Saat perjuangan, dia memasok obat dan vitamin ke tentara sampai ada sebutan Biskuit Sardjito. Sardjito juga meneliti Calcusol, obat penghancur batu ginjal.
JEDA.ID–Lebih dari seribu nisan berderet di Taman Makam Pahlawan (TMP) Kusumanegara, Yogyakarta. Di bagian atas batu nisan terukir logo kesatuan dari masing-masing pahlawan. Namun, di batu nisan yang tertulis Prof. Dr. Sardjito, logo yang terpasang adalah logo UGM Yogyakarta.
Sardjito yang ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional ini merupakan pendiri sekaligus rektor pertama Universitas Gadjah Mada (UGM). Tidak sebatas menjadi rektor, Sardjito yang kini namanya diabadikan menjadi RS di Yogyakarta ini juga punya peran besar di berbagai bidang.
Jejak logo UGM di batu nisan Sardjito di TMP Kusumanegara itu terekam saat Dharma Wanita di lingkungan UGM melalukan ziarah pada 2016 lalu.
”Kita harus menghormati para pendiri UGM yang sudah membesarkan UGM seperti ini, termasuk salah satunya Prof. Sardjito yang dimakamkan di sini. Tanpa beliau-beliau, UGM tidak bisa menjadi seperti sekarang ini,” ujar Lilik Sutiarso kala itu sebagaimana dikutip dari laman UGM, Jumat (8/11/2019).
Sardjito yang merupakan lulusan School tot Opleiding van Indische Artsen (STOVIA) atau Sekolah Pendidikan Dokter Hindia pada masa kolonial Belanda ini memang banyak berkiprah di dunia pendidikan dan kesehatan.
Saat menjadi murid STOVIA, dia aktif dalam pergerakan Boedi Oetomo. Pada 1925, dia menjadi ketua cabang Jakarta dan pengurus pusat. Sardjito kemudian dikukuhkan menjadi lulusan terbaik pada 1915 saat dia menjadi lulusan STOVIA ke-263.
Pada masa perang kemerdekaan, laki-laki kelahiran Magetan, 13 Agustus 1889 punya peran menyuplai obat-obatan dan vitamin bagi para prajurit.
Dalam masa revolusi fisik yang penuh dengan keterbatasan, Sardjito menyuplai obat-obatan berbagai vaksin serta vitamin yang dikenal dengan Biskuit Sardjito bagi TNI yang tengah berperang.
Vaksin Cacar
Saat itu, dia menjabat Direktur Institut Pasteur. Sebagaimana dikutip dari Liputan6.com, vaksin menjadi aset penting dalam revolusi fisik. Ada kisah bagaimana dia berusaha menyelamatkan vaksin cacar dari peristiwa Bandung Lautan Api.
Ia menorehkan vaksin cacar ke tubuh kerbau dan hewan itu digiring dari Bandung sampai ke Klaten. Sesampainya di tempat tujuan, kerbau disembelih.
Limpanya diambil untuk mendapatkan vaksin cacar. Vaksin dari Institut Pasteur mampu menyelamatkan tentara dan masyarakat dari berbagai penyakit.
Dia pun punya peran menginisiasi Colombo Plan yang merupakan program restorasi pasca-Perang Dunia II. Momentum itu penting karena memperkenalkan Indonesia sebagai negara merdeka kepada dunia internasional.
Dia pun dikenal sebagai tokoh multitalenta. Dia pernah meneliti tentang Borobudur yang dipresentasikan pada Pacific Science Congress di Filipina 16-28 November 1953.
Ia berbicara tentang perkembangan seni pahat di Indonesia dan membuka mata dunia tentang tingginya peradaban bangsa ini.
Di dunia pendidikan, dia menjadi Rektor UGM selama 11 tahun serta Rektor Universitas Islam Indonesia pada 1964-1970. Selama menjadi akademisi di Yogyakarta, dia menjadi pelopor Kuliah Kerja Nyata (KKN) sebagai bentuk pengabdian kepada masyarakat.
Penemu Calcusol
Hasil penelitiannya yang cukup terkenal antara lain Calcusol yang berguna untuk menghancurkan batu ginjal.
Sardjito bersama lima tokoh lainnya yaitu Ruhana Kuddus, Sultan Himayatuddin Muhammad Saidi, Abdul Kahar Mudzakkir, A. A. Maramis, dan K.H. Masjkur, dinobatkan menjadi Pahlawan Nasional. Prosesi pemberian gelar Pahlawan Nasional dipimpin Presiden Joko Widodo di Istana Negara.
Salah satu anggota tim pengusul, Sutaryo, mengatakan pengusulan sudah dimulai sejak 2011 dan surat pengusulan dilakukan mulai Juli 2012. Menurut Sutaryo, Sardjito merupakan sosok ilmuwan pejuang sekaligus pejuang ilmuwan.
”Ya sarjana komplet. Aktif di sosial, budaya, perdamaian dan seni rupa juga,” kata dia sebagaimana tertulis di laman UGM.
Perwakilan keluarga Sardjito, Budhi Santoso, mengatakan gelar Pahlawan Nasional merupakan anugerah bagi keluarga.
Rektor UGM Panut Mulyono mengatakan Sardjito memiliki keteladanan dan pemikiran yang harus dijaga antara lain pengabdian, penelitian yang harus diarahkan pada kemanusiaan, menjaga etika penelitian, dan perguruan tinggi harus bersih kebudayaan Indonesia.
Dia berharap keteladanan Sardjito bisa menginspirasi generasi muda dalam pengabdian pada bangsa dan negara.