• Thu, 21 November 2024

Breaking News :

PBB Klasifikasikan Ganja Tak Berbahaya, Setujui Penggunaan Medis

WHO mengklasifikasikan cannabidiol (CBD) sebagai senyawa tidak memabukkan yang memiliki peran penting dalam terapi kesehatan selama beberapa tahun terakhir.

JEDA.ID-PBB mengklasifikasikan ganja tak berbahaya. Karena ganja tak berbahaya, maka PBB menyetujui ganja untuk penggunaan medis.

Hal itu terungkap dalam voting yang diadakan Komisi Obat Narkotika Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk menentukan nasib ganja di industri medis. Hasil voting PBB memutuskan menghapus ganja dari kategori obat paling berbahaya di dunia untuk keperluan medis.

Perubahan kategori ini akan membuka jalan bagi perluasan penelitian ganja di seluruh dunia. Keputusan ini juga akan memuluskan jalan industri medis yang menggunakan ganja sebagai pengobatan.

Diberitakan New York Times, dan ditulis detikcom, Kamis (3/12/2020), pemungutan suara oleh Komisi Obat Narkotika PBB (CND), yang berbasis di Wina dan mencakup 53 negara anggota, mempertimbangkan serangkaian rekomendasi dari Organisasi Kesehatan Dunia tentang reklasifikasi ganja dan turunannya.

Wah! Wahana Ini Siap Menggali Bulan untuk Penelitian

Rekomendasi kunci WHO sejak Januari 2019 menghapus ganja dari Jadwal IV Konvensi Tunggal 1961 tentang narkotika-yang memasukkannya ke dalam daftar opioid berbahaya dan adiktif seperti heroin.

Dalam pemungutan suara oleh CND yang diikuti 53 negara anggota, terdapat 27 suara menyatakan dukungan dengan mengizinkan ganja untuk penggunaan medis. Sekitar 25 suara menyatakan keberatan dan satu abstain.
Dikutip dari laman resmi PBB, ND telah membuka pintu untuk mengenali potensi pengobatan dan terapi dari obat-obatan dengan bahan ganja yang umum digunakan tetapi sebagian besar masih ilegal.

Keputusan tersebut juga dapat mendorong penelitian ilmiah untuk menguak khasiat pengobatan ganja dan bertindak sebagai katalisator bagi negara-negara untuk melegalkannya demi keperluan medis dan mempertimbangkan kembali undang-undang tentang penggunaan untuk rekreasi

WHO mengklasifikasikan cannabidiol (CBD) sebagai senyawa tidak memabukkan yang memiliki peran penting dalam terapi kesehatan selama beberapa tahun terakhir. Penggunaan ganja dan produk turunannya seperti cannabidiol (CBD) dan senyawa nonintozxicating untuk medis telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir.

Ini Daftar 10 Akun TikTok dengan Pengikut Terbanyak

Saat ini lebih dari 50 negara telah menggunakan ganja untuk obat seperti di Kanada, Uruguay, dan 15 negara bagian AS yang telah melegalkan untuk penggunaan rekreasi. Sementara Meksiko dan Luksemburg akan menyusul melegalkan penggunaan ganja untuk rekreasi.

Melegalkan Pemakaian Ganja

Sebelumnya, sejumlah negara telah melegalkan penggunaan ganja untuk keperluan medis. Dikutip dari detikcom, belum lama ini, berikut ini sejumlah negara yang telah melegalkan pemakaian ganja untuk tujuan medis:

1. Chili

Chili melegalkan penggunaan ganja medis pada tahun 2015 dan termasuk di antara sejumlah negara Amerika Latin yang secara bertahap melonggarkan undang-undang yang melarang penanaman, distribusi dan konsumsi ganja.

Pasien medis yang diberi resep mariyuana dapat menggunakan obatnya secara legal jika mendapatkannya dari sumber yang sah. Mereka bisa mendapatkan obat sebagai impor, dari apotek atau dari pertanian bersertifikat.

2. Italia

Ganja di Italia legal untuk keperluan medis dan industri, meskipun diatur secara ketat dan tidak boleh digunakan untuk rekreasi. Budidaya ganja berlisensi untuk keperluan medis dan industri memerlukan penggunaan benih bersertifikat, namun tidak perlu otorisasi untuk menanam benih bersertifikat dengan kadar senyawa psikoaktif minimal.

Ini Sejarah Ganja di Indonesia dari Alat Tukar Hingga Bumbu Masakan

Penanaman ganja tanpa izin, meskipun dalam jumlah kecil dan untuk penggunaan pribadi eksklusif, adalah ilegal dan dapat dihukum seperti halnya penjualan produk terkait ganja yang tidak sah.

3. Belanda

Belanda adalah negara Uni Eropa pertama, dan salah satu negara pertama di dunia, yang melegalkan penggunaan ganja untuk tujuan medis. Inisiatif pertama negara untuk menyediakan ganja bagi pasien medis dimulai pada 1993. Kemudian, pada 2001, Kantor Obat Ganja didirikan.

Sejak tahun 2003, ada obat resep resmi yang dikenal sebagai “Mediwiet”, tersedia di apotek Belanda. Ada lima jenis ganja medis di Belanda. Dokter Belanda biasanya meresepkan ganja untuk pasien yang menderita Sindrom Tourette, nyeri kronis, sklerosis ganda, kerusakan sumsum tulang belakang, gejala yang berhubungan dengan kanker dan AIDS atau bagi mereka yang menjalani perawatan untuk kanker dan HIV / AIDS.

4. Turki

Kementerian Pangan, Agrikultur dan Peternakan Turki mengeluarkan peraturan baru terkait budidaya ganja pada 2016. Pemerintah Turki mengizinkan budidaya ganja di 19 provinsi, namun dengan pengendalian yang ketat. Peraturan ini berlaku bagi ganja yang khusus digunakan untuk keperluan medis dan ilmu pengetahuan.

Perhatian! Ini Pedoman Terbaru Soal Masker dari WHO, Kini Diperketat

Untuk mendapatkan izin menanam, para petani ganja harus memberikan bukti mereka tidak terlibat dalam aktivitas perdagangan narkoba atau produksi cannabis ilegal.

5. Thailand

Thailand menjadi negara pertama di Asia Tenggara yang legalkan ganja untuk keperluan medis. Laboratorium ganja legal pertama pun dibangun di sana.

Thailand juga memiliki undang-undang yang menetapkan siapa saja yang bisa menanam tanaman ganja dan mengekstrak minyak ganja. Keputusan pelegalan ganja di Thailand mulai ditetapkan pada akhir 2018.

6. Kanada

Kanada telah menerapkan kebijakan melegalkan ganja untuk keperluan medis sejak tahun 2001. Saat ini Kanada juga menjadi negara terbesar dengan pasar ganja yang dilegalkan secara nasional. Bahkan aturan konsumsi ganja di Kanada diperluas dan memasukkan ganja untuk rekreasi.

7. Amerika Serikat

Tidak semua negara bagian di AS melegalkan penggunaan ganja. Dengan kewenangan di masing-masing negara bagian, beberapa mengizinkan pemakaian ganja medis untuk pengobatan, namun ada pula yang mengatur dengan sangat ketat, dan ada yang melarangnya.

Ditulis oleh : Astrid Prihatini WD

Sign up for the Newsletter

Join our newsletter and get updates in your inbox. We won’t spam you and we respect your privacy.