Soekarno tidak dapat menerangkan secara masuk akal terkait pemilihan tanggal 17. Namun ada sejumlah alasan mendasari pemilihan tanggal 17.
JEDA.ID-Ternyata ada alasan di balik pemilihan tanggal 17 Agustus untuk memproklamasikan kemerdekaan RI. Hal ini tentu tak lepas dari sejarah panjang dan berat yang telah dilakukan pejuang bangsa untuk memperoleh kemerdekaan. Mencapai kemenangan tentu menjadi sebuah kado terindah bagi seluruh rakyat di negara tercinta ini.
Menilik ke belakang, prosesi menjelang proklamasi kemerdekaan begitu panjang. Banyak kisah di balik momen proklamasi yang mungkin belum banyak diketahui. Dikutip dari Liputan6.com dan dari berbagai sumber, inilah kisah dibalik momen proklamasi yang sebaiknya Anda tahu.
1. Alasan Pemilihan Tanggal 17
Dikutip dari berbagai sumber, Soekarno sebenarnya sudah merencanakan untuk melangsungkan proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945 sejak berada di Saigon. Soekarno tidak dapat menerangkan secara masuk akal terkait pemilihan tanggal 17.
Ia hanya mengatakan angka 17 adalah angka suci dan keramat. Soekarno pun berfirasat tanggal 17 Agustus 1945 adalah saat yang yang baik bagi bangsa Indonesia. Ini tak lepas dari dirinya yang percaya pada hal mistis.
Dalam penjelasanya, Soekarno menyebut bahwa 17 Agustus 1945 pada penanggalan Jawa jatuh pada Jumat Legi. Kata legi dalam bahasa Jawa artinya manis.
Punya Perut Buncit? Ketahui Pemicunya
Kemudian Soekarno mengaitkan tanggal 17 dengan peristiwa diturunkannya Al Quran. Selain itu, Soekarno juga menghubungkan tanggal 17 dengan perintah Nabi Muhamamd SAW kepada umat Islam untuk bersembahyang 17 rakaat dalam sehari.
Menurut Soekarno, saat mendengar berita penyerangan Jepang, ia menyadari takdir Tuhan bahwa peristiwa proklamasi akan jatuh pada hari keramat tersebut.
2. Perintah Pertama Presiden Soekarno saat Pertama Kali Menjadi Presiden RI
Perintah pertama Presiden Soekarno saat dipilih sebagai presiden RI bukanlah membentuk sebuah kabinet, melainkan memanggil tukang sate. Hal itu dilakukannya saat perjalanan pulang setelah terpilih secara aklamasi sebagai presiden.
Kebetulan ia menjumpai seorang tukang sate bertelanjang dada dan tidak memakai alas kaki.
“Sate ayam lima puluh tusuk!” perintah Presiden Soekarno.
Disantapnya sate dengan lahap di dekat sebuah selokan yang kotor. Tak disangka, ini menjadi perintah pertama pada rakyatnya.
Ini sekaligus pesta pertama atas pengangkatannya sebagai pemimpin dari 70 juta jiwa lebih rakyat dari sebuah negara besar yang baru berusia satu hari.
3. Soekarno ‘Memandikan’ Penumpang Pesawat dengan Air Seni
Kisah ini berawal saat beliau dan rombongan pulang dari Dalat, Vietnam, 13 Agustus 1945. Kala itu, Bung Karno bersama Bung Hatta, dr Radjiman Wedyodiningrat, dan Dr. Soeharto (dokter pribadi Bung Karno) menumpang pesawat fighter bomber bermotor ganda.
Tidur Mendengkur? Begini Cara Mengatasinya
Dalam perjalanan, Soekarno ingin sekali buang air kecil, tetapi tak ada tempat. Setelah berpikir, didapatkan jalan untuk hasrat yang tak tertahan itu. Melihat lubang-lubang kecil di dinding pesawat, di situlah Bung Karno melepaskan hajat kecilnya.
Karena angin begitu kencang, bersemburlah air seni itu dan membasahi semua penumpang termasuk dirinya.
4. Negatif Film Foto Kemerdekaan Disimpan di Bawah Pohon
Berkat kebohongan, peristiwa sakral Proklamasi 17 Agustus 1945 dapat disaksikan hinggat detik ini. Saat tentara Jepang ingin merampas negatif foto yang mengabadikan peristiwa penting tersebut, Frans Mendoer, fotografer yang merekam detik-detik proklamasi, berbohong kepada mereka.
Frans mengatakan tidak mempunyai negatif itu dan sudah diserahkan kepada Barisan Pelopor, sebuah gerakan perjuangan.
Mendengar jawaban itu, Jepang pun marah besar. Padahal, negatif film itu ditanam di bawah sebuah pohon di halaman Kantor harian Asia Raja. Setelah Jepang pergi, negatif itu pun dipublikasi secara luas hingga bisa dinikmati sampai sekarang.
5. Rekaman Ulang Suara Soekarno
Pernahkan Anda mendengarkan suara rekaman Bung Karno membacakan teks proklamasi? Banyak yang mengira suara Bung Karno tersebut diambil saat pembacaan naskah proklamasi 17 Agustus 1945. Padahal tidak, suara tersebut diambil sekitar tahun 1950 atau 5 tahun setelah kemerdekaan.
Jika bukan karena Jusuf Ronodipuro, pendiri RRI, meminta Presiden Soekarno kembali merekam pembacaan teks proklamasi, kita tidak akan mendengar suara tersebut. Pasalnya, Soekarno beranggapan pembacaan teks proklamasi hanya berlaku satu kali dan tidak bisa diulang.
Ide Bisnis Rumahan yang Menggiurkan di Era New Normal
Argumentasi Jusuf berhasil membuat Bung Karno berpikir ulang. Akhirnya, Bung Karno setuju suaranya direkam sekali lagi pada saat membacakan naskah proklamasi. Setelah sesi rekaman itu, barulah teks proklamasi mulai digandakan pada tahun 1959 hingga sekarang akhirnya bisa kita dengar.