• Fri, 26 April 2024

Breaking News :

Ketika Sistem Kebut Semalam seperti Obat Penghilang Rasa Sakit

Awalnya praktik sistem kebut semalam terasa efektif bagi mahasiswa. Nyatanya praktik ini hanya berlaku untuk memori jangka pendek.

JEDA.ID–Sistem kebut semalam (SKS) bukanlah hal baru dalam dunia perkuliahan. Bahkan, sistem kebut semalam kerap dijadikan solusi dalam belajar atau mengerjakan tugas.

SKS bisa diartikan sebagai proses belajar atau mengerjakan tugas, semalam sebelum ujian atau menjelang pengumpulan tugas. Anastasia Susiana Mustikajati, 22, mahasiswi semester VII Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY) menceritakan pengalamannya saat menjalani SKS.

Kepada jeda.id, Senin (30/9/2019), ia mengaku sudah menjalani sistem kebut semalam sejak semester IV hingga semester VII. ”Aku bukan tipe orang yang suka mencicil tugas sih. Kalau udah mepet sama deadline, baru aku kerjain biasanya,” tutur perempuan yang akrab disapa Anas.

Menjalani aktivitas dan kesibukan lainnya, membuat Anas lebih suka menjalani SKS. Berbeda dengan Anas, Elvira Wanda Riantari, 21, mahasiswa semester VII UAJY, sudah lebih awal melakukan sistem kebut semalam.

Dia mengaku sudah menerapkan praktik ini sejak duduk di kelas X SMA hingga kuliah semester VI. Menerapkan praktik SKS, membuatnya lebih mudah dalam mencerna materi saat belajar.

”Awalnya aku malas belajar dari jauh-jauh hari. Tapi setelah aku menerapkan sistem kebut semalam, materinya kayak lebih mudah masuk ke otak,” ucap perempuan yang akrab disapa Wanda.

Dia tidak hanya menerapkan SKS ketika belajar. Namun, juga dalam mengerjakan tugas yang tergolong ringan.

Serupa dengan Wanda, Akhdan Fahmi, 19, mahasiswa asal Politeknik Negeri Madiun juga menerapkan praktik SKS sejak kelas XI SMA. Dia kerap melakukan praktik SKS, bukan karena menunda tugas. Namun, karena mencari ide untuk mengerjakan tugas.

Alasan Terapkan SKS

Ilustrasi tertidur saat kuliah

Ilustrasi tertidur saat kuliah (Freepik)

Banyak alasan mahasiswa lebih memilih menjalani praktik sistem kebut semalam. Salah satunya, kesibukan di luar akademik mengharuskan mahasiswa menjalani praktik ini.

Dilansir dari Jurnal Psikologi Pendidikan dan Konseling, mahasiswa yang belajar dengan praktik SKS, umumnya hanya ingin lulus dan tidak ingin menjalani remedi.

Sedangkan, mahasiswa yang menjalani praktik SKS untuk mengerjakan tugas karena ada unsur prokrastinasi. Dikutip dari Repository Universitas Pendidikan Indonesia, prokrastinasi adalah penundaan pengerjaan tugas secara berulang dan disengaja.

Hal ini menimbulkan rasa tidak nyaman pada mahasiswa. Walau menimbulkan rasa tidak nyaman, ternyata banyak mahasiswa beranggapan jika praktik SKS memiliki hasil lebih baik.

Dilansir dari Exploring Cramming, pada 1989, Michaels dan Miethe pernah meneliti 676 mahasiswa di sebuah universitas di Atlantik. Hasilnya, 51 persen mahasiswa pernah menjalani SKS.

Bahkan, beberapa mahasiswa meyakini jika praktik sistem kebut semalam ini sangat ideal untuk jam belajar mereka. Dikutip dari Qpractice, Thomas H. Mentos dalam bukunya yang berjudul The Human Mind, menjelaskan jika mahasiswa mudah kehilangan memori belajar sebesar 80 persen, ketika menjalani praktik SKS.

