JEDA.ID – Pekan ini, publik dihebohkan oleh temuan dua mayat bocah tanpa kepala di Kalimantan. Satu di Katingan Kalimantan Tengah, satunya di Samarinda Kalimantan Timur.
Mayat balita tanpa kepala ditemukan di parit, Kota Samarinda, Kalimantan Timur. Balita yang bernama Muhammad Yusuf Gazali, 4, itu dilaporkan hilang sejak 2 minggu lalu saat dititipkan ke tempat penitipan anak dan PAUD.
Pada waktu yang nyaris berdekatan, seorang bocah SD juga ditemukan tewas tanpa kepala di semak lokasi tambang emas tanpa izin di Kabupaten Katingan Provinsi Kalimantan Tengah pada Jumat (6/12/2019).
Begini Cara Memilih Day Care yang Aman untuk Anak
Yusuf Gazali diketahui meninggal karena kelalaian day care, sementara bocah SD di Kalteng diduga menjadi korba asusila menurt Tim Forensik RSUD Dokter Doris Sylvanus Palangkaraya, Ricka, saat jumpa pers bersama Kepala Bidang Humas Polda Kalteng Kombes Hendra Rochmawan, di Palangkaraya, Senin 9 Desember 2019.
Sebelumnya, muncul dugaan keduanya menjadi korban Ngayau atau Kayau. Bagi publik di Kalimantan, Ngayau adalah istilah yang familier. Namun, istilah ini asing bagi yang lain.
Ngayau atau Mangayau adalah tradisi Suku Dayak Ngaju, Dayak Kenyah dan Dayak Iban. Karya Carl Bock, The Head Hunters of Borneo, yang diterbitkan di Inggris pada tahun 1882 menjelaskan tradisi yang cukup mengerikan ini.
Ngayau adalah istilah untuk menggambarkan tradisi berburu kepala. Pada tradisi Ngayau yang sesungguhnya, kepala korban yang diburu adalah dari pihak musuh.
Berburu Kepala
Praktik berburu kepala adalah salah satu bentuk kompleks perilaku sosial yang sudah sudah dijelaskan dengan beragam gaya bahasa. Bagi suku Dayak Ngaju di Kalimantan Tengah, tradisi mengayau untuk kepentingan upacara Tiwah, yaitu upacara sakral terbesar suku Dayak Ngaju untuk mengantarkan jiwa atau roh manusia yang telah meninggal dunia menuju langit ke tujuh.
Incaran mereka biasanya adalah lelaki yang terlihat kuat untuk berkelahi. Karena mereka menganggap semakit kuat buruannya maka akan semakin bagus upacara Tiwah.
Sedangkan untuk Suku Dayak Kenyah, tradisi ngayau berkaikan dengan tradisi Mamat, yakni pesta pemotongan kepala yang mengakhiri masa berkabung dan menyertai upacara inisiasi di tingkatan prajurit. Sedangkan untuk Suku Dayak Iban, tradisi berburu kepala bernama Gawai.
Tidak semua suku Dayak di Kalimantan menerapkan Tradisi Ngayau. Seperti halnya Suku Dayak Maanyan dan Suku Dayak Meratus, dalam adat mereka tidak ada istilah Ngayau.
Pesan Nasionalisme di Cerita Rakyat Kalimantan Timur
Ngayau Dihentikan
Namun berdasarkan cerita para tetua adat, ketika terjadi perang waktu dulu para ksatria-ksatria Dayak Maanyan dan Dayak Meratus pada saat berperang kepala pimpinan musuh yang dijadikan target sasaran mereka.
Apabila kepala pimpinannya berhasil mereka penggal, maka para prajuritnya akan segera bertekuk lutut. Kepala pimpinan musuh tersebut bukan sebagai pelengkap ritual-ritual adat, namun tetap dikuburkan bersama badannya.
Meskipun suku Dayak Meratus dan Maanyan tidak menerapkan tradisi Ngayau, mereka tetap berpendapat bahwa kepala manusia memiliki arti penting yaitu simbol status seseorang.
Tradisi mengerikan dari beberapa suku Dayak ini sudah lama ditinggalkan. Ngayau dihentikan setelah adanya kesepakatan damai pada tahun 1894 lalu di Tumbang Anoi, Kalimantan Tengah. Pada zaman Belanda masa itu, tokoh-tokoh, pengayau-pengayau, panglima-panglima Dayak berkumpul dari berbagai sub suku yang ada di Kalimantan.
Mulai sejak itu tidak ada lagi Ngayau. Hal itu diwujudkan dengan dibuatnya patung di Tumbang Anoi yang ditandatangani panglima-panglima Dayak dan disaksikan oleh Belanda.