KPK menyebut menyontek merupakan salah satu modus korupsi di kalangan mahasiswa. Satu-satunya cara mencegah menyontek adalah tidak memberi kesempatan berbuat curang.
JEDA.ID–Menyontek. Mungkin masalah ini kerap dianggap sepele, meski KPK memberikan perhatian karena bisa menjadi bibit korupsi. Ada banyak cerita tentang menyontek termasuk di kalangan mahasiswa.
AA, 20, dan EE, 20, dua mahasiswa di perguruan tinggi di Jawa Tinmur ini mengaku sama-sama pernah menyontek di bangku kuliah. Mereka menyontek saat ujian mata kuliah yang diangggap tidak terlalu penting atau sulit.
”Aku nyontek kalo pelajarannya gak terlalu penting, contohnya pas ujian Bahasa Jepang. Mungkin 1 semester 2 kali kalau Bahasa Jepang,” ujar AA kepada jeda.id, Kamis (19/9/2019).
AA mengaku melihat jawaban temannya waktu ujian. Temannya pun tidak mempermasalahkan hal itu, lantaran semua teman kelasnya juga kesulitan. ”Lihat jawaban teman, malas lihat buku temanku juga enggak papa soalnya kan gak bisa semua, jadi mutual-an lah,” kata dia.
EE memiliki pengalaman berbeda dengan AA. EE mengakui menyontek sejak SMP hingga kuliah. Ketika SMP, EE menyontek lewat buku catatan miliknya.
Sedangkan saat kuliah, ia menanyakan jawaban pada temannya. Tidak hanya satu teman yang dimintai bantuan jawaban. Dia mencoba satu per satu teman di dekatnya untuk memberikan jawaban saat ujian.
”Teman yang duduk di samping, depan, belakang, sama serongku, tak cobain [ditanyai] satu-satu,” jelas dia.
Ketika ditanya tentang respons dosen pengawas saat ujian di kampus, keduanya menjawab jika perilaku mereka diketahui oleh pengawas. Namun, dosen pengawas tetap membiarkan mereka.
Meski begitu, EE mengaku nilai yang ia dapat dari hasil menyontek tidak selalu bagus. Bahkan ada kalanya nilai-nilai dari hasil menyontek hanya biasa-biasa saja, atau malah jelek.
EE menyebut niat awalnya tidak ingin menyontek, melainkan mengerjakan sendiri soal ujian. Namun, terkadang apa yang sudah dipelajari mendadak lupa. ”Enaknya ya bisa dapat nilai bagus. Tapi enggak enaknya ya ada tanggungan dosa,” selorohnya.
Beragam Modus
Cerita lain datang dari SM, 25, dan EA, keduanya mahasiswa di Jogja yang mengaku kerap melihat perilaku menyontek dari teman-teman kuliah mereka. Beragam modus dilakukan demi mendapat nilai bagus.
SM mengatakan ada beragam modus yang dilakukan seperti memasukkan jawaban ke tempat pensil hingga menyelipkan handout di balik cermin kamar mandi.
Modus lainnya adalah memberikan jawaban dengan berbisik serta memberikan kertas jawaban. EA menyebutkan modus lain yang kerap digunakan seperti kode tangan.
”Mereka nyontek setiap ujian tengah sama akhir semester. Caranya pakai kode tangan. Misalnya kalo “A” itu jarinya 1, kalo “B” jarinya 2, dan seterusnya,” jelas dia.
Penggunaan kode jari tangan dilakukan dengan sembunyi-sembunyi sehingga tidak ada yang pernah tertangkap basah oleh pengawas ujian. Jika menanyakan nomor soal, dilakukan dengan berbisik. Sebelum ujian dimulai, teman-teman EA sudah sepakat jika akan kerja sama.
Dikutip dari Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bimbingan dan Konseling, Jumat (20/9/2019), menyontek adalah tindakan curang yang disengaja demi mendapat nilai bagus. Ada dua jenis yaitu menyontek dengan usaha sendiri dan dengan bantuan teman.
Menyontek dengan usaha sendiri dilakukan dengan membawa catatan kecil atau buku pelajaran. Sedangkan dengan bantuan teman dilakukan dengan bertanya langsung pada teman tau menggunakan kode tertentu.
Perilaku menyontek digolongkan menjadi tiga kategori, yaitu memberi bahkan menerima informasi, membawa bahkan menggunakan materi atau catatan, serta memanfaatkan kelemahan seseorang untuk mendapat jawaban (Anderman E.M. dan Tamera B. M.).
Faktor penyebab orang menyontek ialah tuntutan orang tua agar mendapat nilai bagus, malas belajar, takut gagal, pengawasan ujian tidak ketat, serta takut lupa jawaban. Sering melihat orang lain menyontek juga memengaruhi pelajar mudah meniru dan menerapkan perilaku ini.
Tingkat Kepercayaan Diri
Dilansir dari Jurnal LP3I Bandung, menjelaskan kebiasaan menyontek di kampus berkembang dalam beberapa dekade terakhir. Sayangnya dalam dunia perkuliahan, tingkat keberhasilan mahasiswa diukur dari penyelesaian tugas dan ujian, serta sertifikat yang didapat. Bukan kompetensi yang diutamakan (Kaufman: 2008).
Hasil penelitian terhadap mahasiswa Universitas Negeri Semarang (Unnes) pada 2010, memperlihatkan faktor yang paling memengaruhi mahasiswa menyontek ialah tingkat kepercayaan diri.
Menyontek memiliki dampak negatif, yaitu tidak mandiri atau ketergantungan, otak malas berpikir, dan prestasi belum tentu baik karena merupakan tindakan yang disengaja dengan cara curang demi mendapat nilai bagus.
Hal ini pula yang menjadi perhatian KPK. Di Universitas Jember pada 31 Agustus 2019, Wakil Ketua KPK Saut Situmorang membeberkan penelitian tentang 8 modus korupsi di kalangan mahasiswa.
Dia menyatakan delapan modus korupsi di kalangan mahasiswa yaitu terlambat datang kuliah, memberikan hadiah atau gratifikasi ke dosen, mark up dan bikin proposal palsu, penyalahgunaan dana beasiswa, plagiasi, serta menyontek.
”Sekarang ini banyak loh, koruptor yang merupakan orang pintar lulusan kampus. Jumlah koruptor yang ditangkap KPK sudah hampir seribu orang. Miris, karena banyak yang masih muda,” terang dia.
Dikutip dari Pencegahan Perilaku Mencontek Sejak Dini, solusi agar pelajar tidak menyontek adalah dengan pemberian tes secara lisan. Selain itu dukungan dari orang terdekat, seperti orang tua, keluarga, dan guru sangat diperlukan.
Orang tua memahami kompetensi dan kemampuan anak, sehingga tidak terlalu memaksa anak mendapat nilai bagus. Tidak disarankan untuk menerapkan sistem kebut semalam (SKS), meningkatkan kepercayaan diri pelajar, serta mendisiplinkan diri dengan tidak menunda belajar atau mengerjakan tugas.
Dilansir dari Detikcom, satu-satunya cara mencegah perilaku menyontek adalah dengan tidak memberi kesempatan untuk berbuat curang.