Ari Askhara selama ini dikenal sebagai penggemar Harley Davidson. Namun, dalam dua LHKPN yang disetorkan ke KPK, Ari tidak pernah melaporkan memiliki moge.
JEDA.ID–Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir memberhentikan sementara seluruh jajaran direksi Garuda Indonesia yang terlibat dalam kasus penyelundupan motor Harley Davidson dan sepeda Brompton di pesawat Airbus A330-900 Neo. Mereka menyusul Dirut Garuda Indonesia Ari Askhara yang sudah lebih dahulu dicopot.
Keputusan Erick Thohir itu diambil setelah dia menggelar pertemuan dengan Dewan Komisaris PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. Keputusan Erick itu disampaikan Komisaris Utama (Komut) Garuda Indonesia Sahala Lumban Gaol.
”Pertama akan memberhentikan sementara waktu semua anggota direksi yang terindikasi terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam kasus dugaan penyelundupan Harley dan Brompton dalam penerbangan seri flight GA 9721 tipe Airbus A330-900 Neo,” kata Sahala di Kementerian BUMN, Jakarta Pusat, Sabtu (7/12/2019), sebagaimana dikutip dari Detikcom.
Pemberhentian sementara itu akan berlaku hingga Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) yang akan dilaksanakan 45 hari terhitung dari Senin, 9 Desember 2019.
Dalam perusahaan terbuka (Tbk) ada dua cara pemberhentian direksi, yaitu sementara oleh Dewan Komisaris dan permanen dalam RUPSLB.
Pada Kamis, (5/12/2019), Menteri BUMN Erick Thohir membeberkan bahwa motor Harley Davidson adalah milik I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra alias Ari Askhara (AA).
Deretan Kontroversi Garuda Indonesia Saat Dipimpin Ari Askhara
Ari Askhara selama ini dikenal sebagai salah satu penggemar motor gede khususnya Harley Davidson. Namun, dalam dua laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) yang disetorkan ke KPK, Ari tidak pernah melaporkan memiliki moge.
Dalam LHKPN Ari Askhara pada 26 April 2016 saat dia masih menjabat Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko Garuda Indonesia, harta yang dilaporkan tercatat Rp19,12 miliar. Dalam LHKPN itu, dia melaporkan memiliki 3 kendaraan bermotor yang totalnya senilai Rp1,09 miliar.
Tiga kendaraan bermotor yang dilaporkan adalah Ford Everest buatan 2008 senilai Rp275 juta. Kemudian ada Mitsubishi Pajero Sport tahun 2012 senilai Rp425 juta dan Mazda CX-5 buatan 2013 senilai Rp390 juta.
Tetap 3 Mobil
Saat Ari Askhara menjadi CEO Garuda Indonesia, dia melaporkan LHKPN pada 28 Maret 2019 lalu. Ari kembali melaporkan tiga kendaraan yang dimilikinya. Tidak ada moge Harley Davidson dalam LHKPN terakhir yang disetorkan Ari ke KPK.
Tiga kendaraan yang dilaporkan Ari Askhara yaitu Mitsubishi Pajero Sport tahun 2012 senilai Rp325 juta. Kemudian ada sedan Mazda 6 keluaran 2017 senilai Rp420 juta dan Lexus buatan tahun 2016 senilai Rp625 juta.
Berdasarkan rangkaian kejadian penyelundupan Harley Davidson diketahui banyak pihak yang ikut terlibat dan memiliki peran masing-masing. AA merupakan pemilik dari Harley Davidson jenis Shovelhead. AA memberi instruksi mencari Harley Davidson klasik tersebut pada 2018.
Pembelian Harley tersebut baru dilakukan pada April 2019. Proses pembayaran dibantu oleh Finance Manager Garuda Indonesia di Amsterdam, Belanda. Ketika proses pengiriman Harley Davidson, Direktur Garuda Indonesia berinisial IJ turun tangan membantu AA.
Pertaruhan Jabatan Ari Askhara Demi Harley-Davidson Shovelhead 1970
Mengacu pada keterangan Staf Khusus Menteri BUMN Bidang Komunikasi Publik Arya Sinulingga, IJ adalah Iwan Joeniarto selaku Direktur Teknik dan Pelayanan Garuda Indonesia.
Namun, ketika pesawat tiba di Bandara Soekarno Hatta, Indonesia pada 17 November 2019 siang, motor dengan harga fantastis tersebut disematkan claim tag berinisial SAW.
Mengacu pada manifest penumpang, SAW merupakan Satyo Adi Swandhono, selaku Senior Manager Aircraft Garuda. Atas kasus tersebut, Sri Mulyani menyebutkan bahwa pelaku berpotensi dikenakan hukuman berdasarkan Undang-undang (UU) Kepabeanan.
”Mereka yang memberikan keterangan lisan atau tertulis yang tidak benar, yang dilakukan untuk pemenuhan kewajiban kepabeanan memiliki konsekuensinya,” jelas Menteri Keuangan Sri Mulyani.
Pada pasal 103 disebutkan bahwa pihak yang memberikan keterangan tidak benar tentang kepemilikan barang yang wajib kena bea masuk maka akan diberikan sanksi pidana yaitu penjara 2-8 tahun dan denda Rp100 juta-Rp5 miliar.