• Tue, 10 December 2024

Breaking News :

Sejarah Kerajaan Sriwijaya dan 4 Penemuan Harta Karun di Indonesia

Warga Ogan Komering Ilir di Sumatra Selatan geger terkait penemuan harta karun peninggalan Kerajaan Sriwijaya di lokasi bekas (karhutla).

JEDA.ID— Warga Ogan Komering Ilir di Sumatra Selatan geger terkait penemuan harta karun peninggalan Kerajaan Sriwijaya di lokasi bekas kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Bahkan ada yang menemukan emas senilai puluhan juta.

“Istri dan anak saya dapat emas sekitar 4-5 gram, kalau harga normal itu hanya Rp3 jutaan. Tapi karena motif dan batu merah, dihargai Rp35 juta,” kata warga, Denni saat dimintai dikonfirmasi lewat telepon, Jumat (4/10/2019) seperti dinilai detikcom.

Melihat emas itu punya motif dan nilai sejarah, Denni pun tidak menjualnya. Ia memilih untuk menyimpan harta karun itu sebagai koleksi pribadi. “Tidak saya jual, nanti kalau dapat lagi emas polos tidak bermotif baru dijual. Kalau warga lain pasti dijual, ada juga yang dapat emas dihargai Rp60 juta,” tuturnya.

Pencarian harta karun bekas Kerajaan Sriwijaya sebenarnya pernah dilakukan pada tahun 2014-2015 lalu. Saat itu lahan milik perusahaan PT Bumi Mekar Hijau (BMH) kekeringan dan sempat tebakar. Tidak lama setelah kebakaran, warga menemukan emas di lokasi.

Melihat penemuan itu, tim Cagar Budaya Kabupaten OKI disebut sudah datang ke lokasi. Tim meminta warga untuk dapat mendaftarkan setiap temuan mereka di lokasi, terutama jika punya nilai sejarah. Namun demikian, banyak warga yang tetap menjual emas karena kebutuhan.

Masa Keemasan Sriwijaya

Menurut Prasasti Kedukan Bukit, yang bertarikh 605 Saka (683 M), Kerajaan Sriwijaya kali pertama didirikan di sekitar Palembang, di tepian Sungai Musi.  Teori Palembang sebagai tempat di mana Sriwijaya pertama kali bermula diajukan oleh Coedes dan didukung oleh Pierre-Yves Manguin. Selain Palembang, tempat lain seperti Muaro Jambi (Sungai Batanghari, Jambi) dan Muara Takus (pertemuan Sungai Kampar Kanan dan Kiri, Riau) juga diduga sebagai ibu kota Sriwijaya.

Berdasarkan observasi sekitar 1993, Pierre-Yves Manguin menyimpulkan bahwa pusat Sriwijaya berada di Sungai Musi antara Bukit Seguntang dan Sabokingking (terletak di provinsi Sumatra Selatan sekarang), tepatnya di sekitar situs Karanganyar yang kini dijadikan Taman Purbakala Kerajaan Sriwijaya.

Pendapat ini didasarkan dari foto udara tahun 1984 yang menunjukkan situs Karanganyar menampilkan bentuk bangunan air, yaitu jaringan kanal, parit, kolam serta pulau buatan yang disusun rapi yang dipastikan situs ini adalah buatan manusia.

Bangunan air ini terdiri atas kolam dan dua pulau berbentuk bujur sangkar dan empat persegi panjang, serta jaringan kanal dengan luas areal meliputi 20 hektare. Di kawasan ini ditemukan banyak peninggalan purbakala yang menunjukkan bahwa kawasan ini pernah menjadi pusat permukiman dan pusat aktivitas manusia.

Berdasarkan sumber catatan sejarah dari Arab, Sriwijaya disebut dengan nama Sribuza. Pada 955 M, Al Masudi, seorang musafir (pengelana) sekaligus sejarawan Arab klasik menulis catatan tentang Sriwijaya.  Dalam catatan itu, digambarkan Sriwijaya adalah sebuah kerajaan besar yang kaya raya, dengan tentara yang sangat banyak.

Disebutkan kapal yang tercepat dalam waktu dua tahun pun tidak cukup untuk mengelilingi seluruh pulau wilayahnya. Hasil bumi Sriwijaya adalah kapur barus, kayu gaharu, cengkih, kayu cendana, pala, kapulaga, gambir dan beberapa hasil bumi lainya.

Catatan lain menuliskan bahwa Sriwijaya maju dalam bidang agraris. Ini disimpulkan dari seorang ahli dari Bangsa Persia yang bernama Abu Zaid Hasan yang mendapat keterangan dari Sujaimana, seorang pedagang Arab. Abu Zaid menulis bahwasanya Kerajaan Zabaj (Sriwijaya -sebutan Sriwijaya oleh bangsa Arab pada masa itu-) memiliki tanah yang subur dan kekuasaaan yang luas hingga ke seberang lautan.

Penemuan Menggemparkan

Melihat sejarahnya tampaknya bukan mustahil Bumi Nusantara memiliki banyak peninggalan bersejarah. Mengingat selain Sriwijaya sejumlah kerajaan juga pernah berjaya di Bumi Pertiwi.  Sehingga tak heran jika dalam bumi dan laut Indonesia terkandung harta karun berlimpah, kekayaan alam maupun tinggalan peradaban masa berupa emas, perhiasan, artefak, koin, dan benda berharga lainnya.

Potensi Indonesia sebagai lokasi pundi-pundi tersembunyi mengundang sejumlah pemburu harta untuk datang dan mencari peruntungan. Berikut 4 penemuan harta karun di Indonesia yang menjadi perhatian dunia seperti dilansir dari berbagai sumber.

1. Harta Karun yang Tersibak Tsunami Aceh

Beberapa saat setelah bencana tsunami melanda Aceh, seorang warga Desa Gampong Pande, bernama Fatimah menemukan koin-koin emas yang bertuliskan aksara Arab. Harta karun tersebut ditemukan dekat kuburan kuno yang keberadaannya dikuak gelombang tsunami dahsyat yang melantak Aceh pada 2004. Koin yang ditemukan diperkirakan berasal antara tahun 1200 hingga 1600 Masehi. Gelombang gergasi mengangkat makam kuno yang berisi jasad penguasa pada Abad ke-13 yang dimakamkan bersama harta benda miliknya.

Sebelum tsunami terjadi, tak ada warga yang berani mengusik makam yang dikeramatkan tersebut. Namun, pascatemuan tersebut, orang-orang menyerbu Gampong Pande. Membawa peralatan sederhana, mereka juga ingin dapat harta karun.

Koin yang ditemukan kemudian dijual ke penadah yang saat itu mematok harga Rp800.000 tiap keping. Gempong Pande terletak di bekas wilayah kerajaan Islam pertama di Aceh, yang dipimpin Dinasti Meukuta Alam. Kerajaan itu kemudian bergabung dengan negeri tetangga, yang diperintah Dinasti Darul Kamal menjadi Kerajaan Aceh Darussalam yang dipimpin Sultan Iskandar Muda Johan Pahlawan Meukuta Alam (1590-1636).

Selama masa kepemimpinannya, kerajaan tersebut menjalin hubungan diplomatik dengan Inggris, Kekaisaran Ottoman di Turki, dan Belanda.  Antara Abad ke-13 dan ke-17, desa Gampong Pande menjadi semacam sentra industri, yang memproduksi banyak barang, termasuk koin emas. Kabar penemuan harta karun pascatsunami tersebut menjadi perhatian dunia sejumlah media asing ikut mengabarkannya.

2. Harta Karun Diduga Milik Kerabat Nabi

Tumpukan harta karun terbaring di dasar laut Indonesia selama lebih dari 1.000 tahun. Sebanyak 270 ribu objek termasuk kristal, permata, keramik, porselen Tiongkok, mutiara, dan emas ditemukan para penyelam di sebuah bangkai kapal dari Abad ke-10 yang berjarak 80 mil dari Pelabuhan Cirebon, antara pulau Kalimantan dan Pulau Jawa.

Keberadaan kapal di kedalaman 56 meter itu awalnya dilaporkan para nelayan yang menjala ikan di sekitarnya. Ekskavasi dilakukan antara April 2004 dan Oktober 2005. Tim penyelam harus melakukan 22 ribu perjalanan dari kapal barang tersebut untuk mengambil muatannya. Para penyelam ini adalah bagian dari anggota tim hasil kolaborasi antara dua perusahaan, yakni Cosmix Underwater Research Ltd dengan perusahaan lokal, PT Paradigma Putra Sejahtera.

Pemburu harta dari Belgia, Luc Heymans ikut serta dalam pencarian warisan nenek moyang itu. Di antara benda berharga yang ditemukan adalah batu permata besar yang konon milik Dinasti Fatimiyah. Berdasarkan catatan sejarah, Dinasti Fatimiyah mengklaim sebagai keturunan Nabi Muhammad. Fatimah merupakan putri bungsu Nabi Muhammad dari istri pertama, Khadidjah.

Nilai total harta karun itu pada 2010 diperkirakan Rp720 miliar. Namun, pelelangan pada tahun itu sepi peminat. Tak ada yang berniat menawar. Gara-garanya, tak ada peminat yang menyerahkan uang jaminan sebesar 20persen dari harga limit atau sekitar US$16 juta. Uang jaminan atau deposit itu cukup tinggi karena harta karun itu dilelang dalam satu paket.

Dirunut dari sejarah, Cirebon adalah destinasi awal para pedagang Muslim di Nusantara. Menurut para ahli sejarah, Islam datang ke wilayah Indonesia pada Abad ke-12. Temuan tersebut juga diharapkan memecahkan misteri mengapa raja-raja Jawa Abad ke-10 pindah dari Jawa Tengah ke Jawa Timur, demikian menurut John Miksic, sejarawan maritim di National University of Singapore, seperti dikutip dari New York Times. Indonesia dikenal sebagai ‘kuburan kapal’ pada masa lalu. Baru sekitar 500 bangkai bahtera yang telah ditemukan hingga saat ini, ribuan lainnya masih belum diketahui posisinya.

3. Harta Karun ‘Titanic dari Timur’

Pada 12 Mei 1999, Michael Hatcher, pemburu asal Australia menemukan bangkai kapal Tek Sing yang mengangkut 360 ribu porselen — temuan terbesar gerabah berharga asal Tiongkok, dari era Dinasti Ming. Sebelumnya, ia menyewa beberapa ahli arkeologi untuk mempelajari arsip-arsip VOC untuk menggali sejumlah informasi penting.

Media Jerman, Spiegel menjuluki kapal itu sebagai ‘Titanic of the East’ atau Titanic dari Timur karena sejarahnya yang sama-sama tragis. Saat karam pada 6 Februari 1822, sebagian besar dari 1.600 awak dan penumpangnya meninggal dunia.

Jasad manusia juga ditemukan di dalam bangkai kapal. Namun, para penyelam— yang berasal dari Indonesia— tak berani mengusiknya. Mereka percaya, siapa saja yang berani mengusik para mendiang bakal kualat. Kargo yang diangkat dari Tek Sing kemudian dilelang di Stuttgart, Jerman pada November 2000. Gara-gara itu, Michael Hatcher diburu oleh kepolisian Indonesia lantaran dituduh telah menjarah artefak-artefak berharga di perairan Nusantara.

4. Bangkai Kapal Harta Belitung

Sebuah kapal layar jenis dhow mengarungi lautan dari Afrika ke Tiongkok sekitar 830 Masehi. Namun, saat berlayar pulang ia tenggelam di titik 1,6 kilometer dari lepas pantai Pulau Belitung. Tilman Walterfang, seorang direktur perusahaan beton asal Jerman ikut andil menemukan harta karun bernilai jutaan dolar itu. Ia menyelam ke dasar lautan.

Harta karun itu punya makna sejarah besar sehingga pihak Shanghai, Singapura, dan Doha di Qatar saling berlomba untuk membelinya. Sekitar 60.000 artefak dikumpulkan tim Walterfang dari dasar laut, termasuk kendi minuman anggur, mangkuk teh dengan pola timbuk dari emas, piala perak, juga piring berusia 1.200 tahun.

Bangkai kapal ini berkontribusi terhadap dua penemuan besar bagi para arkeolog, yakni koleksi artefak tunggal terbesar dari zaman Dinasti Tang yang ditemukan di puing-puing kapal, yang dikenal dengan sebutan “harta karun Tang”.

Ditulis oleh : Anik Sulistyawati

Sign up for the Newsletter

Join our newsletter and get updates in your inbox. We won’t spam you and we respect your privacy.