Menjadi terkenal dan kaya seperti artis K-pop menjadi impian bagi banyak orang. Namun di balik itu pada idol harus menghadapi banyak risiko.
JEDA.ID— Menjadi terkenal dan kaya seperti artis K-pop menjadi impian bagi banyak orang. Apalagi saat ini pengaruh budaya populer yang biasa disebut hallyu atau Korean Wave sangat kuat dan punya pengaruh yang begitu besar.
Banyak drama-drama Korea yang mencapai sukses besar. Belum lagi boyband dan boygirld atau group idol yang sangat dipuja-puja tak hanya di negaranya sendiri bahkan juga mancanegara termasuk Indonesia. Sehingga banyak agensi-agensi artis hiburan di Korea Selatan yang berlomba-lomba mencari dan mencetak bintang-bintang baru.
Namun untuk mencetak dan melahirkan bintang di dunia Kpop bukanlah perkara mudah. Persaingan yang sengit antar agensi dan persaingan antar individu membuat para artis Korea banyak menghadapi banyak risiko dalam perjalanan kariernya. Berikut sejumlah risiko dan tantangan menjadi bintang K-pop seperti dirangkum dari berbagai sumber.
1. Mengikuti masa trainee dan audisi
Sebelum menjadi idol–idol terkenal, artis–artis K-pop harus menjalani beberapa tahap audisi dan masa-masa trainee. Selama menjadi trainee mereka dituntut untuk berlatih dan berlatih sebelum mengikuti audisi. Saat audisi, biasanya perusahaan atau agensi akan memilih calon-calon bintangnya.
2. Menjalani latihan ketat
Setelah para trainee lolos audisi, mereka mungkin akan ditawari kontrak untuk pelatihan kurang lebih selama 2 tahun- 4 tahun. Saat itulah para trainee wajib mengikuti pelatihan intensif dalam menyanyi, menari, berakting, pelatihan bahasa dan lebih banyak lagi. Belum lagi mereka saling berkompetisi untuk mendapat sorotan. Hanya sebagian kecil yang akan lulus dan dikontrak menjadi artis. Sebagian besarnya tetap seperti itu selama bertahun – tahun dan menunggu kesempatan untuk debut.
3. Dituntunt tampil sempurna dalam keadaan apapun
Sebagai artis K-pop dituntut tampil profesional dan sempurna terutama saat di panggung. Dalam berbagai kesempatan, idola diharapkan bisa menunjukkan kemampuan totalnya dalam keadaan apapun. Salah satunya pernah dialami grup idol Girls Generation yang pernah mengalami kesulitan bernapas akibat asap yang keluar dari kembang api yang menjadi properti mereka. Mereka berusaha tetap tampil ceria dengan senyuman indahnya meski harus berjuang melawan batuk dan sesak napas.
Selain itu, Girlsfriend beberapa kali jatuh beberapa personel terjatuh di panggung akibat hujan yang mengguyur tempat mereka beraksi. Tapi, mereka tetap bersikap profesional dengan melanjutkan penampilan.
4. Berhadapan dengan penggemar militan
Menghadapi penggemar adalah hal yang paling menyenangkan bagi artis K-pop. Mereka akan mengucapkan terima kasih dan menunjukkan rasa cinta dengan menyapa fans. Sayangnya, beberapa penggemar ada yang sangat berlebihan menanggapi idola. Penggemar tipe ini disebut fans militan atau sasaeng.
Beberapa dari sasaeng fans pernah nekat menerobos rumah artis idolanya. Bahkan, ada juga yang mencuri barang pribadi mereka untuk disimpan atau dijual kembali. Salah satunya, dialami G-Dragon yang pernah menemukan beberapa sasaeng fans yang bersembunyi di dekat rumahnya.
5. Menghadapi serangan haters
Biasanya, penggemar akan mendukung karier para artis ini, termasuk memberikan masukan positif hingga hadiah menunjukkan kerja keras mereka dihargai. Sebagai artis K-pop, mereka harus berhadapan dengan haters atau yang biasa disebut anti-fans. Lebih mengerikan, haters di Negeri Ginseng melakukan tindakan nekat, sampai melakukan hal yang merugikan.
Salah satu hal yang mengerikan pernah dialami Yunho personel TVXQ. Dia pernah meminum jus jeruk pemberian salah seorang haters menyamar sebagai penggemar. Setelah meminumnya, Yunho langsung pingsan dan dilarikan ke ruang gawat darurat. Beruntung nyawanya masih bisa diselamatkan.
6. Menghadapi pedasnya komentar negatif
Idol juga harus tahan menghadapi komentar pedas atau negatif dari beberapa orang. Bahkan, mereka merisak lewat kata di akun media sosial. Hal itu dialami Taeyeon ketika berhubungan dengan Baekhyun `EXO`. Awalnya, Taeyeon mengharapkan hubungan cintanya dengan Baekhyun mendapatkan restu dari berbagai pihak.
Namun fans Baekhyun justru berubah menjadi haters Taeyeon. Akhirnya, Taeyeon harus menerima kenyataan pahit. Saat berpacaran dengan Baekhyun, Taeyeon terus diserang haters. Hingga akhirnya hubungan mereka pun kandas.
