Pariwisata halal merupakan brand internasional yang menyasar para wisatawan muslim.
JEDA.ID–Tuduhan arabisasi mencuat di Pantai Syariah Pulau Santen, Banyuwangi, pekan lalu. Pantai yang dikhususkan bagi kaum hawa itu sejatinya mengusung konsep wisata halal, sebuah potensi wisata yang tengah dibidik pemerintah.
Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas menyatakan wisata halal yang dikonsep di pantai itu tak lebih dari strategi pemasaran. Salah satu alasan utamanya adalah pangsa pasar wisata halal di dunia terus mengalami kenaikan.
”Halal tourism selama ini terus meningkat trennya. Bahkan, di negara-negara yang notabenenya orang muslim bukan mayoritas, wisata halalnya sangat maju. Sementara itu, kita yang merupakan negara dengan mayoritas penduduknya muslim, jauh tertinggal,” ujar Anas sebagaimana dikutip dari laman banyuwangikab.go.id, Senin (1/7/2019).
Ketua Umum Perkumpulan Pariwisata Halal Indonesia (PPHI) Riyanto Sofyan menyebut pariwisata halal merupakan brand internasional yang menyasar para wisatawan muslim.
Tujuannya untuk mendatangkan wisatawan muslim mancanegara, seperti warga Malaysia, Singapura, Timur Tengah, Eropa, Amerika, dan Australia. Hal itu dilakukan agar wisatawan muslim tetap nyaman berwisata dan tidak melanggar larangan agama, terutama saat makan dan minum.
Dia mencontohkan kata halal juga mirip dengan branding vegetarian untuk wisatawan asal India. Istilah halal tersebut sudah merupakan branding bagi kebutuhan wisatawan muslim di waktu berwisata. “Jadi enggak ada yang ilegal tentang pariwisata halal,” katanya.
Pedoman Wisata Halal
Tuduhan arabisasi di Banyuwangi itu pun nyaris bersamaan dengan langkah Kementerian Pariwisata (Kemenpar) yang tengah menyusun dan menyiapkan pedoman pariwisata halal.
Pedoman itu akan menjadi panduan pengembangan pariwisata berstandar halal sehingga dapat mengakselerasi pertumbuhan wisata halal. Hal tersebut disampaikan Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya dalam Pra Konvensi Nasional Pedoman Penyelenggaraan Pariwisata Halal Indonesia di Jakarta, Selasa, (25/6/2019), sebagaimana dikutip dari laman kemenpar.go.id.
Pedoman wisata halal meliputi empat bidang yaitu destinasi, pemasaran, industri, dan kelembagaan. ”Kita harus mengikuti strategi umum seperti pelayanan dan harga terbaik dan berlaku di dunia,” sebut Arief.
Pembuatan pedoman itu dilakukan sekitar dua bulan setelah Indonesia ditetapkan sebagai destinasi wisata halal terbaik dunia 2019 standar Global Muslim Travel Index (GMTI) 2019.
Lembaga pemeringkat Mastercard-Crescent menempatkan Indonesia pada peringkat pertama standar GMTI dengan skor 78 bersama Malaysia.
”Indonesia satu-satunya negara yang paling progresif dalam mengembangkan destinasi halal tourism,” kata Fazal Bahardeen CEO Crescent Rating didampingi Direktur Mastercard Indonesia Tommy Singgih.
Tommy menyebut pasar halal tourism merupakan salah satu segmen pariwisata dengan tingkat pertumbuhan tercepat di seluruh dunia. Diproyeksikan pada 2020 kontribusi sektor pariwisata halal melonjak hingga 35 persen menjadi US$300 miliar terhadap perekonomian global.
GMTI 2019 menunjukkan hingga 2030, jumlah wisatawan muslim (wislim) diproyeksikan menembus angka 230 juta di seluruh dunia. Pertumbuhan pasar pariwisata halal Indonesia pada 2018 mencapai 18%.
Pada 2018, jumlah wisatawan muslim (wislim) mancanegara yang berkunjung ke destinasi wisata halal prioritas Indonesia mencapai 2,8 juta dengan devisa mencapai lebih dari Rp40 triliun. Tahun ini, Kementerian Pariwisata menaikkan target menjadi 25% atau setara 5 juta dari 20 juta wisman adalah wisatawan muslim.
Destinasi Ikonik
Saat ini, destinasi prioritas Indonesia adalah Lombok, Aceh, Riau dan Kepulauan Riau, DKI Jakarta, dan Sumatra Barat. Lombok di NTB bahkan menempati posisi teratas sebagai destinasi wisata halal terbaik di dunia.
Tak heran bila Lombok berada di posisi pertama, sebab selain mayoritas penduduknya beragama Islam, pulau yang dikenal sebagai Negeri Seribu Masjid ini memiliki keindahan alam yang begitu menakjubkan.
Sebut saja Kawasan Wisata Mandalika yang menyimpan pesona keindahan pantai dan kelembutan pasir putih dengan nuansa asri, mulai dari Pantai Kuta Mandalika, Pantai Tanjung Aan, hingga Pantai Batu Payung.
Sedangkan di DKI Jakarta dibangun Halal Park di kawasan Gelora Bung Karno (GBK). Halal Park dibangun dengan biaya Rp250 miliar dan diprediksi rampung pada 2020.
Pusat gaya hidup halal Indonesia tersebut diyakini akan tumbuh dan berkembang dengan pesat seiring dengan peluang pasar yang luas. Ketua Halal Lifestyle Center Sapta Nirwandar mengungkapkan Halal Park akan menggerakkan sektor industri wisata halal, seperti fesyen, makanan, kosmetik, lokasi wisata, bahkan, startup, dan perbankan syariah.
”Wisatawan yang mencari model mutakhir mengenai destinasi ikonik wisata halal Indonesia akan datang kesini. Dan ini kita dorong konsumsi dalam negeri serta ekspor,” tutur dia sebagaimana dikutip dari Bisnis.com.
Cawapres terpilih Ma’ruf Amin mengingatkan pedoman pariwisata halal itu dapat mempercepat pertumbuhan wisata Indonesia sehingga wisata halal Indonesia dapat menjadi yang terbaik di dunia.
“Kita jangan hanya mengandalkan halal dan status mayoritas muslim saja, tapi kalau tidak bisa memberikan pelayanan terbaik, wisatawan tidak mau datang,” kata dia.