Buku literasi digital hanya menjadi salah satu upaya menggenjot akselerasi literasi.
JEDA.ID–Program akselerasi literasi digital menjadi hal mendesak seiring bertumbuhnya pengguna Internet di Indonesia. Kini lebih dari separuh penduduk Indonesia sudah mengakses Internet. Buku literasi digital menjadi kebutuhan mendasar agar pengguna Internet bisa memaksimalkan kemajuan teknologi untuk hal positf.
International Telecommunication Union (ITU) mengingatkan perlunya perhatian khusus terhadap generasi muda yang telah akrab dengan dunia digital sekaligus memahami cara generasi digital native belajar, bermain, dan bahkan melibatkan diri mereka ke tengah masyarakat.
Sejak 2018, Kementerian Komunikasi dan Informatika telah meluncurkan puluhan buku literasi digital. Keberadaan buku literasi digital digarap berbagai kalangan mulai Center for Digital Society (CFDS) UGM, Ditjen Aplikasi Informatika Kominfo, Ditjen Informasi dan Komunikasi Publik Kominfo, ECPAT Indonesia, ICT Watch dan Pusat Kajian Komunikasi (Puskakom) UI.
Buku-buku literasi digital tidak hanya menyasar kalangan muda, namun semua kalangan yang kerap bersinggungan dengan Internet. Misal ada buku literasi digital berjudul Bikin Keren Karaktermu, Cerdas Bermedia Sosial, Kiat Infografis Keren, hingga Web We Want.
Ada juga buku literasi digital yang menyasar orang tua agar bisa mengawal anak yang suka berinternet ria. Misal Literasi Digital Keluarga: Teori dan Praktik Pendampingan Orang Tua terhadap Anak dalam Berinternet, Pencegahan Eksploitasi Seksual Anak Online, sampai Yuk, Temani Anak Berinternet.
Puluhan buku literasi digital ini bisa diunduh secara gratis di laman literasidigital.id. Buku-buku tersebut diharapkan dapat menjadi pemicu, acuan, dan pedoman bagi para pihak yang terkait yang ingin melakukan ataupun mengembangkan kegiatan edukasi serta literasi digital.
Siberkrasi
”Pemerintah tidak bisa sendiri. Oleh karenanya Kominfo membuat sebuah gerakan namanya Siberkreasi. Di situ ada pemerintah, korporasi, swasta, operator telekomunikasi, NGO, ada Civil Society Organization (CSO), bahkan ada artis,” kata Menteri Kominfo Rudiantara sebagaimana dikutip dari laman Kemenkominfo, Rabu (11/9/2019).
Menteri Rudiantara mengakui literasi sebagai upaya yang strategis dalam membuat masyarakat siap menangani teknologi digital. Namun demikian, pekerjaan itu membutuhkan keterlibatan semua pihak karena menyasar seluruh pengguna internet di Indonesia.
“Yang paling strategis sebetulnya literasi karena literasi bisa langsung ke orangnya tapi 150 juta pengguna Internet, waduh, luar biasa, itu pekerjaan yang belum selesai,” katanya.
Selain mendorong literasi digital, Kementerian Kominfo juga mendorong anak-anak muda Indonesia untuk lebih mempunyai keahlian dalam bidang digital.
Rudiantara menjelaskan saat ini keahlian bidang digital dibutuhkan oleh big technology company karena kebanyakan perusahaan itu mengalami kendala dalam merekrut teknisi digital.
5 Percepatan
Buku literasi digital hanya menjadi salah satu upaya menggenjot akselerasi literasi. Berikut lima percepatan literasi di era digital.
Pertama, pemahaman paradigma literasi tidak hanya membaca dan bahan bacaan bukan hanya manual, melainkan juga digital. Literasi tidak sekadar membaca dan menulis, namun juga keterampilan berpikir menggunakan sumber-sumber pengetahuan berbentuk cetak, visual, digital, dan auditori.
Kedua, pemenuhan akses internet di semua wilayah. Masih banyak wilayah di Indonesia yang belum bisa mengakses Internet. Dengan menyediakan akses Internet, maka literasi digital akan semakin mudah. Suatu tempat yang tidak ada perpustakaannya juga bisa diganti e-library.
Ketiga, implementasi konsep literasi di semua lembaga pendidikan. Kemendikbud merumuskan gerakan literasi secara komprehensif yaitu literasi dasar (basic literacy), literasi perpustakaan (library literacy), literasi media (media literacy), literasi teknologi (technology literacy), dan literasi visual (visual literacy).
Selama ini, yang mendapat akses pengetahuan literasi hanya pelajar, mahasiswa, guru, dosen, petugas perpustakaan dan lainnya. Maka gerakan literasi yang digagas Kemendikbud harus didukung. Mulai dari gerakan literasi dalam keluarga, sekolah dan gerakan literasi nasional.
Keempat, menumbuhkan rasa cinta pada ilmu pengetahuan, kebenaran, dan fakta. Hal itu tentu harus terwujud dalam kegiatan membaca yang diimbangi validasi, baik membaca digital maupun manual. Hal ini tidak lepas dari kerapnya kabar bohong alias hoaks yang bertebaran di Internet.
Kelima, masyarakat harus mengubah gaya hidupnya yang berawal dari budaya lisan, menjadi budaya baca. Rata-rata masyarakat tidak membaca karena faktor kesibukan mencari nafkah, tidak suka membaca, dan tidak adanya bahan bacaan.
Bahkan, mereka tidak tahu bahan bacaan berkualitas itu seperti apa. Di sinilah perlu adanya edukasi literasi kepada masyarakat secara luas. Harus ada budaya baca yang diciptakan keluarga dan kelompok masyarakat.