7. Rawan pelecehan seksual
Pada Januari 2016, artis K-pop dari grup Blackpink, Jisoo mengungkapkan bahwa sebuah agensi berkali-kali menawarinya uang hingga mencapai angka US$3.200 jika Jisoo mau memberi layanan seks kepada seorang sugar daddy. Jisoo mengaku menolak tawaran-tawaran tersebut.
Beberapa sumber menyebutkan bahwa orang-orang tertentu rela menghabiskan hingga 100 juta won untuk sekali pertemuan. Jumlah uang itu tergantung pada seberapa terkenal selebriti tersebut. Selain Jisoo, beberapa selebriti seperti Ivy dan Chung So-ra juga mengaku pernah mengalami hal sama.
8. Rawan depresi dan bunuh diri
Baru-baru ini salah satu artis Kpop, Sulli ditemukan meninggal dunia di apartemennya setelah diduga bunuh diri. Sulli bukan artis pertama yang nekat mengakhiri hidup, banyak lagi artis Korea yang juga punya kisah serupa. Kebanyakan dari mereka melakukan bunuh diri karena sebelumnya mengalami depresi.
Gangguan Mental
Memang, angka bunuh diri di Negeri Gingseng ini paling tinggi dibandingkan dengan negara-negara maju lainnya, seperti Jepang, Jerman, Inggris, dan Amerika. Mengutip New York Times, Senin (22/1/2018), riset yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan Keluarga di Hallym University, sekitar 60 persen orang yang berusaha melakukan percobaan bunuh diri menderita depresi.
Temuan ini diamini oleh Kementerian Kesehatan dan Kesejateraan Korea Selatan yang memperkirakan, 90 orang yang melakukan bunuh diri pada tahun 2016 didiagnosis memiliki gangguan mental. Termasuk seperti depresi dan kecemasan, mengutip Barkeley Political Review.
Walau begitu, masih banyak orang di Korea Selatan yang memiliki pandangan usang tentang depresi dan gangguan mental lainnya. Penduduk Korea Selatan banyak yang tidak memiliki simpati pada mereka yang bunuh diri. Ini karena masih ada anggapan pelaku bunuh diri itu lemah dan tidak memiliki keinginan hidup yang kuat.
Hal ini juga yang membuat masih banyak orang sungkan menjalani terapi untuk mengatasi depresi mereka. Bahkan, kebanyakan penduduk Korea Selatan yang memiliki gangguan mental tidak pernah mencari bantuan profesional.
Bagi penduduk Korea Selatan, hal itu dianggap memalukan. Seolah-olah seseorang mencari bantuan untuk gangguan mentalnya ini terlalu lemah untuk menghadapi tekanan kehidupan, yang juga dialami oleh semua orang lainnya di Korea Selatan.
Data dari Kementerian Kesehatan dan Kesejahteraan tadi juga menemukan bahwa dari 90 persen orang yang mengalami gangguan mental dan melakukan bunuh diri, hanya 15 persen saja yang pernah menerima perawatan dalam bentuk apa pun.
Belum lagi, dengan angka perceraian di Korea Selatan yang terus meningkat, banyak orang yang khawatir, catatan tentang kondisi mental mereka bisa membuat mereka kehilangan hak asuh. Kekhawatiran ini terutama muncul di kalangan perempuan.
Kim Eo-su, seorang profesor psikiatri di Yonsei Severance Hospital mengatakan pada penulis Young-Ha Kim, “Satu dari tiga pasien depresi berhenti di tengah-tengah perawatan. Salah satu masalah terbesar adalah, banyak pasien yang merasa, mereka bisa mengatasi depresinya sendiri. Melalui rute relijius atau berolahraga,” ujarnya seperti dilansir Liputan6.com belum lama ini.
Penyalahgunaan Alkohol
Pengobatan sendiri (self medication) banyak dilakukan oleh penduduk Korea Selatan dengan berbagai cara. Mulai dari cara yang cukup sehat seperti berolahraga, sampai mendatangi perkumpulan keagamaan, menggunakan media sosial, sampai cara yang buruk seperti penyalahgunaan alkohol.
Mengutip Barkeley Political Review, data dari Euromonitor International menunjukkan penduduk Korea Selatan adalah peminum minuman keras (hard liquor) terbesar. Rata-rata orang dewasa di Korea Selatan minum 14 gelas minuman keras dalam satu pekan. Angka ini mengejutkan karena perbandingannya saja sudah sangat jauh dengan Amerika Serikat, yang rata-rata penduduknya mengonsumsi hanya tiga gelas minuman keras dalam satu pekan.
Minum minuman keras dalam jumlah besar adalah sesuatu yang umum di Korea Selatan. Hal ini dihubungkan dengan jam kerja dan tekanan pekerjaan mereka yang besar. Akibatnya, hal ini menyebabkan ribuan kematian setiap tahunnya.
Sekitar 40 persen orang yang melakukan percobaan bunuh diri terjadi ketika mereka berada di bawah pengaruh alkohol. Sayangnya, penyalahgunaan alkohol secara sosial lebih diterima di Korea Selatan dibanding mencari bantuan profesional untuk mengatasi gangguan dan kondisi mental mereka.