Penjelasan terkait juga datang dari Dr. Robert A. Bjork dari Universitas California. Dilansir dari How Stuff Works, ia menjelaskan jika awalnya praktik SKS terasa efektif bagi mahasiswa. Namun, nyatanya praktik ini hanya berlaku untuk memori jangka pendek.

Bila diibaratkan SKS ini seperti obat penghilang rasa sakit yang bisa membantu orang secara sesaat untuk menghilangkan rasa sakit seperti nyeri atau pusing.

Mengonsumsi obat penghilang rasa sakit dalam waktu yang lama adalah hal yang buruk. Konsumsi dalam jangka panjang bisa menyebabkan tubuh mengalami berbagai kondisi yang berkaitan dengan kesehatan.

Mengarah ke Plagiarisme

Dia juga berpendapat jika praktik SKS berdampak negatif pada akademik. Alasannya, mahasiswa lebih sering begadang sehingga cenderung mengantuk saat ujian berlangsung.

Selain berdampak pada akademik serta kesehatan, ternyata sistem kebut semalam juga berpengaruh pada praktik plagiarisme. Dikutip dari Dampak Sistem Kebut Semalam Terhadap Tingkat Plagiarisme Tugas Mahasiswa IKIP Siliwangi, sistem kebut semalam membuat mahasiswa mudah melakukan plagiarisme.

sistem kebut semalam

Ilustrasi SKS (Freepik)

Riset ini menunjukkan sebanyak 78 persen mahasiswa IKIP Siliwangi, hanya menyadur materi dari Internet. Mahasiswa sama sekali tidak menuangkan idenya dalam tulisan.

Sedangkan, 73 persen lainnya mahasiswa lupa mencantumkan sumber dalam pengerjaan tugas. Secara tidak langsung, praktik sistem kebut semalam memiliki dampak negatif. Salah satunya, dirasakan oleh Frumensius Wimba Ikrar Prastya, 22, mahasiswa semester VII UAJY.

Dia mengaku pernah menjalani praktik SKS. Namun, ternyata hasilnya tidak sesuai dengan yang diinginkan.

”Dulu aku memang sempat SKS sih buat ujian sama kerjain tugas. Karena waktunya mepet, jadi kurang persiapan. Nah, jadinya nilaiku ambyar. Makanya sebisa mungkin aku enggak SKS lagi sih,” jelas pria yang akrab disapa Wimba.

Setelah tidak lagi menerapkan belajar SKS, Wimba mengaku nilainya perlahan mulai terkerek alias membaik. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian dari Prijana dan Andri Yanto dari Universitas Padjajaran Bandung dalam kajian berjudul Hubungan Pola Baca Mahasiswa dengan Prestasi Akademik yang dikutip dari researchgate.net.

Disebutkan pola baca dengan cara bertahap alais belajar secara kontinu memiliki keunggulan dibandingkan dengan pola baca dengan cara kebut semalam.

Secara kesehatan sebagaimana dikutip dari Detikcom, orang sering begadang demi belajar turut meningkatkan risiko Behaviorally Induced Insufficient Sleep Syndrome (BISS).

Sindrom ini dapat menimbulkan rasa kantuk, serta lelah di siang hari. Nantinya, hal ini bisa berdampak pada akademik. Dikutip dari South African College of Business, sistem kebut semalam memiliki beberapa efek negatif, yakni dapat menimbulkan stres, bisa menyebabkan kelelahan, tidak dapat mengingat materi dengan baik, dan sering mengerjakan tugas.

Jadi kamu termasuk mahasiswa dengan sistem kebut semalam atau tidak?

Ditulis oleh : Vanya Karunia Mulia Putri/Danang Nur Ihsan

Sign up for the Newsletter

Join our newsletter and get updates in your inbox. We won’t spam you and we respect your privacy.