Sidang Paripurna sebelum periode DPR 2014-2019 selesai.
Sebagaimana diketahui, Jokowi dalam Debat Pilpres 2019 mengkritisi banyaknya regulasi. Hasilnya, banyak prioritas pembangunan terbengkalai. Solusinya, akan dibuat Pusat Legislasi Nasional.
“Kami gabungkan di Pusat Legislasi Nasional. Kontrol langsung oleh presiden, satu pintu agar tak tumpang tindih. Perda juga harus konsultasi ke Pusat Legislasi Nasional. Kita sederhanakan semua. Apabila ada tumpang tindih langsung kelihatan bisa kita lakukan revisi,” ungkap Jokowi.
Obesitas Hukum
Dalam pidato tahunan di depan MPR, Presiden Jokowi sempat menyatakan pembangunan terhambat karena ruwetnya legislasi. Oleh sebab itu, langkah konkret Jokowi dinanti untuk menata ulang legislasi. Menurut ahli hukum tata negara Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta (FH UNS) Agus Riewanto kepada detikcom, Selasa (20/8/2019), saat ini terjadi hyperregulated atau obesitas hukum.
Hingga 2018 saja terdapat 16.952 peraturan yaitu Peraturan Menteri sebanyak 12.792, Peraturan Pemerintah sebanyak 1.386, Peraturan Presiden sebanyak 1.129 dan Perppu sebanyak 27. “Kuantitas legislasi itu tidak sebanding dengan kualitas saling konflik, inkonsisten, multitafsir, duplikasi, tidak operasional, bermasalah secara sosiologis,” ujar Agus.
Selain itu juga terjadi tumpang-tindih (overlapping) antarperaturan baik secara vertikal maupun horizontal. Ditambah lagi database yang tersebar ke berbagai sumber sehingga sulit diakses. Oleh sebab itu, maka Jokowi harus memikirkan bagaimana menata ulang legislasi dalam periode kedua lewat Pusat Legislasi Nasional. Hal itu agar pembangunan makin cepat dan berkesinambungan.
“Maka idealnya Pusat Legislasi Nasional [PLN] memiliki kewenangan lembaga yang diperluas mengurusi harmonisasi dan sinkronisasi semua bentuk PUU, dimulai dari UU, PP, Perpres, Permen hingga Perda. Selain itu juga mengontrol konsep legislasi Pemerintah dengan kordinasi langsung ke Presiden. Termasuk mengontrol agar Presiden tidak terlihat melakukan kesalahan tatakala legislasi,” papar Agus.
PLN juga bisa mengusulkan perubahan dan pencabutan PPU dan merekomendasikan untk mencabut atau mengubah draf PUU. “Terakhir, memberikan penafsiran atas PUU terhadap pertanyaan yang diajukan oleh organ pemerintah,” ujarnya.
Tumpang Tindih
Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung juga mengakui Indonesia mengalami obesitas regulasi dengan banyaknya regulasi dari tingkatan undang-undang hingga peraturan daerah.
“Regulasi-regulasi yang banyak itu terkadang bukan malah menciptakan keteraturan dan ketaatan hukum, tetapi malah menimbulkan permasalahan. Sebab, regulasi yang dibuat sering kali tumpang-tindih dan bertentangan satu sama lain [overregulated],” ujar Pramono beberapa waktu lalu.
Selain banyak regulasi yang tumpang-tindih, menurut Pramono, banyaknya regulasi terkadang membatasi ruang gerak pemerintah dan mengakibatkan pembangunan nasional menjadi terhambat. “Regulasi di Indonesia berjumlah hingga puluhan ribu, mulai dari tingkatan undang-undang sampai dengan tingkatan peraturan wali kota,” katanya.
Selain masalah kualitas dan kuantitas, penyusunan peraturan perundang-undangan di Indonesia juga cukup kompleks dan berpotensi menimbulkan masalah. Pramono mencontohkan penyusunan RUU di Indonesia dilakukan melalui banyak pintu, seperti Kemenkum HAM, Kementerian Sekretariat Negara, dan Sekretariat Kabinet, sehingga memperlama proses sinkronisasinya.
Selama pemerintahan Jokowi sejumlah lembaga non struktural (LNS), telah diintegrasikan karena dianggap tidak lagi relevan dengan kebutuhan saat ini. Berikut 23 LNS yang diintegrasikan selama pemerintahan Jokowi periode pertama seperti dilansir dari berbagai sumber.
Perpres No 176 Tahun 2014:
1. Dewan Penerbangan dan Antariksa Nasional RI
2. Lembaga Koordinasi dan Pengendalian Pengingkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat
3. Dewan Buku Nasional
4. Komisi Hukum Nasional
5. Badan Kebijakansanaan dan Pengendalian Pembangunan Perumahan dan Pemukiman Nasional
6. Komite Antar Departemen Bidang Kehutanan
7. Badan Pengembangan Kawasan Pembangunan Ekonomi Terpadu
8. Komite Aksi Nasional Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak
9. Dewan Pengembangan Kawasan Timur Indonesia
10. Dewan Gula Indonesia
Perpres Nomor 16 Tahun 2015:
11. Badan Pengelolaan Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Dari Deforestasi, Degradasi Hutan dan Lahan Gambut
12 Dewan Nasional Perubahan Iklim
Perpres No 116 Tahun 2016:
13. Badan Benih Nasional
14. Badan Pengendali Bimbingan Massal
15. Dewan Pemantapan Ketahanan Ekonomi dan Keuangan
16. Komite Pengarah Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus, Pulau Batam, Pulau Bintan, Pulau Karimun
17. Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi
18. Dewan Kelautan Indonesia
19. Dewan Nasional Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas
20. Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional
21. Komisi Nasional Pengendalian Zoonosis
Perpres 124 Tahun 2016
22. Komisi Penanggulangan AIDS Nasional
Perpres No 21 Tahun 2017:
23. Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo