Satelit Palapa kali pertama diluncurkan pada 9 Juli 1976, diberi nama Palapa A1. Sampai sekarang, ada Satelit Palapa sampai Satelit Palapa D dan menunggu penggantinya.
JEDA.ID-Satelit Palapa kali pertama diluncurkan pada 9 Juli 1976, diberi nama Palapa A1, yang sekaligus diperingati sebagai Hari Satelit Palapa.
Dikutip dari laman resmi Bakti Kominfo, Kamis, nama Palapa dipilih oleh presiden kedua RI, Soeharto, untuk mengenang kebesaran tanah air yang bermula dari Sumpah Palapa yang dulunya diikrarkan oleh Patih Gajahmada pada zaman Majapahit tahun 1334.
Melalui nama ini, Soeharto berharap Indonesia dapat mengulang kembali kejayaannya seperti sejarah Nusantara.
Satelit Palapa A1 diluncurkan di Cape Kennedy, Florida, Amerika Serikat melalui roket Delta 2914. Satelit yang dibuat oleh Hughes Aircraft Company itu memiliki bobot 574kg, tinggi 3,7 meter, diameter 1,9 meter dengan antena berdiameter 1,5 meter.
Satelit Palapa A1 menggunakan teknologi yang sama yang digunakan untuk satelit Anik dan Westar milik Kanada dan Amerika. Proyek satelit ini mampu diselesaikan dalam waktu 17 bulan.
Satelit tersebut didesain untuk mengoptimalkan pancaran sinyal ke seluruh nusantara dan beberapa negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, Thailand dan Filipina.
Disebut Bangkrut Dihantam Pandemi, Ini Fakta-Fakta Victoria’s Secret
Satelit Palapa A1 di bawah pengawasan Perumtel yang sekarang berganti nama menjadi Telkom untuk sistem komunikasi, siaran TVRI dan Kemenkumham.
Dikutip dari Antara, Kamis (9/7/2020), dalam perkembangannya Satelit Palapa mengalami beberapa pergantian karena satelit memiliki jangka waktu yang terbatas.
Satelit Palapa A1 mengorbit mulai 1976-1983. Kemudian, digantikan oleh Satelit Palapa A2 yang beroperasi mulai 1977-1987.
Satelit proyek kedua ini sebenarnya adalah satelit cadangan yang dioperasikan apabila satelit A1 mengalami kegagalan. Diluncurkan dengan roket yang sama yaitu roket Delta 2914 pada Maret 1977 diharapkan bisa menjaga stabilnya hubungan komunikasi.
Pemerintah selanjutnya meluncurkan Satelit Palapa B1 melalui pesawat STS misi ke 7 Challenger pada 18 Juni 1983.
Dibuat oleh perusahaan yang sama dengan Satelit Palapa A, satelit ini dioperasikan oleh stasiun pengendali di Elsegundo California yaitu Pusat Pengendali Operasi dan SPU (Stasiun Pengendali Utama) Cibinong dan Fillmore di Ventura City.
Pemerintah pada saat itu berharap proyek ini dapat menampung kebutuhan negara-negara di ASEAN. Satelit Palapa B1 berhenti beroperasi pada 1990.
Selanjutnya, Satelit Palapa B2 meluncur. Namun, satelit yang merupakan plan B dari Satelit Palapa B1 dalam peluncurannya mengalami kegagalan pada 3 Februari 1984. Hal ini dipicu karena motor perigee tidak dapat berfungsi maksimal.
Oleh karena itu, untuk menggantikan Satelit Palapa A1 dan Satelit Palapa A2 yang sudah habis masa pakainya, pemerintah akhirnya membuat proyek Satelit Palapa B2 Pengganti atau disingkat B2P.
Jika Covid-19 Dinyatakan Menular Lewat Udara, Ini Rekomendasi Dokter
Pada 20 Maret 1987 Satelit B2P diluncurkan secara konvensional melalui sistem roket seperti halnya satelit A1 dan A2.
Hal ini merupakan imbas dari kecelakaan pesawat Challenger yang meledak di udara serta menewaskan kru pesawat. Peluncuran yang tadinya dijadwalkan pada 1986 ditunda hingga tahun 1987.
Pada 13 April 1990 dilakukan perbaikan pada Satelit Palapa B2. Dalam proyek ini, Sattel Technologies ditunjuk sebagai pelaksana. Satelit ini diluncurkan melalui Delta 6925 dan dinamakan Satelit Palapa B2R.
Selanjutnya, Satelit Palapa B4 meluncur pada 14 Mei 1992, dan memiliki masa waktu beroperasi hingga 2005.
Regenerasi selanjutnya adalah Satelit Palapa C1 dan Satelit Palapa C2 yang mengangkasa pada 1996. Walaupun dibuat oleh perusahaan yang sama dengan Palapa A dan B, Palapa C mampu menjangkau area yang lebih luas seperti Asia Tenggara, sebagian China, India, Jepang dan Australia.
Satelit Palapa C juga dioperasikan di dalam negeri yaitu oleh Satelindo yang sekarang berganti nama menjadi Indosat.
Kemudian, Satelit Palapa D mengorbit pada 2009 hingga 2024. Satelit Palapa D ini dibuat oleh Thales Alenia Space di Prancis. Dengan komponen platform SpaceBus 4000-B3 satelit ini mencakup Asia, Asia Tenggara dan seluruh Indonesia.
Sementara pengganti Satelit Palapa D, yaitu Satelit Nusantara Dua, justru gagal mengorbit. Satelit Nusantara Dua semestinya terbang menuju orbitnya pada Kamis (9/4/2020). Sayangnya gagal dan malah ‘mengangkasa’ di dasar laut.
Dikutip dari detikcom, Satelit yang menyandang nama Palapa-N1 ini meluncur dari Xichang Satellite Launch Center di Xichang, Provinsi Sichuan, China. Tepat pukul 19.46 waktu setempat, Roket Long March 3B/E membawa satelit Nusantara Dua menuju orbitnya.
Proses lift off berjalan baik. Namun tiba-tiba terjadi anomali jelang fase pelepasan roket tingkat ketiga
Satu dari dua roket pendorong tidak berfungsi dengan baik. Sehingga tidak mendapatkan kecepatan yang cukup untuk masuk ke orbit yang ditentukan
Tiba-tiba saat berada di angkasa ada puing-puing yang bertebaran. Satelit itu pun jatuh di laut dan tidak bisa diselamatkan.
“Dalam hal ini ketinggian satelit tersebut hanya 170 kilometer dengan kecepatan 7.100 meter per detik dan kemudian jatuh ke lautan dan tidak bisa diselamatkan dan hilang,” terang Direktur Utama PT Pasifik Satelit Nusantara (PSN) Adi Rahman Adiwoso.
Gagal Mengorbit
Meski gagal mencapai orbit, Nusantara Dua telah dilindungi oleh asuransi yang sepenuhnya memberikan perlindungan atas risiko peluncuran dan operasional satelit.
“Nusantara Dua telah dilindungi oleh asuransi yang sepenuhnya memberikan perlindungan atas risiko peluncuran dan operasional satelit,” ujar Presiden Direktur PT PSNS Johanes Indri Trijatmodjo.
Pengganti Palapa D
Satelit Nusantara Dua merupakan milik PT Palapa Satelit Nusa Sejahtera (PSNS) yang merupakan perusahaan patungan PT Pasifik Satelit Nusantara (PSN), Indosat Ooredoo serta PT Pintar Nusantara Sejahtera (PNS).
Sedianya Satelit Nusantara Dua akan menggantikan Palapa D yang berakhir masa operasinya pada pertengahan tahun ini. Palapa D sendiri saat ini dimanfaatkan lembaga penyiaran di Indonesia.
“Satelit Palapa D yang terletak di orbit 113 derajat Bujur Timur saat ini sedang melayani 23 lembaga penyiaran televisi dan 8 radio yang akan deorbit pada akhir Juli 2020 ini,” tutur Menkominfo Johnny G. Plate
Nusantara Dua proyeksikan mengisi di slot orbit 113 derajat Bujur Timur (BT). Oleh Indosat Ooredoo, satelit ini akan digunakan untuk menunjang bisnis media broadcasting di Indonesia.
