Efek sesi curhat yang kebablasan di media sosial bisa berujung viral dan tak bisa dibendung persebaran cerita itu.
JEDA.ID–Sebelum maraknya media sosial, tidak sedikit orang yang suka menulis curahan hati atau curhat melalui buku diary. Seiring berkembangnya teknologi, media sosial atau medsos kadang juga jadi tempat untuk curhat. Menjadi pertanyaan, apa alasan orang harus curhat di media sosial?
Ada banyak latar belakang seseorang memilih curhat di medsos. Amanda, 21, warga Kediri, Jawa Timur, mengaku curhat di media sosial untuk meminta solusi dari masalah yang dialaminya.
”Saya seringnya curhat di medsos, kalau tidak ada teman curhat atau tidak dapat solusi mengenai masalah saya. Tujuan saya curhat untuk voting karena biasanya saya tanya kalau di posisi seperti saya bagaimana solusinya. Dan mikir lagi masalah saya itu sebenarnya salah saya atau dia. Kadang juga untuk memberi kode sama orang dimaksud ,” kata Amanda kepada jeda.id.
Dia menyebut bila masalah umum yang dihadapi akan status dilempar di Instagram agar bisa di-voting. Namun, untuk urusan pribadi biasanya melalui status WhatsApp karena mudah dikontrol yang membaca status. Sedangkan jika hanya ingin menulis tanpa mencari solusi, biasanya dia curhat di Twitter.
Shela, 21, mahasiwa Universitas Brawijaya (UB) Malang mengatakan curhat di medsos bermaksud untuk menyindir orang lain. ”Saya biasanya update status di WhatsApp. Kalau curhat di media sosial, biasanya kalau saya sedang tidak senang dengan perilaku orang atau dia menyakiti perasaan saya. Saya sindir saja dia, tujuannya agar yang bersangkutan merasa,” kata Shela, Kamis (8/8/2019).
Tata, 22, ibu rumah tangga asal Kalimantan Selatan, menuturkan kerap mengirimkan laman atau berita mengenai keadaan berumah tangga yang sesuai keadaan yang dialaminya.
”Saya biasanya curhat di WhatsApp, Instagram, dan Facebook. Biasanya curhatan saya itu berupa saya membagikan postingan orang lain yang sesuai dengan keadaan saya. Contohnya konten mengenai sikap suami terhadap istri dan lain-lain. Kadang juga saya nulis tentang kehidupan pribadi. Pokoknya kalau saya ingin nulis tinggal tulis saja,” kata dia.
Berdasarkan penelitian We Are Social pada Januari 2018 ada 130 juta orang Indonesia yang aktif di media sosial dari total populasi di Indonesia mencapai 265,4 juta jiwa, dengan penetrasi pengguna aktif 49%.
Bisa Berdampak Buruk
Menurut psikolog klinis, Astrid Wen, mengumbar masalah pribadi ke media sosial bisa berdampak buruk. Contohnya aib keluarga yang seharusnya disimpan rapat-rapat, terkuak dan jadi pergunjingan banyak orang.
”Membuka masalah pribadi di dunia maya, khususnya dengan pasangan, berisiko akan mengurangi keintiman dengan pasangan. Karena yang awalnya dikonsumsi berdua, eksklusif, atau hanya dibagi di kalangan komunitas tertentu, kini dijadikan konsumsi publik,” jelas Astrid sebagaimana dikutip dari Liputan6.com.
Pendiri Pion Clinicion itu mengurai lebih dalam efek sesi curhat yang kebablasan di media sosial bisa berujung viral. Masalahnya, ketika curhat di media sosial sudah viral, orang yang curhat itu tidak lagi punya kemampuan untuk mengerem atau membendung persebaran cerita itu.
”Tidak semua kegalauan maupun kebahagiaan harus di-posting atau diakui di dunia maya,” kata dia.