Harga menjadi alasan yang paling kuat dalam memilih tempat makan bagi mahasiswa.
JEDA.ID–Pola makan tiga kali sehari sering dianggap ideal. Makan tiga kali sehari dinilai pas untuk mencukupi kebutuhan energi selama menjalani aktivitas sehari-hari. Bagaimana dengan pola makan mahasiswa? Sebagian mahasiswa mengaku frekuensi makannya adalah dua kali sehari.
Jeda.id mewawancarai sejumlah mahasiswa dari berbagai kota seperti Solo, Jogja, Salatiga, Surabaya, Malang, Jember, dan Bandung mengenai pola makan mereka, Selasa (23/7/2019). Mereka memiliki pola makan yang beragam. Ada yang satu kali sehari, dua kali sehari, kadang-kadang dua kali kadang tiga kali sehari, hingga lima kali sehari.
”Saya makan nasi sehari sekali karena saya tidak terlalu suka nasi. Menurut saya ideal makan dalam sehari 1-2 kali,” kata Titis, salah satu mahasiswa IAIN Salatiga.
Riki, mahasiswa UNS Solo, mengaku sehari makan dua kali. Salah satu alasannya adalah mengurangi berat badan. ”Saya sering makan di burjo. Sehari saya makan hanya 2 kali untuk mengurangi berat badan,” kata Riki.
Cerita yang sama datang dari Novi Arista, mahasiswa STTKD Yogyakarta. Dia mengaku tidak pernah makan nasi dengan alasan diet. Untuk kebutuhan karbohidrat, Novi mengonsumsi oatmeal 2 kali sehari dan makan buah pada malam hari.
Diyah, mahasiswa Universitas Jember, mengaku kadang makan dua kali sehari, kadang tiga kali sehari. ”Biasanya saya makan sayur tumis di warteg. Kalau makan sayur saya biasanya makan seminggu 14 kali,” kata Diyah.
Banyak alasan yang disampaikan mahasiswa dengan pola makan dua kali sehari. Alasan yang muncul dari pola makan mahasiswa ini karena sibuk dengan beragam kegiatan dan pola tidur yang tidak teratur. Tidak sedikit dari mereka bangun siang dan mengaku tidak pernah sarapan pagi.
Sarapan pagi biasanya digabung dengan makan siang dilakukan sekitar pukul 11.00-12.00 WIB. Untuk makan malamnya biasanya dilakukan petang hingga malam hari.
Namun, ada pula mahasiswa yang makan sampai lima kali sehari. ”Saya sehari masak sendiri, jadi saya bisa makan sehari 5 kali. Biasanya saya makan nasi lauk sayur dan ikan asin. Kegiatan saya banyak, jadi saya butuh asupan makanan yang banyak juga. Kalau di sela-sela makan biasanya saya juga minum susu,” ujar Kiki Fatmay, mahasiswa Politeknik Negeri Malang melalui Whatsapp.
Mahasiswa Indekos
Jakpat pernah melakukan survei online mengenai pola makan mahasiswa Indonesia pada 2015 lalu. Survei itu melibatkan mahasiswa yang tinggal di DKI Jakarta, Bandung, dan DI Yogyakarta sebagai responden. Sebagaimana dikutip dari laman blog.jakpat.net, responden yang tinggal bersama orang tua sebanyak 328 orang dan yang indekos 172 responden.
Dari hasil survei itu, 49,2% mahasiswa makan tiga kali sehari, 41,6% dua kali sehari, dan 5% lebih dari tiga kali sehari. Dari survei itu diketahui pola makan mahasiswa sangat dipengaruhi di mana mereka tinggal.
”Mahasiswa yang tinggal dengan orang tua cenderung makan secara teratur, tetapi mereka yang ngekos cenderung hanya makan dua kali sehari,” sebagaimana tertulis dalam laporan survei Jakpat.
Sebanyak 54,57% mahasiswa yang tinggal bersama orang tua makan tiga kali sehari, sedangkan yang dua kali sehari 35,37%. Berkebalikan dengan mahasiswa yang tinggal di indekos. Pola makan mahasiswa yang ngekos didominasi dua kali sehari yaitu 53,49% dan 38,95% makan tiga kali sehari.
Mahasiswa yang tinggal indekos sebagian besar makan di luar. Survei juga mengukur preferensi tempat makan mahasiswa. Hasilnya, harga menjadi alasan yang paling kuat dalam memilih tempat makan bagi mahasiswa. Harga makanan ini tidak lepas dari biaya hidup mahasiswa.
Sedangkan rasa, kebersihan makanan, kebersihan tempat, dan kenyamanan menjadi alasan kedua, ketiga, keempat, dan kelima bagi mahasiswa.
Tidak hanya frekuensi makan, Jakpat juga memotret konsumsi sayuran di kalangan mahasiswa. ”Dari hasil survei yang kami dapatkan, mayoritas mahasiswa Indonesia jarang mengonsumsi sayuran dan buah-buahan setiap harinya. Hampir setengah dari responden yang lebih suka mengonsumsi sayuran daripada buah-buahan [46.20%]. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa konsumsi buah harian mahasiswa Indonesia rendah,” sebut mereka.
Urusan konsumsi susu juga tergolong rendah. Sebanyak 63,40% responden mengaku jarang minum susu secara teratur.
Bukan Pola Baku
Menurut ahli diet Jansen Ongko, frekuensi makan bisa kurang atau lebih dari 3 kali sehari asal mencukupi kebutuhan nutrisi setiap hari. Kecukupan gizi inilah yang menjaga tubuh dan fungsi pencernaan tetap sehat.
”Mau makan 2, 3, atau 5 kali sehari sebetulnya bisa tetap sehat asal bisa mencukupi kebutuhan harian. Karena itu kita perlu lihat lagi porsi, komposisi, dan keseimbangan asupan saat makan. Makan 3 kali sehari sebetulnya kebiasaan saja, bukan pola makan yang baku,” kata Jansen sebagaimana dikutip dari Detikcom.
Menurut Jansen, pola makan 3 kali sehari tercipta supaya seseorang tidak terlalu lapar menjelang waktu makan berikutnya. Jeda makan hanya sekitar 6-8 jam pada pola makan 3 kali setiap hari.
Waktu jeda lebih lama pada yang makan 2 kali sehari dengan waktu jeda 10-12 jam. Jeda makan bisa diselingi camilan sebagai pengganjal rasa lapar, tanpa mengacuhkan kebutuhan nutrisi harian.
Perut yang tidak terlalu lapar mencegah kebiasaan asal makan, lapar mata, atau memilih hidangan cepat saji yang mengandung terlalu banyak gula, garam, dan lemak.
Bila dilaksanakan dengan rutin, frekuensi makan yang teratur membantu tubuh tetap sehat dan bertenaga setiap hari. Secara umum, kebutuhan harian pada pria dewasa adalah 2.500 kalori dan 2.000 kalori pada perempuan dewasa.