Dalam 32 tahun terakhir, Whale Strading Indonesia mencatat ada 446 kejadian hewan laut terdampar.
JEDA.ID–Tahun 2019 belum berakhir, namun jumlah hewan laut yang terdampar sudah hampir dua kali lipat dibandingkan 2018. Jumlah hewan laut terdampar yang terus naik dari tahun ke tahun sebenarnya menjadi alarm bagi manusia.
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mencatat selama kurun waktu 2015 sampai 2019, sedikitnya ada 55 kejadian hewan laut terdampar. Sebanyak 30 kejadian bahkan terjadi sepanjang 2019.
Jumlah ini meroket bila dibandingkan 2018 lalu dengan 16 kejadian hewan laut terdampar. Angka lebih kecil terjadi pada 2017 lalu yaitu 5 kejadian, 4 kejadian pada 2016, dan 1 kejadian hewan laut terdampar pada 2015.
Jawa Timur menjadi provinsi dengan jumlah kejadian terbanyak sebanyak 20 kejadian sepanjang 2015-2019. Selama 2019 di Jawa Timur sudah ada 9 hewan laut yang terdampar.
Kejadian terakhir adalah adanya hiu tutul yang tersesat di perairan dekat Pembangkit Listrik Tenaga Uap Paiton, Probolinggo, Jawa Timur, pada 16 September 2019.
Setelah beberapa hari, akhirnya pada 20 September 2019 hiu tutul yang memiliki nama latin Rhincodon typus yang masuk dalam famili Rhincodontidae dari kelas Chondrichthyes ini berhasil dihalau keluar dari perairan di sekitar PLTU Paiton.
Data berbeda disajikan Whale Strading Indonesia. Website Whale Strading Indonesia dibuat untuk pendataaan hewan laut terdampar di Indonesia.
Data hewan laut terdanpar yang dihimpun di laman itudikumpulkan dan diverifikasi oleh para sukarelawan/wati dan ilmuwan/wati di Indonesia.
Data yang dimuat mulai tahun 1987 sampai 2019. Sepanjang 1987-2019 ada 446 kejadian hewan laut terdampar. Di laman itu disebutkan pada 2019 ini sudah ada 30 kejadian hewan laut terdampar.
Pada 2018 lalu ada 69 kejadian dan pada 2017 ada 55 kejadian hewan laut terdampar. Bila ditarik sejak 1987-2019, kejadian hewan laut terdampar cenderung fluktuatif.
Pesut Mahakam
Namun, bila ditarik sejak 2013 sampai sekarang, grafiknya memiliki pola yang sama yaitu terus naik tiap tahunnya. Jenis hewan yang kerap terdampar adalah pesut Mahakam. Setelah itu ada paus sperma, dugong atau duyung.
Whale Strading Indonesia mencatat hewan terdampar paling banyak ada di Kalimantan Timur dengan 115 kejadian, disusul Bali dengan 63 kejadian, dan Aceh 31 kejadian.
”Whale Strading Indonesia selalu bekerja sama secara kolaboratif dengan pemerintah Indonesia terutama Kementerian Kelautan dan Perikanan dan para pihak lain untuk menjamin keberlangsungan hidupan liar di laut kita dan kesejahteraan masyarakat negeri ini,” tulis mereka.
Sementara itu, tim peneliti dari Pusat Penelitian Biologi LIPI mencoba menggali informasi lebih mengenai rentetan kejadian hewan laut terdampar.
Pada September lalu, mereka melakukan identifikasi dan analisis terhadap laporan terdamparnya hewan laut di pantai di wilayah Kecamatan Pasiran, Lumajang.
Sebagaimana dikutip dari laman LIPI, tim mendapatkan laporan pada Juli terdapat paus bongkok (Megaptera novaeangliae) yang terdampar. Sementara pada September, tepatnya tanggal 9 dan 16 September, ada dua ekor hiu tutul terdampar di Pantai Kajaran dan Pantai Bambang.
Bangkai hiu tutul ini telah dikubur di dua tempat yang berbeda. Sementara paus bongkok kondisinya sudah tercerai berai terbawa ombak dan arus. Potongan kulit ditemukan berserakan di beberapa tempat dan tidak ada tulang yang ditemukan.
Hiu tutul yang masuk dalam kelas hiu dan pari ini tercantum di Daftar Merah IUCN dalam kategori Endangered (EN).
”Hiu tutul tergolong jenis terancam atau threatened species. Jika tidak ada upaya penyelamatan dapat masuk kategori critically endangered atau kritis,” ujar Kepala Bidang Zoologi Pusat Penelitian Biologi LIPI, Cahyo Rahmadi.
Pesan Khusus
Berdasarkan Keputusan Men KKP No. 18/Kepmen-KP/2013, hiu tutul ditetapkan sebagai jenis dengan perlindungan penuh. Sedangkan paus bongkok masuk kategori least concern atau memiliki tingkat risiko rendah dan dilaporkan populasinya meningkat.
Cahyo menyebutkan terus meningkatnya hewan laut terdampar memiliki pesan khusus yang disampaikan laut kepada manusia yang perlu penyikapan.
Dia memastikan peningkatan jumlah kejadian hewan laut terdampar ini semakin menunjukkan ada permasalahan serius yang saat ini belum banyak diketahui.
”Perubahan ekosistem laut akibat perubahan iklim, polusi, eksploitasi berlebih, perubahan tata guna laut, dan masuknya jenis asing invasif yang menyebabkan kepunahan menjadi hal yang patut disikapi serius,” jelas Cahyo.
Pendapat senada pernah disampaikan Ditjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Wiratno pada Maret 2018 lalu. Kala itu sejumlah hewan laut terdampak di pantai.
Secara umum, hewan laut cenderung mencari tempat hidup yang menurutnya aman. Namun, sayangnya mereka seringkali tak bisa membedakan wilayah yang seharusnya tak ditempati.
Peneliti Mamalia Laut LIPI Sekar Mira menjelaskan beberapa faktor penyebab terdamparnya hewan-hewan laut itu. Salah satu faktor utamanya ialah lantaran kondisi laut yang kian tercemar.
”Dari kejadian terdampar ini bisa juga ada pengaruh polutan atau cemaran di laut kita. Jadi banyak banget faktornya. Bisa juga ini indikasi cuaca ekstrem, misal gempa dasar laut atau pasang surut ekstrem bisa berpengaruh,” ucap Sekar sebagaimana dikutip dari Detikcom.
Namun yang pasti, kematian hewan-hewan laut yang tak lazim itu menjadi alarm bagi manusia. Sebab, hal tersebut bisa menjadi indikasi ada sesuatu yang salah dengan kondisi laut saat ini.
“Yang kemarin-kemarin terdampar atau mati itu perlu kita selidiki lebih lanjut. Karena sebenarnya mereka bisa menjadi alarm atau pembawa pesan ada sesuatu yang salah di laut kita, bisa jadi indikasi dari fenomena ini,” jelas Sekar.