Tiap generasi melahirkan bintang idolanya sendiri. Juga pada budaya Korean Pop (K-pop) alias Korean Music Pop. Dulu musikus Seo Taiji memicu meluasnya kegilaan pada seorang idola K-pop modern, kini giliran boy group BTS.
JEDA.ID—Jauh hari sebelum penggemar BTS, Army menjadi populer dan memimpin para kelompok penggemar musisi, di Korea Selatan penggemar Seo Taiji sudah memulai kegilaan mereka.
Sekitar tahun 1996, seorang gadis bernama Jo Yoon Jin berteriak-teriak dari dalam kamar, mengancam akan bunuh diri. Ia sudah beberapa hari mengurung diri di indekosnya di sudut Kota Seoul, Korea Selatan sambil meraung-raung menangis.
Hati Yoon Jin berkeping-keping karena Seo Taiji, bintang musik pop idolanya mendadak mundur sekaligus membubarkan grup musik Seo Taiji & Boys. Yoon Jin memang bukan gadis dalam dunia nyata. Ia hadir merepresentasikan kegilaan seorang penggemar dalam drama Korea berjudul Reply 1994 yang ditayangkan pada 2013 lalu.
Jo Yoon Jin diperankan apik oleh bintang muda Min Do-Hee. Bagi seorang Yoon Jin, Seo Taiji adalah segalanya. Ia bahkan rela menyusup di antara kerumuman para warga manula, untuk bisa menonton idolanya karena pembatasan jatah penonton.
Seo Taiji seperti dikutip Allkpop juga mengakui, apa yang digambarkan Yoon Jin sebagai sebuah ilustrasi nyata tentang perilaku penggemarnya pada era 1996.
Pada masa itulah, sejarah K-pop modern di Korea Selatan dimulai. Dua hal penting yang dimulai dalam K-pop modern adalah warna musik dan fanatisme penggemar. Seo Taiji memulai warna musik pop modern Korea dengan membubuhkan rap sehingga cenderung berwarna hip hop.
Seo Taiji & Boys
Seo Taiji kemudian dijuluki sebagai Godfather dan Cultural President (Presiden Kebudayaan) musik pop Korea modern. Sedangkan penggemar fanatis Seo Taiji juga menjadi tonggak baru gaya penggemar mencintai idola mereka dalam ranah K-pop.
Lewat Medsos
Sejak saat itulah penggemar fanatis Kpop menjadi lazim dijumpai, makin hari makin berkembang dalam banyak bentuk dan perilaku. Termasuk ketika media sosial (medsos) menjadi wadah ekspresi banyak orang. Penggemar Kpop juga memanfaatkan medsos mengungkapkan kecintaan mereka dalam banyak bentuk dan tutur. Paling anyar, bisa dilacak dari beragam ekspresi para penggemar boy group, Bangtan Sonyeondan atau Bangtan Boys (BTS). Mereka menamai diri sebagai Army.
Army tak hanya datang dari Korea Selatan, tetapi seluruh dunia, termasuk Indonesia. Seperti dipaparkan Liputan6, penggemar BTS ini dianggap paling setia di jagat K-pop. Army dianggap sebagai pihak yang paling berpengaruh mengantarkan BTS ke gerbang kesuksesan. Bahkan, keberadaan Army sempat membuat gabungan fans artis lainnya gentar.
Salah satunya, Belieber, penggemar setia Justin Bieber, menuliskan agar waspada terhadap Army. Belieber menyebut, Army sangat kompak dengan pergerakan yang mengkhawatirkan. BTS di Amerika Serikat memang sangat digemari. Army di Negeri Paman Sam itu sama seperti di Indonesia, terbilang agresif dalam mengungkapkan cinta mereka kepada sang Idola.
Pentolan BTS, Rap Monster (sekarang RM) yang bernama asli Kim Nam Joon pernah mengatakan BTS sangat berterima kasih kepada penggemar setianya yang disebut Army. Tanpa Army, BTS tidak akan bisa meraih keberhasilan seperti ini.
Jungkook anggota BTS, menyebutkan salah satu momen paling berkesan saat ia dan fans saling memberikan dukungan via media sosial. Lewat cara itu, ia merasa sangat dekat dengan fans.
Apa Salahnya Mencintai?
Dalam banyak hal, penggemar adalah urat nadi para idola K-pop. Seperti Army yang menghidupi BTS dan sebaliknya BTS menyalakan semangat penggemar. Mencintai bukanlah hal yang keliru, namun dalam banyak hal, fanatisme yang berubah posesif, itu yang harus diwaspadai.
Kisah seorang fans Seo Taiji yang digambarkan dalam Reply 1994 menjadi contoh yang patut menjadi bahan renungan. Jo Yoo Jin sampai mengalami histeria dan mengancam bunuh diri hanya karena seorang idola.
Ada perilaku lain yang lebih juga negatif yang dilakukan para penggemar K-pop. Mereka sampai menguntit dan mengganggu para idola. Fans yang begini disebut sebagai sasaeng.
Kwak Keum-joo, seorang profesor psikologi di Seoul National University (SNU) seperti dikutip Korea Times menyebut para penggemar terutama remaja, di Korea Selatan tak punya banyak kesempatan untuk menikmati aktivitas kebudayaan. “Saya percaya itu salah satu faktor krusial yang melahirkan banyak sasaeng,” katanya.
Dalam bahasa Korea, sasaeng berarti kehidupan pribadi, namun dalam konteks ini merujuk kepada penggemar yang obsesif.
“Hari-hari ini, mereka [para penggemar K-pop] lebih banyak menonton televisi dan mendengarkan K-pop, dibandingkan menikmati beragam hobi seperti memainkan instrumen [musik] atau olahraga. Mereka tidak memiliki hiburan lain kecuali untuk fangirling dan fanboying , karena menjadi terobsesi dengan hanya satu hobi sampai-sampai mereka berperilaku membahayakan para idola,” kata Kwak.
Kwak juga menyebut media massa juga bertanggung-jawab atas fenomena kegilaan penggemar. Media massa (di Korea Selatan) terlalu fokus pada Hallyu (gelombang tren budaya pop Korea) dan K-pop belakangan ini, tidak memberikan orang-orang kesempatan untuk mengapresiasi keberagaman.
Kwak mendiskripsikan perilaku ini sebagai tingkah unjuk gigi daripada delusi.
“Meskipun di antara para penggemar, mereka juga punya kompetisi untuk tampil dan mendapatkan banyak perhatian dari para idola. Mereka ingin menunjukkan mereka berbeda,” ujar Kwak.