Tidak sedikit barang-barang yang menjadi sampah di laut membutuhkan waktu hingga belasan atau ratusan tahun agar bisa terurai.
JEDA.ID–Sampah di perairan Indonesia merupakan masalah besar yang butuh penanganan serius. Tidak sedikit barang-barang yang menjadi sampah di laut membutuhkan waktu hingga ratusan tahun agar bisa terurai.
Tidak mengherankan bila tidak jarang, ada hewan laut ditemukan mati terdampar dengan perut penuh plastik. Sustainable Waste Indonesia (SWI) memprediksi ada sekitar 6.000 hingga 245.000 metrik ton (MT) limbah plastik dibuang ke laut.
Artinya, perairan Indonesia dipenuhi sekitar enam juta hingga 245 juta kilogram limbah plastik. Sampah plastik merupakan sampah yang tergolong sulit terurai di laut.
Ada beberapa barang yang bisa terurai dengan cepat di laut misalnya kertas koran yang hanya butuh waktu sekitar 4 pekan akan hancur. Namun, sampah botol plastik butuh waktu 450 tahun untuk benar-benar terurai di laut.
Alarm dari Meroketnya Hewan Laut Terdampar
Berikut perkiraan waktu terurai sampah di laut sebagimana dikutip dari laman Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP):
- Botol kaca >1.000 tahun
- Senar pancing 600 tahun
- Popok bayi 450 tahun
- Botol plastik 450 tahun
- Plastik minuman 400 tahun
- Kaleng alumunium 200 tahun
- Kaleng timah 50 tahun
- Busa pelampung 50 tahun
- Gelas styrofoam 50 tahun
- Kantong plastik 10-20 tahun
- Kaus kaki 1-5 tahun
- Puntung rokok 1-5 tahun
- Potongan kayu 1-3 tahun
- Batu katun 2-5 bulan
- Sisa apel 3 bulan
- Kotak kardus 2 bulan
- Kertas koran 4 pekan
Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi punya target besar yaitu mengurangi 70 sampah laut nasional. Langkah awal yang ditempuh adalah menyusun data mengenai sampah di perairan Indonesia.
”Data ini sangat penting untuk meluruskan hasil penelitian Jenna Jambeck tahun 2015 yang menyatakan bahwa Indonesia adalah penyumbang sampah laut terbesar kedua khususnya plastik di dunia yakni sebesar 0,48-1,29 juta ton sampah laut per tahun,” ujar Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan, sebagaimana dikutip dari jpp.go.id, beberapa waktu lalu.
3 Sumber Kebocoran
Penghitungan baseline data sampah di lautan telah dimulai sejak Februari 2018 yang melibatkan penelitian dari National Plastic Action Partnership (NPAP), Bank Duniam dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
Secara global, sampah plastik mendominasi komposisi permasalahan pencemaran laut yaitu sekitar 60-80 persen dari jumlah total (Debris Free Oceans, 2019). Beberapa negara menerapkan metodologi global untuk memperkiraan berapa jumlah sampah plastik yang bocor dari daratan ke air.
Ada tiga sumber kebocoran, yaitu pembuangan yang tidak tepat dari sampah yang sudah dikumpulkan, sampah yang tidak dikumpulkan yang dibuang secara ilegal di daratan, dan sampah yang tidak dikumpulkan yang dibuang langsung ke laut.
Menurut LIPI, perkiraan awal sampah di perairan nasional yaitu 0,27-0,59 juta ton per tahun. Data tersebut berasal dari stasiun pengamatan di 18 lokasi di seluruh Indonesia.
Rencana ke depan, tim gabungan yang terdiri atas LIPI, NPAP, Bank Dunia, dan KLHK bekerja untuk melakukan studi lanjutan untuk mendapatkan hasil estimasi sampah plastik yang terbuang ke lautan secara komprehensif di seluruh wilayah Indonesia.
Ukuran Piring, Sisa Makanan, dan Perubahan Iklim
Pemerintah menargetkan 70 persen sampah di lautan Indonesia bisa berkurang pada 2025. Luhut menyebut ide yang mencuat untuk mengurangi sampah laut adalah pelarangan penggunaan plastik dan gelas plastik sekali pakai di seluruh kantor pemerintahan pusat dan daerah.
Kemudian penggunaan jala oleh nelayan yang sedang tidak melaut untuk mengumpulkan sampah, serta aksi pengumpulan sampah plastik di dasar lautan saat melakukan aktivitas penyelaman.
Aktivitas berskala kecil jika dilaksanakan bersama-sama, akan memberikan kemajuan dan dampak besar dalam penanganan sampah perairan Indonesia,” ujar Luhut. Yang pasti bila tidak ada tindakan nyata dalam waktu cepat, laut di Indonesia akan kian dipenuhi sampah.