Dengan gagalnya Nusantara Dua mengorbit dan masa operasi satelit Palapa D ada kekhawatiran siaran televisi dan radio akan mengalami kendala.
Namun Menkominfo Johnny G Plate telah memastikan jika siaran televisi dan radio masih aman tidak mengalami gangguan. Hal ini turut ditegaskan Chief Business Officer Indosat Ooredoo Bayu Hanantasena.
“Saat ini dapat kami sampaikan Palapa D masih beroperasi dengan normal 100%, sehingga saat ini. Boleh dikatakan tidak ada dampak sama sekali,” ujar Bayu.
Kendati begitu, berhubung masa operasi Palapa D akan berakhir pada pertengahan tahun ini, Indosat Ooredoo bersama pihak terkait lainnya mencari satelit pengganti Nusantara Dua yang gagal mengangkasa tersebut.
“Karena satelit memasuki end of life, maka contigency plan untuk memastikan bahwa layanan diberikan Palapa D tetap berjalan dan tidak mengalami gangguna. Kami sudah melaksanakan business continuity plan atau rencana kesinambungan bisnis, salah satunya dengan mencari satelit pengganti,” tutur Bayu.
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) langsung mengirimkan surat kepada International Telecomunication Union (ITU) agar slot orbit 113 derajat Bujur Timur tidak diserobot negara lain.
Satelit Pengganti
Hal itu dilakukan seusai satelit Nusantara Dua yang diluncurkan di Xichang Satellite Launch Center (XSLC) di Xichang, China, gagal mencapai orbit dan jatuh ke laut. Padahal, Nusantara Dua diproyeksikan menggantikan satelit Palapa D yang habis masa operasinya pada pertengahan tahun ini.
Ilmuwan Temukan Varian Virus Corona Baru yang Lebih Menular
Sebagai informasi, slot orbit ini sangat terbatas penggunaannya. Sehingga banyak negara yang ingin mendapatkan dan tentu untuk meluncurkan satelit untuk kebutuhannya.
Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (Dirjen SDPPI) Kementerian Kominfo Ismail mengatakan sebagai tindak lanjut dari contigency plan, pemerintah akan berkoordinasi dan konsultasi kepada ITU yang telah memberikan hak kepada Indonesia untuk mengoperasikan satelit di slot orbit 113 derajat Bujur Timur.
“Segera setelah kami memperoleh keterangan atau surat resmi dari operator telekomunikasi yang dalam hal ini Indosat dan PT PSN, kami segera kirimkan surat kepad ITU untuk menetapkan dalam status force majuere,” tutur Ismail.
Kominfo sendiri punya pengalaman dalam membujuk ITU dengan kasus yang sama, yakni saat satelit Telkom 1 pada tiga tahun lalu dan sukses mengamankan slot orbit tersebut.
“Dalam kondisi demikian secara normalnya kita akan memiliki perpanjangan waktu untuk menyiapkan satelit baru, satelit pengganti agar setiap frekuensi yang sudah ditetapkan di slot orbit 113 derajat Bujur Timur dapat tetap jadi milik bangsa Indonesia dan dioperasikan ke depannya,” jelas Dirjen SDPPI.
Ismail mengungkapkan berbagai cara dilakukan oleh pemerintah menindaklanjuti segera guna mengamankan slot orbit 113 derajat Bujur Timur. Disebutkan, pemerintah akan menjelaskan detik-detik kegagalan peluncuran Nusantara Dua di sidang terdekat Radio Regulations Board itu 6-15 Juli 2020, di mana deadline-nya adalah 15 Juni 2020.
“Sebelum tanggal tersebut akan menyampaikan sebab-sebab kegagalan ini dan semoga sidang terdekat Radio Regulations Boards itu hak filing Indonesia di slot orbit 113 derajat beserta seluruh frekuensi dapat diperpanjang kembali,” jelasnya.